"Dad!!"

58 5 0
                                    

Bagaimana bisa? Apa ini memang sudah direncanakannya dari awal? Untuk mendapatkan hatiku, lalu membunuhku? Ya Tuhan, aku benar-benar tidak mengerti.

Aku masih bertanya-tanya dalam pikiranku.

Aku bangkit lalu pergi dari tempat itu. Aku berlari sekuat tenaga, aku hanya ingin berada dirumah dan menangis sekencang mungkin.

Sesampai dirumah, aku cepat-cepat mengambil ponselku yang berada didalam tas.

Aku menelpon dad.

"Apakah mom dibunuh?" hanya hening yang menjawab. "Aku butuh jawaban!"

"Kau sudah bertemu dengannya?"

"Siapa? Justin? Grace?"

"Mereka" "Jangan pernah kau mendekati Justin atau Grace!" lanjutnya.

Aku menutup teleponnya, tidak peduli apa yang dia katakan. Hidupku benar-benar berantakan saat ini. Aku mencoba untuk menelpon Tessa, tetapi tidak pernah dia angkat.

***

Malampun tiba, aku menuju kamar untuk merebahkan tubuhku dikasur. Belum sampai dikasur, aku mendengar pintu rumah berbunyi sangat keras. Seperti ada orang yang menggedornya. Aku tidak tau mengapa aku tidak panik sama sekali, aku membukanya dengan santai.

Dad.

"Mau apa kau?"

"Aku ingin menjelaskannya semua"

"Sudah tidak penting, aku sudah tau semuanya"

Ia tidak mendengarkanku, lalu duduk disofa.

"Aku bertemu dengan Justin 2 hari yang lalu," disaat dad menyebutkan nama Justin. Aku bergegas duduk dan mendengarkannya.

"Aku dibandara saat itu, aku tidak tau. Bagaimana dia tau aku berada disana. Awalnya kami hanya berbincang. Tetapi perbincangan itu menjadi sangat fatal disaat dia menyebutkan namamu. Aku menyuruhnya untuk menjauhimu dan jangan pernah muncul dihadapanmu lagi. Aku mengancamnya"

"Kau tidak seharusnya melakukan itu"

"Kenapa tidak? Aku sudah kehilangan ibumu, dan aku tidak akan membiarkan dia mengambilmu dariku"

"Apakah itu akan membuat masalah selesai? Dengan cara mengancamnya? Aku sudah bisa menjaga diriku sendiri. Kau tidak perlu khawatir"

"Dia laki-laki bajingan Megan, kau tidak perlu bersamanya"

"Tapi sekarang tidak, dia tidak seperti itu lagi. Kau harus tau"

"Aku memberi bom dimobilnya"

"Dad!," aku mendorongnya lalu menangis. "Aku mencintainya! Kau tidak tau, apa yang sudah kami lakukan! Kau tidak seharusnya melakukan itu!"

"Apa maksudmu 'yang sudah kami lakukan'!? Katakan Megan! Apa yang kalian lakukan!?" suaranya mulai mengeras yang membuatku ingin sekali memukulnya.

"Bukan urusanmu sama sekali! Apa kata orang nantinya, dad adalah seorang pembunuh!"

"Apakah kekasihmu itu tidak seorang pembunuh bodoh!?"

Suara itu memekakkan telingaku, aku mengusirnya dari rumah.

"Aku mencintainya sama seperti disaat kau mencintai mom, apa kau tidak tau bagaimana rasa sakitnya kehilangan orang yang kau cintai? Aku mencintai Justin, aku memberinya semuanya termasuk keperawananku dad. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi. Kau bisa pergi" ucapku yang beranjak meninggalkannya.

Aku mengunci kamarku dan berharap dia segera pergi dari sini. Yang masih ada dipikiranku.

Apa benar Justin meninggal?

Yang dibicarakan dad tadi membuatku pusing, suara dad masih terngiang dibenakku.

****

5 bulan yang aku lalui banyak sekali tantangan dalam hidupku dan hari ini juga berada di sidang berhadapan dengan hakim, korban dan rekanku yang bisa dikatakan pelaku pembunuhan. Cameron Dallas.

Tempat ini sangat ramai, tapi aku yakin bahwa aku tidak bersalah.

Aku mengetahui bahwa aku hamil disaat aku terakhir bertemu dengan ayahku. Sampai saat ini aku duduk disini sedang mengandung 2 bulan. Anak Justin.

"Bisakah kau ceritakan bagaimana bisa terjadi?" ucap hakim

"Aku tidak tau, disaat itu aku hanya ingin mengunjungi Grace untuk ketiga kalinya. Karena aku tau, dia tidak bisa hidup sendiri. Aku membantunya" ucapku sambil melihat Grace yang hampir duduk didekat dengan hakim. Ia memakai gips dilehernya, dan beberapa luka diwajahnya terkena pisau.

"Dia bohong, dia tidak pernah melakukan itu" bantah Cameron.

Disaat itu saling adu mulut antara pengacaraku dengan pengacara Cameron. Yang membuat suasana semakin tegang, tapi beberapa kali pertanyaan yang dikeluarkan oleh hakim, pihak kami menang. Berbeda dengan pihak dari Cameron.

Saat itu aku datang membawa makanan untuk Grace niatku baik tidak ada maksud apa-apa untuk menyakitinya. Disaat aku masuk aku sudah melihat dirinya tergeletak dilantai dan banyak darah disekelilingnya, perutnya tertusuk oleh pisau. Disaat aku tau dia sedang mengandung aku bergegas menelpon 911 ternyata Cameron datang dan mengambil ponselku lalu membuangnya. Ia menarik rambutku lalu menyeretku kekamar mandi. Aku bisa melihat dia menggunakan sapu tangan ditangannya. Lalu memberi pisau itu ketanganku dan menaruh darah Grace diwajahku dan tanganku agar terlihat bahwa aku yang mencoba membunuhnya, aku diancam oleh Cameron, bahwa dia akan membunuhku. Setelah itu dia memukulku dan pergi. Tidak hanya itu ia menyebakku, dia menelpon 911 bahwa dirumah ini terjadi tragedi pembunuhan. Aku sudah tidak berdaya untuk bangkit dan meminta tolong.

"Dia memutar balikkan fakta. Dia hanya membuat cerita yang masuk akal agar terlihat bahwa dia bukanlah orangnya" ucap pengacara Cam, Ryan.

Lalu disahut dengan pengacaraku, Billy.

"Itu semua fakta, pertama. Maksud dari pelaku yang bernama Mr. Cameron. Menggunakan sapu tangan ada alasan tersendiri. Dia cerdas, dia menggunakan sapu tangan agar sidik jarinya tidak terdeteksi. Itulah alasannya dia mengenakan itu, lalu menaruhnya ditangan korban yang bernama Mrs. Megan. Pihak polisi jelas akan melihat sidik jari Megan dipisau itu. Bolehkah aku bertanya denganmu Mr. Cameron. Apakah setelah itu sapu tangannya kau buang?"

"Aku sama sekali tidak punya sapu tangan"

"Aku ingin bertanya dengan Mr. Ryan. Penjelasan apa yang kau miliki?"

"Mr Billy, gunakan waktu berbicaramu dengan baik" kata hakim.

Aku melihat bahwa ada ketakutan diwajah Ryan bahwa dia tidak bisa menjelaskan.

"Hakim, bolehkah aku bertanya dengan Mrs. Grace?"

Hakim menganguk, "Apakah benar yang di ceritakan Mrs. Megan?"

Kami menunggu Grace yang menjawab sangat lama, sampai akhirnya, "Ya, dia benar. Sebelum Megan mengunjungiku. Lelaki itu datang kerumahku, membawa pisau. Lalu dia memukulku dan mencoba membunuhku dengan berbagai cara. Dia mengambil bantal dan menutupi wajahku agar tidak bisa bernapas. Tapi aku masih bisa mengendalikannya. Tak lama ia mengeluarkan pisau lalu menusukku. Yang membuatku tergeletak di lantai. Tapi aku bersyukur 5 menit setelah itu Megan datang dan mencoba membantuku tetapi lelaki bajingan itu datang lagi dan melalukan hal yang sama pada Megan"

Yang dijelaskan Grace membuatku lega, tetapi tidak dengan yang ini. Aku tidak tau bagaimana caranya Cameron menyimpan senjata. Yang akhirnya menembak Grace tepat dikepalanya. Polisi yang mengamankan jalannya sidang ini mencoba memegang Cameron. Hakim bertindak dengan cepat. Cameron akan dihukum, dipenjara selama 10 tahun lamanya. Dan hakim memutuskan, aku bebas dari segalanya. Aku tidak bersalah, aku dinyatakan sebagai korban bukan pelaku pembunuhan.

***

to be continued
5++ votes pls? it would mean to me.

ALWAYSHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin