My love belongs to you ➖ 8

91 17 4
                                    

Berbulan-bulan telah berlalu. Kami semakin dekat, dan begitu dekat. Tidak ada jarak diantara kami yang malah membuatku semakin takut kami akan sulit berpisah. Tapi nyatanya, sekarang kami memang takut untuk berpisah.

Liburan semester telah kami lalui, dan kami sekarang disibukan oleh keperluan kami untuk menyambut ujian nasional yang akan diadakan sekitar 2 bulan dari sekarang.

Belajar, dan belajar adalah hal yang kami lakukan setiap saat. Tidak begitu membosankan, karena aku belajar bersama Jefri.

Jefri memang memiliki cara tersendiri agar belajar menjadi kegiatan yang mengasyikan. Cara-caranya yang begitu sederhana dan banyak orang juga yang melakukan hal itu, tapi dengan Jefri ada aura semangat tersendiri. Meski yang dia lakukan salah satunya dengan belajar ditempat terbuka.

Kami berada di Situ Patenggang daerah kabupaten Bandung. Memandangi alam yang masih asri, membuat mataku merasa berbinar-binar melihat hamparan danau yang disajikan tempat ini. Kami memang sengaja mendatangi tempat ini tadi pagi, karena kami butuh suasana baru untuk belajar.

Setelah mengerjakan beberapa soal dari buku-buku latihan, Jefri memilih untuk memainkan gitarnya, bernyanyi-nyanyi, dan itu membuat fokusku terganggu.

Tanganku otomatis terdiam, mendengar dirinya yang bernyanyi dengan riang tanpa memikirkan kalau aku merasa terganggu olehnya. Dia terkekeh, lalu tidak lama menutup bukuku seenaknya. "Heh heh heh! Belum selesai!" Protesku.

"Udahlah, nanti lagi. Kalau kamu emang belum ngerti, aku ajarin deh nanti." kata Jefri.

Aku mengerucutkan bibirku, padahal dia sendiri yang selalu bilang kalau lagi belajar harus fokus, jangan pingin itu, atau ini. Tapi sekarang apa? Dia yang menggangguku. -,-

"Tempat ini tuh bagus tau Jef. Meski cuman hanya sebatas danau, dan pepohonan, tapi ada daya tarik sendiri buat orang ngedatangin tempat ini." Kataku.

"Hhmm, Allah memang punya semua cara untuk membuat makhluknya menyukai sesuatu hal, bahkan hanya untuk hal sesederhana ini." Kata Jefri sambil menoleh kearahku.

"Kayak aku, suka sama kamu. Kamu adalah kesederhanaan yang membuat aku jatuh hati berkali-kali hanya karena melihat senyuman kamu." Kata Jefri meraih daguku. Dia menekan pipiku menggunakan sebelah tangannya, memanyunkan bibirku lalu terkekeh manis melihat ekspresiku.

"Kamu jelek, makannya aku suka." kata Jefri tertawa.

"Ishhh Jefriiiii!" Kataku lalu memukul bahunya.

"Ahahahhaha, iya iya maaf." Kata Jefri sambil mengacak rambutku.

"Beresin yuk, kita jalan-jalan." Kata Jefri, dan ku mengangguk setuju.

Memasukan buku-buku ku kedalam tas, lalu menggendong tas ku dipunggung. Kami mulai menelusuri daerah ini.

Berlari-lari sambil melemparkan tawa bahagia, membuat kami lupa semua kepenatan yang biasanya kami keluhkan —terutama saat disekolah.

Beberapa kali Jefri mengusiliku dengan memberitahu bahwa ada ular didekatku —itu karena aku takut terhadap ular. Dan entah sudah berapa kali juga aku tertipu padanya, karena aku memang mudah cepat parno dengan hal yang aku takuti.

"Hhmm… Ruth, diem disitu." Kata Jefri.

Aku menatapnya heran, dengan ekspresi wajahku yang terlihat bodoh. Dan Jefri, dengan cepat memotret diriku dari jarak yang sedikit jauh sambil tertawa.

"Jefriiiii!!!" Protesku, dan dia kembali tertawa sambil berlari setelah aku mengejarnya.

"Hapus itu Jef." Kataku berteriak. "Biar aku bergaya, dan kamu boleh menyimpan photoku." Kataku, dengan susah payah melompat-lompat meraih ponselnya yang sengaja dia angkat keatas.

"Ahh tidak, wajahmu yang ini sangat cantik. Aku menyukainya." Kekeh Jefri.

"Jefri! Ngga lucu tau." Kataku cemberut, seolah-olah marah padanya.

Tidak, aku tidak marah. Hanya ingin pura-pura marah agar dia mau menghapus photo itu.

"Tahan, kamu lucu sekali." Kata Jefri sambil memotretku kembali.

"Ahhh Jefriii!!!" Kataku kesal, dia kembali berlari kecil sambil tertawa. Tapi aku sudah cukup lelah mengejarnya. Biarkan saja, nanti juga dis menghampiriku.

"Kamu mau aku hapus photo ini? Kejar dulu aku." Teriak Jefri.

Aku menatapnya sekilas, dengan tatapan tidak bersahabat meski didalam hatiku tertawa karena melihat sikapnya yang sangat kekanak-kanakan ini.

Aku berlari pelan kearahnya, dengan sisa tenaga yang aku punya, Jefri merentangkan kedua tangannya. Aku memeluknya, dan dia membalas pelukanku. Pelukannya terasa hangat, padahal suhu disini tidak lebih tinggi dari 19 derajat.

Aku merasakan Jefri mencium puncak kepalaku sebelum akhirnya dia melepaskan pelukan kami.

"Ulang deh, sana kamu senyum yang bener." Kata Jefri.

"Hapus dulu yang tadi." Kataku mendengus.

"Sudah tuan putri." Kata Jefri sambil men-slide layar ponselnya.

"Mau banget photo aku?" Kataku mendelik.

"Ahh aku photo lagi nih yaa kamu lagi gini." Kekehnya.

"Take a selfie with you." Kataku.

Dia mulai memposisikan ponselnya, mengambil spot yang bagus dan mengambil beberapa photo setelah bergaya.

Kini dia mendorong bahuku, lalu mengambilkan gambar diriku dari sedikit kejauhan setelah sebelumnya tidak ada photo yang benar yang dia ambil menurutku. Bayangkan saja? Wajahku tidak terkontrol saat dia mengambil gambar itu, dan itu menjadi bahan lelucon nya dia. Sungguh jahat.

"Tukeran sini." Kataku, merebut ponselnya.

Dia melepas tas gitarnya, lalu berlari kecil ketempat aku berdiri tadi. Dia seorang photogenic menurutku, mungkin karena dia juga tampan. Jadi, setidak fokus apapun dia, dia tetap mempesona.

"Aku kirimin yaa photonya." Kataku, dan dia mengangguk.

Dia duduk dihamparan tanah yang kotor, mengambil pulpen dari tempat pensilnya lalu membawa kertas lipat berwarna merah.

Dia menulis sesuatu disana, dan aku tidak diperbolehkan bahkan untuk mengintip sedikitpun apa yang dia tulis disana. Dia hanya menatapku sambil cengengesan ketika aku berusaha untuk mengintip apa yang dia tulis.

"Ini surat cinta, kamu ngga boleh tau." Kata Jefri lalu memberikan pulpen itu padaku. "Kamu tulis aja, mau ngga? Kertasnya didalem." Lanjut Jefri.

Dengan ragu aku mulai membuka tasnya, mengambil kertas origami yang selalu dia bawa kemana pun lalu mulai memikirkan apa yang ingin aku tulis.

Setelah selesai, Jefri menarik lenganku dan mengajaknya ketepian danau. Dia menyimpan sebuah perahu kertas itu diatas permukaan air, lalu mengamati kertasnya yang mulai menjauh mengalir pelan.

Aku masih penasaran apa yang dia tuliskan dikertas itu. Mataku tidak sengaja menatap mata Jefri yang kini sedang menatapku juga. Aku gugup, salah tingkah dibuatnya hingga aku hampir terjatuh dari posisiku yang sedang ikut berjongkok disampingnya.

Aku berdiri, merapihkan rambutku sambil menepuk-nepuk baju bagian bawahku. Menyembunyikan kertas yang aku tulis dengan kalimat yang sengaja aku tuju untuk Jefri, Jefri kini terus menatap kearah kertas itu.

"Kamu tahu apa yang aku tulis dibalik kertas yang aku layarkan?" Kata Jefri.

Aku masih terdiam, menunggu dia melanjutkan kalimatnya, tetapi dia tidak mulai membuka mulutnya.

Dia lebih memilih memelukku saat itu juga, dengan pelukan yang lebih hangat dan perasaan lain yang kini aku rasakan. Seperti... Pelukan perpisahan?

Apa ini waktunya kami berpisah?


P E R A H U  K E R T A S

Enaknya sad ending apa happy ending nih? ㅋㅋㅋ


to be continue...

Perahu Kertas | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang