Kebijakan pembaca sangat dibutuhkan :)
——————————Bandung, 2019.
Cuaca di Bandung hari ini sangat cerah. Meskipun begitu, suhu disini tidak terlalu panas dan cocok untuk beraktifitas diluar ruangan.
Hari ini, aku seperti biasa mengajari anak jalanan di Balai Kota Bandung. Hanya sebagai petugas relawan. Tapi mengajari anak-anak seperti ini sangat mengasikan. Mengajarinya membaca, berhitung dan bahkan sampai belajar mengaji karena semua dari penduduk beragama islam.
Sedikit demi sedikit. Bahkan, saat ini aku sudah bisa membaca Al- Qur'an karena aku sekarang sudah tercatat sebagai mahasiswi. Bahkan mahasiswi semester akhir yang sedang menunggu wisuda di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. ―yang letaknya didaerah Cibiru.
"Astagfirullah! Ihh adek-adek ngga boleh jahil." Protes a Hendry membuatku terkekeh.
Satu kabar gembira yang akan aku sampaikan. A Hendry kini memeluk agama Islam. Iya, dia muallaf. Dan aku ikut bangga mengingat perjuangannya yang sangat sulit saat melepaskan kepercayaan sebelumnya saat itu.
Tetap seperti a Hendry yang dulu, yang rajin dan taat beribadah. Saat ini pun a Hendry tetap rajin beribadah sebagai muslim, dan sering aktif mengikuti kegiatan kegiatan masjid dan kajian islami.
"Teteh, kata tehh mawar ayo kita main origami kertas." Seru anak laki-laki yang menghampiriku.
Aku tersenyum, sambil mengangguk, lalu mengikutinya kearah kerumunan anak-anak lain yang sudah membuat lingkaran. Dengan Mawar, a Hendry, dan bebrapa pengajar relawan lainnya.
Tentang Mawar, kami memang menjadi dekat karena kami jadi sering bertemu ketika aku pulang dari gereja saat itu. Dan tentu saja, Mawar yang mengajakku ketempat ini, karena bisa dibilang bahwa Mawar lah pendiri rumah sosial ini. Namanya rumah Matahari.
"Tehh Lala, mau kertas lipat ngga?" tawaran gadis kecil yang menggunakan jilbab berwarna biru.
Dengan senang hati aku menerimanya. Kertas lipat berwana merah yang diberikan gadis itu. Sepintas, aku malah mengingat jefri. Sosok pria yang selama ini selalu aku kagumi.
Semenjak kepergiannya ke Kairo, kami tidak pernah berhubungan lagi. Dan ini hampi 4 tahun aku sudah tidak pernah bertemu, bahkan kontakan. —Kami hlang kontak.
Semoga saja dia tetap bahagia disana.
Dan untuk panggilan tehh Lala. Semua orang hampir memanggilku demikian dibandingkan memanggilku dengan panggilan Ruth. Terdengar aneh katanya.
"Tehh Lala bikin perahu?" seru gadis yang memberiku kertas lipat tadi.
"Ahh, i-iya." Kataku gugup. Sebenarnya, itu karena tanganku lah yang langsung melipat dengan tidak sengaja. ―Mungkin karena aku sedikit memikirkan Jefri sebelumnya.
"Ehh mau dilayarin disitu ngga?" kataku sambil menunjuk sungai cikapayang. "Tapi nanti ambil lagi yaa, soalnya nanti malah jadi sampah." Kataku, dan gadis itu mengangguk sambil mengikuti.
Air yang mengalir jernih, dengan kedalaman yang dangkal membuatku tenang saat melayarkan perahu disini. Mengikuti aliran air. Perahu kertasku bergerak dan mulai melaju.
Aku menyaksikannya dari jarak dimana aku melayarkan perahu kertas itu. Tapi tiba-tiba, perahu itu terhenti karena tersangkut disebuah batu.
Aku sedikit berlari kecil untuk membawa perahu itu. ―Ditakutkan perahu kertas itu menjadi basah dan lepek nantinya. Tapi, seorang pria lebih dulu membawa perahu kertas itu dari permukaan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas | ✔
FanfictionNCT - Jung Jaehyun [ bahasa | completed ] ❝I believe that God created you for me to love.❞ ©Dopamin Kim, Agustus 2019