My love belongs to you ➖ 2

282 36 18
                                    

Hari ini weekend, baru saja aku mau berangkat menuju gereja menggunakan mobil. Tapi Jefri langsung menyalakan klakson motornya dari balik pagar. —yaa, se familiar itu memang suara klakson motornya di telingaku.

"Ayo cepet, nanti kamu telat." Teriaknya membuatku terkekeh meski wajah kami belum saling bertemu.

Mengurungkan niat untuk membuka pintu mobil, aku berjalan kearah pagar lalu membuka pagar itu. Hal yang aku lihat pertama kali adalah Jefri yang sedang tersenyum manis sambil melambai-lambaikan tangannya padaku.

"Ngapain kamu kesini?" Tanyaku, pura-pura tidak tahu. Padahal aku tahu kalau tujuannya adalah untuk mengantarkan aku ke Gereja.

"Cepet ih, nanti kamu telat." Protesnya sambil memberikan helm padaku.

Akupun menerimanya lalu dengan segera memasangkan helm itu, "Pak, maaf ini aku ngga jadi pake mobil. Tolong matiin, ya?" Kataku pada bapak satpam.

"Iya neng, nanti bapak matiin." Jawabnya.

Saat itu, entah sudah keberapa kalinya dia mengantarkan aku ke gereja setiap hari minggu.

Rasanya, sekarang aku jarang sekali beribadah bersama keluargaku. Mamahku terkadang hanya datang jika dia sedang mood, dan papahku. Beliau sudah tidak ada. —itu juga kenapa mamahku jadi jarang mengikuti misa minggu. Alhasil, aku lebih sering membawa mobil sendiri. Tetapi tidak lagi setelah Jefri yang sering menjemputku.

Jalanan cukup lancar, padahal tempat ini biasanya sudah sangat ramai jam segini. Dan berkat kehebatan Jefri mengendarai motor. Sekarang, aku sudah berada di Katedral Santo Petrus yang terletak di jalan Merdeka. —memang cukup jauh, tapi aku selalu beribadah disini.

Sambil menungguku beribadah, Jefri juga suka mendatangi sebuah masjid didaerah sini yang setiap minggu pagi selalu ada khutbah disana. —hm, kajian islami tentunya, di daerah Viaduct. Jadi kami saling beribadah saat itu. Menghadap tuhan yang kami yakini, menyembahnya, dan saling mendo'akan hal baik. —aku sering mendo'akan Jefri, tapi aku tidak begitu yakin dengan Jefri yang suka mendo'akan aku juga, atau tidak.

Aku tidak terlalu tahu ketika dia selesai dengan jadwal ibadahnya, dan aku masih berada didalam. Karena setahuku, lebih cepat dia dibandingkan aku. Tapi hari itu, Jefri meminta maaf padaku karena menyuruhku untuk menghampirinya ditaman balai kota.

Sebenarnya tidak begitu jauh, jalan pun sampai. Tidak usah sampai tidak enak hati, bahkan sampai mengirimiku spam pesan dengan perkataan maaf. Aku yang jadi tidak enak hati. Tapi Jefri terus saja mengirimuku pesan WhatsApp dengan kata "Maaf."

"Ruth! Sini-sini." Kata dia, sambil sedikit melompat-lompat saat melambaikan tangan agar aku dapat menemukannya.

Aku menghampirinya, dimana dia sepertinya sedang membaca kitabnya. —kitab yang membuatku sedikit penasaran bagaimana cara Jefri bisa menyanyikannya dengan sangat merdu. —ahh maaf, maksudku melantunkannya.

"Udah makan belum? Eh pasti belum kan ya." Lanjutnya terkekeh sendiri. "Mau makan siang apa?" tanya Jefri.

Aku menggelengkan kepalaku, akupun bingung. Dan rasa laparku sepertinya masih malu untuk keluar. Padahal, jika rasa laparku sudah keluar, aku akan menemukan berbagai pilihan rekomendasi menu untuk kami makan.

"Mau sambil cari?" Tanya Jefri lagi.

Aku menimbang-nimbang sesuatu. Terbesit sesuatu didalam pikiranku. Jefri sangat pintar dalam memasak. Kenapa aku tidak mencoba untuk membuatnya sesuatu masakan untukku?

Eh tapi... Apa nanti akan merepotkannya?

"Jef, kamu pintar masak kan, gimana kalau kita masak bareng?" Kataku, dan dia seperti berpikir sejenak lalu menjetikan jarinya.

Perahu Kertas | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang