Semenjak datangnya gadis itu, waktu Jefri saat itu seakan terbagi lagi. Dia jarang menemuiku saat dia banyak memiliki waktu kosong. Meskipun begitu, dia masih selalu mengantar jemput aku kemana pun.
Mawar adalah adik kelas Jefri saat sekolah dasar. Ahh, bahkan Mawar itu sahabat dari kecilnya Jefri.
Jefri bercerita padaku saat makan siang dikantin, kalau mawar adalah sahabat kecilnya dulu. Tapi mawar harus pindah ke Australia saat kenaikan kelas 3 pada sekolah dasar. Dan sebabnya itu, dia tidak pernah menceritakan kepadaku sebelumnya tentang dirinya yang memiliki sahabat kecil. —karena sudah hampir bertahun-tahun mereka berpisah dan hilang kontak.
Meski begitu, aku salut dengan Jefri yang masih mengingat wajah mawar dengan sangat baik. Padahal, dia sendiri yang bilang kalau wajahnya banyak perubahan. Salah satunya, dengan jerawat yang biasa menghiasi wajah seorang remaja.
Sebenarnya aku malas mendengar keantusiasannya saat bercerita tentang Mawar. Hm, cemburu? Mungkin. Tapi melihatnya kebahagiannya membuatku urung mengalihkan topik pembicaraan itu.
Sesekali aku melamun, dan sesekali aku hanya berdehem merespon ucapannya. Sudah kubilang, aku cemburu.
"Jefri. Kapan terakhir kali aku bercerita padamu tentang Hendry?" Kataku, menyela suapan sendok yang akan dia masukan kedalam mulutnya.
"Hm... Aku lupa." Katanya, lalu kembali menyuapkan sesendok nasi pada mulutnya itu. "Kenapa kamu nanya itu?" Tanya Jefri lagi padaku.
"Pingin aja." Kataku, lalu tertawa garing.
Hendry sendiri, dia sahabatku. Sama hal nya dengan Mawar. Bedanya posisi Hendry sebagai kakak kelasku. Layaknya Jefri, Hendry juga seorang yang sangat taat beribadah. Dan pula, kami seiman. Hingga pemahaman kami terhadap Tuhan sama.
Bukannya ingin bersifat sebagai pembanding sekarang. Tapi, karena cara penyembahan kepada Tuhan antara aku dan Jefri berbeda. Aku pernah berpikir kalau bersama dengan Jefri tidak akan ada yang berubah dalam kehidupan spiritual ku. —maksudku, sebagai motivasi untuk mendekatkan diriku kepada tuhan.
Tapi, seperti memiliki kekuatan tersendiri. Jefri lebih kuat memotivasiku meski kami menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda. Entah mungkin karena ada perasaan yang aku simpan padanya, atau memang karena Jefri memang sosok yang patut menjadi seorang panutan.
Tapi aku sekarang benar-benar takut kehilangan Jefri dari genggamanku.
Hampir setiap hari dia bercerita tentang Mawar, bahkan topik yang tidak ada sangkut pautnya sedikitpun kini dia sering menyangkutkan Mawar kedalamnya.
"Jefri, udah makan mau sholat dulu?" Tanyaku, dan dia mengangguk.
"Aku ke kelas duluan ngga apa-apa kan?" Tanyaku lagi.
Dia menatapku heran, memang tidak pernah aku sebelumnya ke kelas lebih dulu. Aku lebih memilih menunggunya selasai sholat dimasjid sekolah dibandingkan menuju kelas sendiri.
"Tumben." Jawab Jefri, dan aku hanya tersenyum. "Yaudah ngga apa-apa." Lanjut Jefri.
Hal yang aku takutkan jika hari ini aku terus bersamanya adalah terluka. Hari ini sepertinya mood Jefri hanya bercerita tentang seorang gadis yang menjadi sahabat kecilnya itu. Dan sedangkan dari sudut pandangku. Itu hal yang membuat mood ku turun.
Selesai makan, aku pun berjalan lebih dulu menuju kelas setelah berjalan bersama dengan Jefri sampai depan masjid yang memang terlewati saat hendak ke kelas dari kantin.
Sesampainya dikelas pun aku hanya menangkupkan wajahku diatas meja, berusaha menahan air mata yang rasanya ingin keluar. Karena api cemburu yang terus menbakar hatiku bahkan sampai detik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas | ✔
FanfictionNCT - Jung Jaehyun [ bahasa | completed ] ❝I believe that God created you for me to love.❞ ©Dopamin Kim, Agustus 2019