"What? No."

69 6 0
                                    

"Rose, kau dengar?"

"Ya"

"Aku tahu kau akan menjawab tidak"

"Cam.." ucapku yang kembali duduk semula sambil menatapnya. "Aku menyukaimu, aku senang bisa keluar denganmu seperti menonton film, apapun itu. Tetapi aku tidak bisa, aku tidak siap kehilanganmu"

"Kalau begitu, terima aku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu"

"Aku tidak bisa Cam, aku bahkan tidak bisa merasakan apa apa disaat bersamamu. Kau hanya temanku, Sorry"

"Apa kau masih ragu denganku?"

"Aku tidak tahu.. hmm, sebaiknya aku pulang sebelum orang tuamu sampai. Terima kasih atas waktumu" senyumku, aku meraih ponselku yang terletak di meja. Cameron mengantarkanku sampai depan pintunya. "Oh, Rose. Lupakan apa yang sudahku katakan padamu" "Tidak apa, byee" 

Aku memasukan tanganku ke saku jaket lalu merapatkannya. Hanya beberapa langkah dari rumah Cameron. Ponselku bergetar, aku mendapatkan satu pesan darinya.

"Good night, Rose :)" 

Jari jariku membalasnya dengan cepat, lalu memasukannya di saku jaket. Sesampai dirumah, dan.. oh Justin belum datang. Aku mengambil kunci, disaat itu. Aku merasakan ada yang mengawasiku dari jauh. Aku menoleh kebelakang dan melihat orang memakai jubah hitam entahlah apa itu. Ia sedang berdiri diseberang jalan. Awalnya aku sama sekali tidak menghiraukannya, tak tahu mengapa. Aku merasakan akan terjadi sesuatu denganku. Aku cepat cepat mengabaikan pikiran negatifku dan membuka pintu. Lalu menguncinya, dan tidak lupa untuk mencabut kunci tersebut.

Ayolah Justin angkat angkat, batinku.

"Megan, ada apa?"

"Aku ingin kau pulang sekarang. Aku ingin kau pulang Justin..Aku membutuhkanmu. Aku melihat orang yang memakai jubah hitam yang memantauku dari jauh"

"Kunci pintumu, aku akan berada disana 45 menit"  Justin menutupnya, aku berjalan menuju kamar dan membuka sedikit tirai untuk melihat keluar. Oh god, lindungi aku. 

Orang itu masih berada diseberang jalan yang terus melihat rumahku. 

Siapa dia? Apakah itu hanya orang iseng? Tidak, tidak mungkin ini pukul 11 malam

Aku terus melihat jam beker yang berada dimeja tidurku. Tak lama, aku mendengar ada seseorang yang memukul pintu dengan keras. Yang membuatku semakin panik, aku terus menelfon Justin. Tetapi tidak aktif, suara gila itu terus memekakkan telingaku.

Suara itu berhenti, selama 2 menit. Aku benar benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan. bodoh

Aku mendengar suara hentakan kaki yang  berhenti tepat didepan kamarku. Dengan kilat aku bersembunyi dilemari. Sambil menutup mulutku.

"Fuck Meg, aku lupa membawa kunci serep"

"Cepat Justin! Ada orang yang berhenti didepan kamarku"

Aku membalasnya dengan cepat. Tak lama kemudian. Aku mendengar suara Justin yang memanggilku dari jendela. Aku memberanikan diri untuk keluar dari lemari.

"Ya Tuhan, Justin. Cepatlah masuk"

"Apa yang terjadi?"

"Aku sama sekali tidak tahu"

"Aku tidak melihat orang yang kau maksud itu. Lupakan, kau sudah bersamaku, tidak ada yang perlu kau takutkan"

Aku diam sejenak, sambil memperhatikan penampilan Justin yang mengenakan jas berwarna hitam. Dan aku melihat pistol dibalik jasnya.

"Untuk apa pistol itu?"

"Tidak ada"

"Jangan coba berbohong padaku bodoh" ucapku sambil mengambil pistolnya yang berada di balik jasnya.

"Meg, itu berbahaya. Tak seharusnya wanita menyentuh senjata"

"Tak akan jadi masalah bila kau memberikanku pistolmu. Hanya untuk berjaga-jaga"

"Tidak, itu ide buruk. Bisa saja kau sedang emosi, lalu menembakku dengan ini" kata Justin yang mengambil pistolnya dari tanganku.

"Aku sama sekali tidak berpikir sejauh itu"

"Berarti kau bodoh" ucapnya ketus. "Aku rasa, kita sudah baikan" lanjutnya dengan nada santai.

"What? No"

"Benarkah? Buat apa aku cepat cepat pulang hanya untuk melihat keadaan tuan putri yang melihat sesuatu dan alhasil tidak ada apa-apa"

"Jadi kau menyesalinya?"

"Sangat sangat menyesal"

"Terserahmu, sebaiknya kau keluar dari kamarku...sekarang"

"Tidak aku ingin tidur bersamamu, aku ingin kau tetap aman disampingku"

TO BE CONTINUED
5× VOTES LANJUT OKAY?

ALWAYSHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin