6

9 1 0
                                    

▪▪▪
"Jadi gitu Ras..." ucap Sisca selayaknya orang yang selesai bercerita. Di kamarku.

"Lo cerita juga belum, uda main jadi gitu-jadi gitu, heleh." balasku dengan wajah masam menatap Sisca. Responnya? Ya nyengir saja dia.

"O iya lupa Ras, hehe." pura pura terkekeh adalah tabiatnya. Menyebalkan.

"AkusukasamaRoki." Mulutnya mengeluarkan kata kata beserta suara dengan cepatnya. Ditambah juga sambil berbisik. Aku, yang sekarang sedang merapihkan meja belajar mengerutkan kening sesaat.

"Apasih? Ngomong tuh yang jelas!"

"Kamu ko gitu sih. Aku ga suka." Mulai kan, per-alay-an nya keluar begitu saja.
"Oke oke begini... ternyata, cowo yang diem diem suka ngirimin lo surat itu bukan anak baru, pindahan atau semacamnya lah. LO DENGERIN GUE GA SIH!!!"

"SEBEL!"

"SEBEL!"

"SEBEL!"

"Apa lagi sih? Dari tadi gue dengar apa yang lo omongin kok, walau beresin bukunya belum beres, telinga gue ga lagi dicuci ini, nempel terus. Bawel bener." Kebiasaan Sisca memang tak pernah hilang, selalu saja membuatku naik darah.

"Nah ya terus, dia punya temen-temen akrab gituu kan, nah--"

"Jadi lo stalkerin dia? Si Semesta?" Potongku, saat Sisca bicara dengan nada serius menjelaskan.

"KOK LO TAU NAMANYA SIHH??? JGN JGN LO STALKER YA?!" Ya ampun, mau jadi apa telingaku ini.

"Lanjut aja cerita lo, kalo dengar gue cerita malahan buang buang waktu."

"IHHH KO KAMU GITU SIH!" Aku hanya diam saja, biarlah dia bicara sesuka hati. Nanti juga cerita lagi.

"Ah, gue lanjut cerita lagi aja ya Saras, capek mulut gue gara-gara lo nih." Kan? Malah meyalahkan aku. Sabar Saras.. dia sahabatmu.

"Nah, ternyata, Semesta itu punya temen-temen yang akrab gitu, nah.." 'nah' kata terakhir Sisca bercerita sebelum aku semakin dilanda penasaran.

"Nah apa?"

"Gue... suka sama salah satu temennya Ras, namanya Roki..." Sisca tersipu, pipinya memerah karena malu. Ah si batu itu rupanya. Cocok ya mereka..

"Wahh cocok dong"

"Iyalah cocok!" Ucapnya seraya terkekeh geli.

"Iya, sama cerewetnya." Santai, kata itu yang menggambarkan diriku ketika memberikan persamaan antara Sisca dengan Roki.

"IH SISCA GA CEREWET!"

"Ok. Besok kita ke Kantin cari Roki, terus gue bilang kalo lo suka dia. Kelar."

"IH KAMU MAH"

▪▪▪
Matahari mulai membuka matanya, mengucap syukur tak henti hentinya saat setelah tidur panjangnya. Mengganti kan bulan yang sudah terkantuk-kantuk ingin pergi tidur dengan cepatnya.

Aku pergi ke Sekolah bersama Sisca yang semalam menginap di Rumahku. Dengan semangat pagi, setelah beribadah, Sisca meminjam dapur di Rumahku membawa dua kotak bekal yang isinya nasi goreng. Katanya, dalam rangka membujuk Roki jatuh kepelukannya. Intinya saja ya, dia membawa bekal itu untuk dimakan berdua dengan Roki. Itu saja.

"Ayo Saras!!! Buruan! Pake sepatu aja lama banget." Omelan di pagi hari yang sungguh-sungguh menyebalkan. Ini masih pagi butaaa pukul 5.45 gila kan?

"Kenapa sih? Masih lama ini."

"Nanti telaaat." Telat? Berangkat ke Sekolah dengan pukul 5.45 mana mungkin telat.

▪▪▪
Setelah membelah jalan dengan menaiki sepeda motor, bergocengan dengan Sisca, akhirnya kami sampai di Sekolah.

"AYO BURUAN SARAH!" Tangannya menarik-narik tanganku seraya berlari menuju kelas ips5.

Oh... aku mengerti sekarang.
Mau menaruh bekal dikolong meja si batu ternyata.

Setelah tugasnya di kelas ips5 selesai, dia menarik tanganku lagi dan berteriak "BURUAN SARAS JANGAN LELET, NANTI KETAUAN SI GANTENG" Tunggu, sebenarnya tokoh utama disini aku atau Sisca? Aneh.

Tidak Pernah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang