5

5 1 0
                                    

"Ayo kita nyanyi Saras" ya ampun, wajahnya..., lebih tepatnya tampangnya. Menyebalkan sekali. Perlu ditambah garis bawah sepertinya, menyebalkan!!!

Memang, cafe malam ini sepi. Tidak seperti biasanya. Tapi mau di kemanakan wajahkuuuuu.

"Siapa kamu? aku tidak kenal." Alibiku sungguh tidak masuk akal. Sudah berkali kali aku berpapa-- salah, bertemu dalam artian tidak sengaja.

"Oke kita kenalan, namaku--"

"MALAH PACARAN LAGI ANAK KEBO!! WOI, AYO SEMESTA KURNIAWAN KITA NYANYI LAGIII YUHUUU!!" Ooo namanya Semesta, dia yang teriak teriak itu siapa? Saras sadarlah, jangan kau pedulikan.

"APASI LO BATU, BRI6!" Nahh yang satu ini aku mengenalnya, Bima, teman saat aku SMP dahulu. Dia sangat rajin dan--. Apa-apaan, kenapa juga aku harus mengenalkan dia pada kalian. Tidak penting.

"Tidak usah di dengarkan ya, ucapan teman-temanku." Ucapan Semesta membuatku tertarik kedalam jurang ke-kepoan.

"Siapa?" Tanyaku

"Ya merekalah." Singkat sekali jawabnya, wahai Semesta.

"Dia minta dikenalkan bodoh." Siapa lagi ini? Ya memang, sejak tadi dia berada di belakang Semesta.

"Oooh bilang dong." Dia hanya menyengir saja, Semesta

"DASAR KAMU GA PEKA SEMESTA, GIMANA MAU JADIIN PACAR"

"Yang baru saja bicara "kamu ga peka" dan bla bla bla, itu Okan"

"HEYY, GUE GA NGOMONG BLA BLA BLA"

"APASI SELOKAN! BARU AJA LO NGOMONG BLA BLA BLA,, kan kan gue jadi ikut ngomong bla bla bla, gara gara lo ngomong bla bla bla"

"Nah yang banyak bicara itu, Roki, kamu bisa panggil dia batu." Aku sedikit tertawa mendengarnya. Setelah itu, Roki, yang awalnya berdiri di panggung, turun mendekatiku.

"Jangan gitu lah tata ku sayang, masa ngajarin pacarnya manggil aku batu sih, kamu sama aja kaya Bima!"

"Aku marah!"

"Aku Benci!"

"Kamu ga sayang aku lagi!"

"Roki..." panggilku pada laki-laki di sebelahku yang habis mencak-mencak pada Semesta.

"Apa nweng Saras sayang?" Jawab Roki.

"HEEEYY GATERIMA GUA MA TA! NEMPEL NEMPEL TU DIA SAMA SARAS!" Aku tau, dia, yang bicara kali ini, Okan, hanya memanas-manasi keadaan, aku juga tau, dia hanya bercanda, tapi aku tidak terima, aku bukan siapa-siapa Semesta.

"MINGGIR BATU! Saras sayang, jangan deket deket dia ya.." Aku segera mencekal tangan Roki.

"Roki.. nama gue Saras, gue sama Semesta ga ada apa-apa, kenal cuma sekedar tau nama kok, jadi jangan bilang kalau nweng Saras ini pacar Semesta ya."
Jelasku panjang lebar.

"Nweng kenapa jelasin gitu ke abang? Nweng suka sama abang ya? IHIY CIE CIE" ucapan Roki, si batu membuat ku tertawa, aku hanya menjelaskan saja, tidak ada maksud lain.

"Udah lo gausa nikung nikung." Ucap Semesta seraya mendorong bahu Roki.

"Yah maap atuh bang Semesta.. Roki kan cuman bercanda.. biar abang cemburu aja." Roki menciut melihat tatapan Semesta. Apa salahnya menggodaku. Dia punya hak apa memangnya?

"Ras, kita liat ya, siapa yang akan menang!" Semesta ngajak tanding sepak bola?

"Maksudnya?" Wajar saja bukan, jika aku bertanya?

"Kita lihat apakah aku bisa masuk ke celah hatimu lebih dulu atau laki-laki yang kau tunggu tadi?" Aku diam mematung. Dia tau dari mana? Sedangkan semesta, berbalik badan dan pergi.

"Jangan dipikirkan perkataan Semesta tadi ya? Oh iya. Bay de wey eni wey bas wey, nama gue Kevin." Apa lagi ini, si laki-laki pemakai kantung plastik di kepala. Tunggu, bukannya tadi dia sedang membaca buku? Kukira dia bukan bagian dari semesta. Keliatan rajin sihh.

▪▪▪

Memang, semalam hujan deras sekali. Saat sampai di rumah, aku baru sadar, nenekku sedang keluar kota.

Aku menyempatkan waktuku untuk berlatih bermain piano, setelah lama berkutat dengan pianoku, segeralah aku berlari ke kamar.

Hpku memanggil diriku agar aku segera membukanya. Panggilan telepon.

'Iya halo?'

'SARAS GUE SENDIRI DI RUMAH MAU MAIN KE RUMAH LO DONGGG'
Dasar Sisca. Telingaku mau copot mendengarnya.

'Iya, sini, gue juga sendiri di rumah.' Aku mematikan--lebih tepatnya memutuskan-- sambungan telepon Sisca. Kalau tidak, dia tidak jadi kesini, ke rumahku, dan lebih banyak curhat lewat telepon.

Tidak Pernah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang