[2] Matematika, Jendela dan Koridor

960 199 8
                                    

Sebuah kejadian kecil bisa jadi awalan baru.

.

Januar Bagaskara adalah seorang tim pemain bola basket yang prestasinya lumayan terkenal di sekolah, tidak terlalu pintar, dan lumayan ramah. Menganggap sembahyang adalah bagian dari kunci ketenangannya sehingga tak pernah ditinggalkan. Reputasinya tidak terlalu buruk, kesalahannya hanya lalai dalam mengerjakan tugas.

Seperti hari itu, ketika guru matematika kesayangan sekolah, Bu Dinar menghukumnya di jam ketiga lantaran lelaki itu lupa betul kalau ada tugas yang harus dikerjakan. Menghasilkan Januar mengerjakan soal-soal tugas matematika kemarin di koridor dekat luar kelasnya, dengan posisi duduk bersila dan kertas-kertas coretan berserakan di sana. Saat itu ia berkali-kali menghitung ulang salah satu soal pelan-pelan, namun jawabannya tak kunjung ditemukan.

"Sst! Hei!"

Januar menoleh ke segala arah, lantas mendapati sosok yang sedang mengintip di balik jendela yang terbuka sedikit. Manik matanya memandang Januar sebentar, lalu menganggukan kepalanya untuk menyuruh mendekat. Sehingga laki-laki itu mencoba menuruti suruhannya.

Niatnya Januar ingin melayangkan pertanyaan 'kenapa', namun tahu-tahu jendelanya dibuka mulai sedikit melebar. Sehingga lelaki itu bisa melihat wujud seorang perempuan yang memakai kacamata sedang memandangnya.

"Ngerjain apa itu?" tanyanya sambil berbisik.

Januar menoleh sebentar ke buku soalnya. "Matematika, persamaan lingkaran."

Tampak gadis itu melirik sebentar ke depan, lalu memandangi Januar lagi. "Bisa dekatin sedikit nggak bukunya? Aku mau lihat."

Menurut, Januar akhirnya mendekatkan buku soalnya pada gadis itu dari balik jendela. Gadis itu mengamati soal-soal tersebut, kemudian mencoret-coret sesuatu di kertas yang lain.

"Kelihatan nggak?" tanya gadis itu setelah selesai mencoret-coret, lalu memberikan secarik kertas itu pada Januar.

Sialnya, tulisan yang lumayan kecil itu sulit terbaca oleh Januar. Jadi ia menggeleng pelan pada gadis itu.

"Aduh," keluh gadis itu. "Kamu mau dengarin aku, nggak? Aku jelasin caranya pelan-pelan, soalnya Pak Bayu masih mengajar di kelas. Nanti kamu bisa tulis itu di jawabanmu."

Januar kontan mengangguk, lalu mencoba menyamankan posisi duduk sehingga ia bisa mendengarkan suara si gadis melalui jendela sambil bersandar. Ia mulai menyimak ketika si gadis berbicara pelan-pelan.

"D sama dengan 8, maka 8 dibagi 2 hasilnya 4...," ucap si gadis. "...sehingga persamaan lingkaran yang terbentuk adalah dalam kurung x-2 tutup kurung kuadrat, ditambah dalam kurung y-3 tutup kurung kuadrat."

Januar mulai mencatat hasil mendikte si gadis di kertas jawabannya.

(x-2)2+(y-3)2

Lalu begitu terus, sampai sisa satu soal berhasil diselesaikan. Januar segera mengembuskan napas panjang diikuti si gadis.

"Selesai 'kan?" tanya gadis itu pelan.

Januar menoleh ke si gadis seraya mengangguk pelan, lalu tanpa sadar sudut bibirnya tertarik ke atas—menyunggingkan senyum. "Makasih ya."

Gadis itu mengangguk pelan. "Sana, masuk kelas. Kelas matematika mau selesai, Bu Dinar nungguin kamu."

Januar mengangguk lagi. Namun kali ini, ia sempatkan beberapa sekon untuk melirik tanda nama yang tersemat di seragam si gadis. Samar, namun setidaknya lelaki itu tahu.

"Sekali lagi, makasih, Faiza."

Tampak gadis itu membulatkan kedua matanya dibalik kacamatanya, kemudian ia hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.

Januar segera bangkit dari duduknya, lalu menoleh sekali lagi ke arah si gadis yang sekarang sudah mulai menutup jendelanya. Ketika langkahnya sampai di pintu kelas dan tangannya mengayun untuk mengetuk, pikirannya sibuk merapalkan sebuah nama yang sejak tadi baru saja ia ingat.

Faiza Alya.

-cut-

SimbiosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang