10

7 2 0
                                    

▪︎▪︎▪︎
Mengharapkan sesuatu? Tentu tidak, sejak aku di rawat di panti asuhan, ibu penjaga selalu menasihatiku untuk menomor 1 kan dalam menghormati, menghargai, dan sopan santun.

Semua itu sudah kuterapkan dalam hidupku untuk keluarga angkatku. Aku bukannya tidak ikhlas, mengharapkan imbalan, atau tidak mensyukuri nikmat tuhan ini.

Tapi bukankah setidaknya aku juga pantas untuk mendapatkan kasih sayang?

▪▪▪
"IYA 5 MENIT LAGI BUSET." teriakkan Okan yang penuh semangat di toilet perempuan.

"Jangan brisik sialan." Ucap orang di sebelah Okan, yang hanya terlihat punggungnya saja. Menaiki salah satu kursi, mengintip kedalam toilet perempuan di Sekolah. Menengok ke arah bawah kanannya, ke arah Okan dengan berbisik.

Entah itu mengintip atau apa yang sedang mereka kerjakan.

Pelan-pelan berjalan ke arah mereka, untuk tidak mengintip apa yang seharusnya tidak boleh untuk dilihat.
Aku sebenarnya agak ogah-ogahan sih. Tidak, aku memang ogah-ogahan.

Terlalu malas untuk menegur, bisa jadi saja bukan, jika dia hanya membersihkan bagian atas toilet perempuan atau hukuman yang bersangkut paut dengan toilet? Tapi kupikir-pikir lagi, ini aneh, tidak mungkin guru menyuruh seorang siswa membersihkan toilet siswi.

"Kalian ngapain sih? Disini, toilet perempuan?" Kata-kata itu yang keluar dari mulutku. Jika aku asal tuduh mereka mengintip dan ternyata tidak benar, pasti memalukan.

Tersentak. Hampir saja Semesta jatuh dari kursi yang dipijaknya.

"Eh, nweng cantiq disini... sejak kapan nweng?" Okan menyebutkan kata cantiq dengan qalqalah diakhir kata.

"Lo ngapain kesini?" Pertanyaan Semesta akhirnya keluar dari mulutnya setelah tersentak. Kaget.

"Gue yang seharusnya nanya lo." Jawabku agak ketus.

"Ini nweng la--" Semesta cepat-cepat menutup mulut Okan dan menyeretnya agak menjauh. Entah apa yang dibicarakan.

Tujuanku kesini sebenarnya ingin buang air kecil dan menghapus jenuhnya pelajaran kimia Pak Bambang hari ini. Tapi jika aku buang air kecil nanti mereka mengintip.

Aku yang butuh buang air, menghampiri mereka berdua yang kelihatannya sedang bicara serius.

"Udah lah, jujur aja sama Saras. Gapapa, biar dibantuin." Seraya tertawa dia menunjuk-nunjuk ke arah toilet. Iya, si Okan.

"Iya, ada apa Semesta?" Tanyaku, yang tidak sepenuh hati tentunya.

"Tidak. Ayo pergi dari sini selokan." Berjalan cepat dengan menggenggam lengan Okan.

"Pelan-pelan kali tataku seyeng." Mulutnya komat kamit membaca mantra.

▪▪▪

Setelah masuk ke dalam toilet siswi, aku melihat sekeliling. Lebih tepatnya mencari tahu apa yang sebenarnya di cari oleh Semesta dan temannya. Tidak ada sesuatu yang ganjal. Tidak kupusingkan lagi hal itu.

Setelah hampir ku injakan kaki kiri keluar dari toilet siswi ini, aku melihat surat berwarna putih di pojok ruangan. Di lantai. Pantas saja tidak terlihat, lantainya saja berwarna putih.

Apa ini yang sedang mereka cari tadi? Untuk apa?

Lantas aku meraih surat itu dan pergi ke kelas Okan dan temannya, Semesta.

Tidak Pernah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang