Double up karena minggu kemaren mager buat update ✌
Semoga kalian nggak bosen.
====================
"Ayah ...." Atha menelan ludah kasar di antara rasa sakit di tenggorokannya saat melihat dari balik dinding kaca ruang ICU dimana ayahnya tengah memejamkan mata dengan begitu damai, ditemani berbagai alat yang menempel di tubuhnya.
"Ayah baik-baik saja kan, Bunda?" tanya Atha pada bundanya yang terlihat kuyu dengan mata yang bengkak karena air mata.
Mendengar pertanyaan putri semata wayangnya membuat Tiwi kembali menangis. Dia menarik tubuh putrinya dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan Bunda yang tidak bisa menjaga ayahmu dengan baik." Tiwi berkata di antara isak tangisnya.
Atha tidak membalas pelukan sang bunda. Kedua tangannya mengepal dengan erat untuk menahan desakan air mata yang sebentar lagi tumpah.
"Atha mau ketemu Ayah, Bund," pinta Atha penuh permohonan. Sejak sang ayah di rawat di dalam ICU pasca pinsannya di pesta ulang tahun Atha dua hari yang lalu, Atha belum menemui sang ayah. Dia hanya melihat sang ayah dari balik dinding kaca. Bukan karena dia tidak mau, tapi dia hanya takut untuk melakukannya.
Tiwi tidak langsung melepaskan pelukan pada putrinya. Wanita itu memeluk putrinya dengan erat selama beberapa saat sebelum benar-benar melepaskanya. Tiwi tidak mengatakan apa pun, hanya membukakan pintu untuk putrinya itu.
Rasanya seluruh air mata Atha yang ditahannya sebelumnya tiba-tiba sirna saat melihat ayah yang sangat dicintainya terbaring diatas brangkar rumah sakit. Ayahnya yang biasanya bertubuh gempal dan sehat berubah menjadi kurus dengan perut yang terlihat membesar. Kedua mata ayahnya yang biasanya selalu menatapnya dengan lembut, terkadang memelototinya saat dia berbuat nakal, kini tertutup rapat. Wajah ayahnya yang biasanya menampilkan wajah datar dengan pipi cubby, kini terlihat tirus dan pucat dengan masker oksigen yang menutupi separuh wajahnya.
"Ayah." Atha menggenggam tangan Budiman yang terasa dingin. "Ayah, Atha sudah di sini." Atha berkata dengan pelan. Tanganya bergerak untuk mengelus pipi ayahnya yang tidak tertutup masker oksigen. "Maaf jika Atha baru berani menemui ayah, Atha hanya—" Dia menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan rasa sesak di dalam dada.
Perlahan mata Budiman terbuka. Dia mengerjab pelan sebelum menatap putrinya dengan mata berkaca.
"Atha." Budiman berkata dengan nada lemah.
Atha segera mendekatkan kepalanya ke wajah ayahnya saat dia merasakan genggaman lemah di tangannya.
"Maafkan ayah." Budiman berkata dengan terbata. "Ayah—"
"Jangan katakan apa pun Ayah. Ayah akan baik-baik saja." Atha menyahut cepat. Dia menatap ayahnya dengan sorot penuh tekad.
Budiman menggeleng. Dia melepas masker oksigennya, Atha yang melihatnya langsung bergerak membantu ayahnya.
"Kamu sudah besar sekarang." Budiman tersenyum tipis suaranya masih terdengar lemah. "Ayah masih ingat ... bagaimana kamu dulu menangis ... begitu keras ketika lahir ke dunia ini. Bayi mungil yang sangat cantik." Budiman berkata dengan pelan dan terputus putus. Dia menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang.
"Kamu ... tumbuh menjadi anak yang hiperaktif ... yang terkadang membuat Bunda dan Ayah kesusahan dengan tingkahmu itu." Budiman terdiam sejenak untuk menarik napas.
"Kamu yang manja ... cengeng dan suka berteriak keras." Budiman terkekeh pelan kemudian terbatuk kecil sebelum melanjutkan. "Kamu adalah anugerah terindah dalam hidup ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atha (On Hold)
RomanceAtha tidak pernah menyangka jika hidupnya akan berubah drastis setelah pengumuman kelulusan sekolahnya. Dia mendapatkan sebuah kejutan saat dia membuka pintu rumahnya sepulang dari perayaan kelulusan dengan teman-temanya. Di sana, di ruang tamu, dia...