Prolog

21 1 0
                                    

Apa aku bisa menjadi seperti sosok Fatimah Az-Zahra? itulah yang ada dalam pikiran Alsya. Bahkan tidak pernah dilihat atau melihat seseorang yang bukan mahramnya. Sungguh, dia ingin meneladani sifat beliau.

Dia tahu, dosanya terlalu banyak. Bahkan masih lalai menjalankan perintah-Nya. Tapi semenjak bertemu dengan seseorang, yang telah mengajarkan banyak hal selama ini, menjadikan Alsya terus termotivasi untuk memperbaiki diri.

Setiap malam, dia hanya bisa menangis dalam diam. Takut Allah marah, serta murka kepadanya karena selama ini dia masih sering mengejar cinta dunia, bahkan sempat melupakan akhirat.

Astaghfirullah, hamba macam apa, aku ini?

***

Seorang gadis berjalan cepat menaiki tangga gedung bertingkat sambil sesekali melirik jam yang melingkar di tangan dengan beberapa buku di genggamannya, apalagi mulutnya komat kamit tidak jelas. Karena masalah ban mobil bocor, membuatnya telat datang ke kampus. Beruntung ada malaikat berbaik hati memberi tumpangan.

BRAK

Semua orang yang berada di ruangan, seketika memegangi dada karena kaget. "ASTAGHFIRULLAH, ALSYA ...." terdengar lantang suara Vino, selaku dosen sastra Indonesia. Vino benar-benar geram, namun mencoba menahan amarah, terlihat jelas dari urat lehernya.

Mampus! batinnya menuruti kebodohannya sendiri.

Sementara, Alsya dengan tampang polosnya hanya tersenyum sambil menunjukkan cengirannya seperti tidak terjadi apa-apa ataupun merasa bersalah. Dia mengira, Vino belum masuk kelas karena biasanya datangnya juga suka terlambat. Tapi kali ini, dia salah besar.

"KELUAR DARI KELAS SAYA, SEKARANG!"

Tenggorokannya begitu tercekat, sampai-sampai mencoba menelan ludah saja begitu susah. "Ta-tapi Pak-"

"Jangan membantah, ALSYA. Cepat, keluar dari kelas saya, SE-KA-RANG!"

Terpaksa, Alsya keluar dari kelas dengan helaan nafas panjang. Keysa yang melihat sahabatnya keluar, hanya bisa menatap sendu. Sebenarnya dia juga heran, alasan Alsya telat datang ke kampus. Karena tidak biasanya dia datang telat seperti ini.

Dengan langkah gontai, kakinya meninggalkan gedung bertingkat. Alsya bingung harus ke mana, saat ini. Karena kelas kedua akan dimulai siang nanti. Dia juga tidak mungkin pulang, pasti kedua orang tuanya akan memarahi.

"Ah, aku ke rumah Paman Kevin aja, deh. Main sama si kembar, sambil nunggu kelas siang."

Karena mobilnya masih ada di bengkel, akhirnya Alsya naik taksi. Kebetulan jarak rumah Kevin dengan kampus tidak terlalu jauh. Beberapa menit kemudian, Alsya sampai di perumahan elit. Berlahan, kaki kecilnya masuk dalam rumah besar.

"Assalamualaikum, Paman," tukasnya seraya mencium punggung tangan Kevin yang saat itu sedang membaca koran di ruang tamu.

"Waalaikumsalam, loh Alsya? Kamu nggak ke kampus?" tanyanya dengan curiga melihat keponakan tercinta tiba-tiba ada di rumahnya. Apalagi dengan pakaian yang rapi dengan buku di tangannya.

Alsya yang mendengar pertanyaan Kevin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe ... i-i-itu, Paman ... a-aku diusir dari kelas."

"APA? DIUSIR KAMU BILANG? KENAPA BISA DIUSIR, ALSYA?? KAMU BUAT MASALAH APA, SAMPAI-SAMPAI DIUSIR?" Kevin tidak habis pikir dengan Alsya, bisa-bisanya dia diusir dari kelas.

Sincerely Love Alsya (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang