Worry

119 38 30
                                    

Taehyung terduduk kembali di ruangan dimana hari sebelumnya ia berakhir menyedihkan, sinar matahari menembus dinding kaca di seberang–ini masih pagi, Taehyung berpikir bahwa ia tidak melakukan sesuatu yang salah, tetapi kenapa ia harus dipanggil kembali–sendirian.

"Kau sudah meresapinya?" tanya pria berbadan besar di balik meja panjang bewarna hitam.

Taehyung yang sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri tersontak, ia memperbaiki posisi duduk.

"M-maksudmu, pd-nim?" tanya Taehyung heran akan pertanyaan yang dilontarkan pemilik agensinya, maniknya tidak berkedip.

Pd-nim menyilangkan kedua tangan di dada. "Benar, kau sudah menemukan kesedihanmu. Jadi, kami akan memulai awal yang baru untukmu," Balasnya ringan.

Taehyung menyipitkan mata, sepintas ingatan tentang dirinya malam kemarin terputar kembali, ia berpikir: sebenarnya ada apa?

Pd-nim membuka laci meja, mengeluarkan setumpuk kertas tebal dan mendorongnya ke hadapan Taehyung.

"Kau diterima, ini yang kau impi-impikan. Bukan?"

Mata Taehyung tidak lepas dari setumpuk kertas yang tergeletak di atas meja, nyawanya seperti melayang pergi entah kemana, adrenalin bahagia mengalir di seluruh jaringan darah dan memompa cepat detak jantung, kelopak matanya bahkan membuka menutup beberapa kali dalam sedetik.

Ia mengulurkan tangan kanan yang sudah tidak bergerak beraturan, mencoba meraih benda di depannya–ia berhasil, jari-jemari lentik nan indah itu mengusap pelan sampul depan–bertuliskan salah satu kata yang sejak tadi menunggu untuk disentuh.

"Tidak mungkin," Ucapnya tidak percaya.

"Mungkin, selamat. Kau pantas mendapatkannya,"

Pd-nim berdiri mendekati Taehyung, memukul ringan bahu lelaki yang kini memamerkan deretan gigi yang rapi dan tersenyum. Ia mengambil beberapa langkah membelakangi Taehyung, menikmati pemandangan dari ketinggian 5 lantai gedung miliknya.

"Kau, sudah bekerja keras–ini sedikit imbalanku untukmu. Tapi, kau harus tetap berhati-hati. Aku juga serius pada hari itu." Tambahnya tanpa menoleh ke arah Taehyung.

Taehyung berdiri ke samping bangku, membungkuk sedalam yang ia bisa. "Terima kasih pd-nim! aku akan berusaha sekuat tenaga!"

Pd-nim berbalik dan mengangguk. Raut wajah Taehyung yang sebelumnya murung akibat masalah lusa kemarin, kini berubah bahagia. Masih dalam keadaan membungkuk, ia meloloskan setetes air mata.

"Kerja keraslah, V."

❄️❄️❄️

"Eunra!! Eunra-ya! kau bisa terlambat!" teriak lelaki bertubuh jangkung nan kurus itu di depan pintu kamar Eunra, sambil terus mengetuk pintu dan mencoba menghubungi gadis itu melalui sambungan telepon.

"EUNRA!!!!"

Tidak ada jawaban–sama sekali.

Panggilan teleponnya selalu tersambung, tetapi Eunra tidak mengangkatnya.

San sangat tahu betul, Eunra hampir tidak pernah kesiangan. Sekalipun iya, Eunra pasti akan memberi tahu kepada lelaki itu jika ia bangun terlambat dan menyuruh lelaki itu untuk pergi duluan.

Seperti ada sesuatu yang janggal, San mendekatkan telinganya di pintu Eunra, tidak ada bunyi atau pergerakan apapun, sontak sepasang bola mata lelaki itu membesar.

WintertideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang