12

11 1 0
                                    

Sepertinya lebih baik pergi saja dari sini. Bukankah pilihan itu adalah yang paling baik?

"Ca, kayaknya kita pindah aja yuk ke sebelah, ini rame banget restaurantnya. Gimana?"
"Kapan-kapan lagi kita bisa makan disini kok, ya?"

"Tapi kan lagi diskon sekarang gara-gara baru buka Ras," sudah aku duga, jawabannya pasti ada saja. Sekali tidak dia pasti bilang tidak soal makanan.

Lambat laun aku mengerti, bahwa aku tidak bisa kabur. Sembunyi adalah jalan terbaik. Untuk saat ini.

▪︎▪︎▪︎

Tiga puluh menit hanya untuk bebas dari antrian panjang yang menghalangi pintu masuk restaurant demi diskon. Tidak. Demi Sisca. Soal makanannya jangan ditanyakan, yang perlu ditanyakan sebenarnya bagaimana cara supaya aku bisa terlepas dari situasi mengerikan ini?

Aku lihat-lihat semuanya masih aman terkendali, di depanku sejauh ini. Semesta beserta Kevin duduk di arah jarum jam pukul sepuluh. Aku meratapi nasib. Mengapa dia bisa sedekat ini sih?

"Ta, itu cewe yang pakai masker belakang serong lo," sayup-sayup aku mendengar suara Kevin berbicara.

"Kayak familiar ga si lo?" jangan sampai dia sadar bahwa aku sedang ada di sini juga.

"Yang mana si, Vin?" kepala Semesta menengok ke arahku. Lega. Dia tidak menyadari dan mengerti yang Kevin maksud. sepertinya.

Dering telepon berbunyi. Bunyi itu berasal dari handphone Sisca.

"Ras, gue jawab telepon sebentar ya, sekalian ke toilet," belum puas aku mendengar kata-kata Sisca. Jika aku sendirian, bisa-bisa aku malah ketahuan oleh dua bocah arah jam sepuluh itu.

"Sebentar aja kok." Oke, tenang Saras. Tenang. Dia bilang cuman sebentar saja.

Lima belas menit kemudian, akhirnya Sisca datang ke arah ku, bersamaan dengan mas pelayan. By The Way masnya ganteng MasyaAllah ya, hehe. Aku dan Sisca mengucapkan terima kasih kepada mas-mas pelayan.

"Siapa Ca?" 

"Hah? Apanya? ...... Oooooh." Kalau teman kalian berkata 'hah?' sebaiknya tunggu saja. Sedang Loading.

"Engga, si Okan bilang mau kesini tadi jemput gue, jadi lo pulang sendiri aja gapapa kan, Ras?" Aku melihat dengan jelas bahwa Sisca meringis di akhir ia berbicara.

Tidak ingin sebenarnya aku membiarkan dia pulang bersama Okan, sepertinya aku terlalu berpikir macam-macam tentang hal-hal yang tidak perlu dipikirkan. Contohnya saja dua laki-laki arah jarum jam itu. Eh? sudah tidak ada? Bukankah waktu antrian masuk kita berdekatan? sementara pesanan ku baru saja sampai.

Sisca menggigit bibirnya dan melihat ke arahku sambil berkata, "Ra, jangan marah ya.. tapi gara-gara aku kayaknya Semesta nungguin kamu buat pulang bareng.." Kan sudah kubilang ada yang aneh. 

"Sisca, kamu sekarang seneng banget ya kayaknya bergaul sama Semesta dan antek-anteknya itu?" Kesal si jujur. Kalau dipikir-pikir dia tidak mungkin kan keluar secepat itu hanya karena menungguku? Dia kan bisa saja menungguku di dalam serambi makan dan berbincang-bincang dengan kawannya. Atau aku saja yang terlalu berlebihan? mungkin dia hanya memesan makanan ringan atau hanya minuman? Tunggu, mengapa juga aku pikirkan?

"Ca, iya gapapa mau main sama siapa aja, karena semua orang punya dunianya masing-masing,"

"Tapi lo tau kan, Ca, gue males banget berurusan sama orang kayak dia," jelasku dengan nada halus dan pengertian.

"Kalau mau main sama mereka atau deket sama Okan gapapa Ca, asal gak bawa-bawa gue." Jelas aku sedikit kesal. Laki-laki aneh itu sungguh mengganggu untuk orang sepertiku.

"Maaf, Ras, kayaknya Okan yang ngomong ke Semesta.."

"Maaf banget ya.."

"Tapi Semesta ganteng kok Ras, cocok!!!" Aku melotot ke arah Sisca. Dia serius minta maaf tidak sih? aku sudah luluh sesaat, tetapi Sisca yang menyebalkan itu datang lagi.

Handphone ku berdering menandakan ada pesan masuk. 

'Masih lama ya?'

'Aku tetep nunggu di depan restaurant ini.'

'Jangan kabur-kaburan ya! <3' Hah? apa-apaan tanda itu? Dia sepertinya laki-laki yang senang sekali mempermainkan hati perempuan atau bagaimana?

"Gimana Ras? gapapa ya, kali ini aja pulang sama Semesta," kalau dia biasa saja denganku iya tidak apa-apa, lumayan tidak bayar. Tetapi dia begitu padaku. Mengertikan maksudku? 

Dua puluh menit kemudian, aku dan Sisca baru saja selesai makan. Kenyang. Tetapi jika kalian bertanya bagaimana rasanya, aku hanya memakannya. Pikiranku kemana-mana. Begini, kalau kalian ada di posisiku kalian akan melakukan apa? Bukan masalah yang besar sih, tapi aneh.

"Aku duluan ya, Ras," Sisca berbicara dengan khasnya. Cekikikan. Untung sayang.

Bagaimana ini? Keluar sekarang atau nanti sepertinya dia tidak akan menyerah. Aku putuskan untuk keluar sekarang saja.

"Hai Semesta,"

"Udah lama nunggunya? Sorry, gue balik sendiri aja ya, makasih tawarannya."

Semesta tidak banyak berbicara, ia hanya senyum dengan membuntutiku di belakang. Aku berhenti melangkahkan kakiku dan segera berbalik memastikan bahwa Semesta tidak akan macam-macam. Semoga dia hanya mengambil arah jalan pulang yang sama denganku.

Sampai di depan aku mengeluarkan handphone ku-- 

"TANGKAP AKU KALAU BISA! HAHAHAHA," dasar bocah sialan. Eh? tidak ada larangan untuk aku berkata kasar kan? Aku mengejarnya hingga ke basement. Dia berlari ke arah mobil, mobilnya mungkin. Oh, aku tau sekarang, aku dipancing bagai ikan dan handphone ku sebagai umpannya, agar aku pulang bersamanya. Ide yang cukup menarik.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tidak Pernah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang