Midnight

283 79 93
                                    

Dinginnya salju yang turun di tengah malam kota Seoul, menyelimuti tubuh gadis yang kini sedang bersusah payah mengayuh agar ia sampai di mini market terdekat.

Perutnya berdemo, ia bahkan tidak bisa tidur karena cacing di dalam perutnya belum di cekoki obat penenang.

Mantel yang ia kenakan tidak begitu tebal, ia juga tidak menggunakan sarung tangan, tubuh mungilnya mulai bergetar setiap kali angin dingin datang menyapa dirinya.

"Oh tidak, tolong jangan suruh aku berbalik dan mencari jalan lain." Keluhnya.

Gadis itu tampak sedih, kayuhannya berhenti saat jalan di depannya terlihat menanjak. Ia tidak mungkin nekat menaikinya dan berakhir menjadi berita utama esok hari.

Ia tak bisa melewatinya. Wajahnya tertunduk hingga raut sedih terpancar dari sepasang mata kelamnya. jalan satu-satunya adalah melewati jalan lain. Ia harus mengambil rute jalan dua kali lebih jauh dari jalan di hadapannya kini.

Benar, ia tidak memiliki jalan lain.

Ia tesenyum pasrah. "Tidak apa-apa. Kau butuh olahraga sesekali, Eunra."

Dengan susah payah ia mengayuh, bahkan rasanya ia akan meneteskan sebiji kristal bening meluncur melalui sela dahinya.

Mini market paling dekat terbilang cukup tua terletak di sudut perempatan jalan adalah tujuannya. Gadis itu tampak bersyukur bahwa pak Yo belum menutup tokonya.

Eunra meraih gagang pintu toko  berkali-kali ia coba sampai rasanya ingin berjalan maju saja menembus pintu kaca itu. Sangat disayangkan, Eunra memiliki tangan yang tidak cukup panjang.

Pak Yo yang sedang menyapu menangkap sosok gadis itu dari balik pintu kaca. Pria paruh baya itu lantas berlari kecil membantu Eunra membuka pintu tokonya.

"Ya ampun anakku Eunra, apa yang menggiringmu malam-malam begini ke tokoku? masuk. Di luar sangat dingin." 

Eunra bertepuk tangan bahagia. "Perutku meminta untuk diberi penetral cacing," Keluh Eunra mengelus perut datarnya.

Pak Yo tertawa, kerutan tanda dirinya sudah mulai menua muncul di sudut matanya.

"Kau ingin ramyeon? mendekatlah ke meja, biar aku saja buatkan untukmu, anakku."

Eunra membesarkan matanya. "Sungguh?! Pak Yo kau adalah yang terbaik!"

❄️❄️❄️

Semangkuk ramyeon instan yang sudah di seduh dengan air panas, semangkuk kecil lobak pedas fermentasi yang lebih dikenal dengan sebutan kimchi pemberian Pak Yo, serta sekaleng minuman soda menghiasi meja kecil persegi yang terletak disudut toko pria paruh baya itu.

Eunra membungkuk berkali-kali. Gadis itu sangat beruntung, Pak Yo selalu membantu dan bersikap ramah kepada dirinya.

Eunra pelan-pelan membuka tutup cup ramyeon-nya, asap menyembul tepat di depan wajah dan membuatnya bahagia.

"Pak Yo, tidak ingin bergabung?" Tawar Eunra kepada pria itu.

Pak Yo menepuk perutnya. "Aku sudah makan, lanjutlah. Makan yang banyak,"

Eunra mengangguk lantas tersenyum, ia mulai menyantap ramyeon itu sedikit demi sedikit, sesekali bergoyang riang di bangku. Sensasi rasa pedas, gurih, serta tekstur kenyal mie instan yang nikmat meledak dalam mulutnya.

"Selamat datang!" Pak Yo menyapa pelanggan lelaki yang masuk ke tokonya.

Lelaki menggunakan jaket berwarna hitam dengan strip putih di sepanjang lengan, celana longgar serta sepatu bewarna putih senada dengan kaos dalamnya membungkuk saat ia disambut ramah pemilik toko.

WintertideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang