Ingin rasanya Atha berlari sejauh mungkin atau setidaknya bersembunyi di tempat dimana tidak ada satu orang pun yang mengenalnya. Dia begitu malu luar biasa atas kejadian yang baru saja dialaminya. Apa lagi kejadian itu menarik atensi banyak orang dimana Rivangga yang akhirnya pingsan dengan hidung yang mengucurkan darah saat pria itu baru keluar dari lift yang terbuka di lobi.
Yang membuat Atha semakin malu bukan hanya karena kejadian itu dilihat oleh para karyawan Rivangga, tapi juga oleh Rega dan Rafa—yang ternyata saat itu tidak langsung pulang setelah mengantar Atha karena dia tidak sengaja berpapasan dengan sang ayah di sana.
Tapi selain malu, dia juga merasakan perasaan yang begitu mengganggu hatinya saat melihat Abella berada di samping Rivangga. Apalagi wanita itu kelihatan sangat cemas atas keadaan Rivangga dan tidak henti-henti melemparkan tatapan tajam menghakimi pada Atha.
"Lo nggak cemburu?" tanya Rafa saat matanya menatap Abella yang duduk di samping ranjang perawatan Rivangga dan menggenggam tangan pria itu.
Atha melirik sekilas pada tautan tangan Abella dan Rivangga kemudian tatapannya beralih pada Rivangga yang terlihat tenang dalam tidurnya—tepatnya pria masih kehilangan kesadarannya.
"Setelah apa yang gue lakukan ke Kak Gaga, apa gue masih berhak untuk cemburu?" jawab Atha dengan nada pasrah.
Rafa yang melihat sosok Atha yang lain dari biasanya langsung mrngangkat satu alisnya heran.
"Gue nggak tahu kalo lo bisa pasang ekspresi begitu," ujar Rafa.
"Ekspresi apa?" tanya Atha masih dengan nada suara tak bertenaga seperti kehilangan harapan hidup.
"Seperti pasukan yang kalah perang."
Atha sontak berdecak. "Mana ada. Gue kan nggak lagi berperang," sangkal Atha.
Rafa melayangkan satu jitakan di kepala Atha, membuat gadis itu sontak menjerit. Hal itu mengundang atensi Abella, dan wanita itu kembali melempatkan tatapan keji pada Atha.
"Kalo gue jadi lo, gue pasti akan mengusirnya sejak tadi," ujar Rafa jengah melihat keberadaan Abella yang tidak tahu posisi di sana.
"Biarkan saja. Mumpung Kak Gaganya masih belum sadar. Toh kalau dia bangun, pasti dia akan mengusirnya," jawab Atha penuh percaya diri.
"Yakin banget lo," sergah Rafa setengah mencibir. Meski dia sendiri yakin atas ucapan Atha barusan.
"Yakinlah. Kak Gaga kan bucin sama gue," jawab Atha jumawa.
Rafa kembali menjitak Atha, tapi kini gadis itu tidak tinggal diam. Dia membalas dengan mendaratkan pukulan di perut Rafa yang sontak membuat pemuda itu terbatuk.
"Lo—" Rafa melotot keji. Dan untuk pertama kalinya sejak beberapa jam terakhir, Atha akhirnya terkekeh.
"Dasar lemah," cibir Atha.
"Keluar!"
Atha dan Rafa sontak menoleh. Ditatapnya Abella yang kini sudah bersiri di hadapan keduanya sembari melotot tajam penuh amarah.
"Keluar kalian berdua." Telunjuk ramping Abella terarah pada pintu.
Rafa baru akan membuka mulutnya untuk menyanggah ucapan Abella yang menyulut emosinya. Berani-beraninya jelangkung betina macam Abella mengusirnya. Namun, Atha sudah terlebih dahulu melontarkan ucapan yang membuat wanita itu menganga.
"Kenapa bukan lo aja yang keluar?" sergah Atha penuh kesinisan. "Yang orang asing itu lo. Kenapa kami yang harus pergi?"
"Kamu—"
"Dari tadi gue diem bukan berarti gue suka sama keberadaan lo di sini. Gue cuma ngasih lo waktu buat mandangin wajah tampan calon suami gue sebelun lo diusir pergi dari sini saat dia siuman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atha (On Hold)
RomanceAtha tidak pernah menyangka jika hidupnya akan berubah drastis setelah pengumuman kelulusan sekolahnya. Dia mendapatkan sebuah kejutan saat dia membuka pintu rumahnya sepulang dari perayaan kelulusan dengan teman-temanya. Di sana, di ruang tamu, dia...