Sampai di bandara LA Internasional Airport, Felly merasakan dadanya sesak. Entah perbedaan udara di sana, jet lag, atau bahkan beban yang dirasakannya saat menginjak kota kelahirannya ini. Maka, tanpa mau memperhatikan kota penuh kenangan itu, Felly segera memberhentikan taksi dan pergi ke hotel yang disediakan perusahaannya dengan mata yang terpejam sepanjang perjalanan dan earphone yang menyumpal telinganya. Begitu terus sepanjang perjalanan hingga ia sampai di hotel yang ditujunya.
Namun, rasa sesak dan mual itu masih Felly rasakan. Hingga rasanya, Felly akan tumbang saat itu juga. Tanpa membuang waktu lagi, Felly menarik kopernya masuk ke dalam hotel. Sepertinya, Felly mengalami jet lag dan dia harus beristirahat sekarang. Hampir 9 tahun tidak menaiki pesawat membuat tubuh Felly terasa belum terlalu terbiasa. Mungkin, tubuhnya sempat hilang ingatan tentang rasanya naik pesawat.
Ceklek
Felly membuka pintu kamar hotelnya. Sambil menarik kopernya ke dalam, tangan Felly meraba dinding agar menemukan tempat menyalakan lampu dengan kartu hotelnya. Setelah dapat, Felly menyalakannya dan ruangan berubah terang.
"Akhirnya sampai juga."
"KYAAA!" Felly berteriak nyaring mendengar suara tegas itu. Mata Felly melotot mendapati Felix duduk di ujung ranjang dengan senyum secerah matahari, yaitu menyilaukan. "Kau!!!"
Felly mengelus dadanya untuk menenangkan jantungnya yang barusan lompat. Dengan kesal, Felly menarik kopernya menuju ke arah Felix. Mata Felly menyorot dengan sengit sedangkan mulutnya cemberut maksimal. "Terlalu sulit memaksa seseorang ya? Sampai kau harus membuat perusahaanku yang turun tangan dan kerepotan karena perintahmu."
Felix mengedipkan matanya dengan lucu dan lugu. "Bagaimana kau bisa tahu? Kau pesulap? Peramal? Pembaca pikiran?"
"Felix!!! Kau tidak malu bersikap sok imut seperti itu?!" Kesal Felly dengan wajah mencemooh.
"Kenapa harus malu? Aku kan imut."
"Hanya laki-laki gay yang mengakui dirinya imut," balas Felly, membuat Felix tergelak. Felly yang masih merasakan lelah segera menarik kopernya dan menyimpannya di samping ranjang. "Pergilah, aku tidak memiliki kekuatan berdebat denganmu. Aku lelah, ingin tidur."
"Kau pucat sekali. Apa kau sakit?"
"Ya. Aku sakit, dan aku butuh tidur untuk sembuh. Jadi, pergilah."
Alis Felix mengernyit tidak nyaman mendengarnya. "Benarkah?"
Dan tanpa Felly duga, Felix menarik tubuh lemah Felly hingga Felly harus jatuh terduduk di atas pangkuan Felix. Sedangkan telapak tangan Felix menempel di dahi Felly.
Sempat menegang sejenak karena perlakuan Felix, Felly segera mencoba melepaskan diri dari Felix. "Lix, apa yang—"
"Ssttt, diamlah. Jika tidak, kau akan membangunkan sesuatu di bawah sana." Ucap Felix dengan wajahnya yang sudah sangat dekat dengan Felly.
"Y-ya karena itu, lepaskan aku." Gugup Felly.
Namun Felix malah menggantikan tangannya yang menempel di dahi Felly dengan dahinya sendiri. Felly otomatis menegang mendapat perlakuan seperti itu dari kakaknya. Matanya membulat penuh tanpa bisa berkedip kala menatap mata yang balas menatapnya dengan intens.
"Kau benar-benar demam," bisik Felix, tepat di depan bibirnya. Sedangkan Felly hanya dapat menelan ludah dengan susah payah. Tangannya mencengkram jas yang berada di bahu Felix. "Kenapa bisa demam?"
Felly otomatis mengedipkan matanya berkali-kali mendengar pertanyaan Felix. "Kenapa lagi memangnya? Tentu saja karena kau menekanku, membuatku stress dan sakit. Kau tidak menyadarinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Devil [#TDS3]
RomanceSELURUH KARYA MADE IN EARTH DILINDUNGI OLEH PROFESIONAL HUKUM PURE PUBLISHING!! PLAGIAT AKAN DIKENAKAN DENDA MINIMAL 500 JUTA DAN PENJARA MINIMAL 2 TAHUN [Cerita Felix - Felly] Konten dewasa 21+ "Kau pikir, aku akan membiarkanmu lepas begitu saja? B...