7

3 1 0
                                    

▪▪▪
Setelah acara menyimpan bekal di kelas Roki tadi pagi, kami bergegas masuk kelas kami, ipa3. Dan kami belajar seperti biasa di kelas sampai jam istirahat tiba.

"Ras, kantin yuk!" Selalu ada semangat pagi, Sisca.. Sisca.

"Iya sebentar, beresin buku dulu nih." Hey, ada yang jatuh. Surat? Ah, pasti dia lagi.

"CIE SARAS SURAT LAGI CIEEE" Untung saja, istirahat kali ini hanya ada aku dan Sisca. Jika ada yang tau tentang surat ini, pasti aku sudah di beri banyak pertanyaan. Seperti saksi dalam sebuah kejadian.

"Harusnya gue yang bilang ke lo Sisca." Sudah terbiasa dengan kecerewetannya, jadi ya sudah.

Surat itu kumasukkan ke dalam tas. Malas sekali jika kubaca sekarang. Bisa stress membayangkan Sisca koar koar tidak jelas.

Setelah hampir kami masuk ke Kantin, aku berhenti sejenak. Sisca mengikutiku.

"Hey, bukannya lo bawa bekal ya? Makan sana sama ayang beb lo." Kata-kata pancingan saja sebenarnya, Kantin terasa penuh sekali hari ini.

"Iya, ini gue bawa Ras.. makan di kantin sama dia... uda gue kasih note di bekal punya dia.." memberi tau kepadaku dengan malu malu. Tersipu.

"Yauda la, gue juga udah laper ni." Aku teringat bahwa semalam aku bilang akan menemui Roki dan bilang jika Sisca memiliki perasaan untuknya. Tapi jika dipikir-pikir ulang, itu namanya cari mati. Pasti di sana juga ada Semesta. Ribet.

"Ca, lo cari Roki sana, gue mau pesen nasi uduk dulu." Aku punya ide bagus.

"Maunya sama lo Ras."

"Gue malu.." lanjutnya.

"Gimana mau maju kalo lo aja malu Ca, ga malu sama peliharaan lo si kucing di rumah?" Akal-akalan ku saja sebenarnya.

"Iya deh, Ras. Lebih baik gue maju. Nanti ga maju-maju." Ya bagus Siscaku tersayang.

Setelah dia berjalan menghampiri Roki dan teman-temannya, segeralah aku memesan nasi uduk.
"Bu, beli nasi uduknya dibungkus aja ya, jangan dipiring. Komplit. Ini uangnya bu, makasih." Tiba-tiba saat aku melirik ke arah Sisca, si Okan sialan berteriak!

"NWENG SARAS TU SEMESTA."

Segera aku mengambil langkah kaki seribu keluar dari kantin, dan menuju kelas untuk makan nasi uduk yang sudah kubeli tadi. Kursi di sampingku tiba-tiba bergerak, "Eh, udah selesai pdkt lo Ca?"

"Belum, ini baru mau pdkt, suratnya sudah dibaca?" Kampret. Semesta ternyata mengikutiku sejak tadi.

"Ya terserah gue lah, mau udah dibaca lah, belum lah, syukur syukur masih mau di baca, daripada enggak sama sekali kan?" Aku melanjutkan makanku. Tiba-tiba tangannya mengelus lembut rambutku yang diikat satu.

"Makannya pelan-pelan, jangan cepet-cepet." Aku mencekal tangannya yang berada di atas kepalaku. Menariknya dan berbisik "jangan sentuh rambut gue." Aku mulai menjauh. Tapi, apa yang kulihat? Ini kan.. gelang itu? Apa kebetulan ya?

"Heh? Tadi marah-marah sekarang ga mau lepasin tangan gue. Dasar cewek. Malu tapi mau kan?" Aku yang tersadar dengan ucapannya, menghentakkan tangannya. Dan pergi keluar untung membuang bungkus nasi udak yang kumakan tadi. Tapi gelang itu..

Tidak Pernah KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang