Part 9

2.2K 276 15
                                    

Dara sungguh-sungguh berbohong pada orangtuanya, bahwa dia ada tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Dengan meminta teman-temannya kerjasama, dia mengatakan akan mengerjakan tugas di rumah Vivi dan lebih baik menginap karena acara drama.

Awalnya orangtuanya sangsi, tapi begitu menerima telepon dari Vivi menjadikan mereka percaya. Bahkan kakak laki-lakinya juga tidak bisa mengantar karena sedang ada seminar di kota lain.

Sepertinya semua terasa mudah bagi Dara melaksanakan hukuman atas kekalahannya menggaet sang Guru Tampan. Alhasil, sekarang dia berdiri di sini. Di sebuah klub hiburan malam yang seharusnya belum boleh mereka datangi. Meski Dara sudah 18 tahun tapi dia belum memiliki KTP. Hanya saja, Vivi sudah sering datang ke tempat ini sehingga dengan leluasa masuk dan memesan minuman yang jelas-jelas haram untuk masuk dalam tubuh mereka.

"Segelas aja," ujar Vivi menyodorkan gelas dengan isi hanya seperempatnya saja. "Segini aja mahal lho, ori." Dia tersenyum dengan manis.

"Kan haram, Vi. Duh gue takut."

"Halah, semua manusia emang pembuat dosa kok. Emang ada manusia suci bersih? Yang sok alim aja tetep punya dosa, kenapa kita harus riskan? Setiap manusia cuma beda cara dalam berdosa aja, so ... santai bro. Masuk neraka semua hahaha," katanya dengan sedikit berteriak karena musik mulai memekakkan telinga.

Apa yang Vivi katakan memang sedang trend di kalangan pengguna sosial media untuk menghalalkan dosa dan kesalahan. Seolah semua manusia dibenarkan berbuat salah, tanpa berusaha menjadi benar dan mencoba menjadi baik.

"Setelah minum ini, Lo harus nari di lantai dansa sana. Kita lihat, seberapa kuat Lo nahan godaan cowok-cowok ganteng di sini," lanjutnya dengan seringaian jahil.

Dara gugup, dia menatap gelas minuman yang entah rasanya bagaimana. Bahkan baunya saja dia tidak suka.

"Ayo dong, atau gue perberat hukumannya. Benera gue lempar ke om-om di sana!" desak Vivi dengan wajah yang mulai jengkel. Dia sepertinya puas melihat ketakutan Dara, entah apa motifnya.

Dengan memejamkan mata, terpaksa gadis itu menengak minuman terlarang dalam sekali tegukan, Meski dia hampir muntah dan kepedasan. Namun Vivi dan teman-temannya terus memaksa dia menghabiskan minuman beralkohol tersebut.

Dara mulai merasakan berkunang-kunang, tapi dengan  cepat menyeretnya ke lantai dansa. Menari dan memaksa dia mendekati pria yang mulai menatap Dara dengan tatapan kehausan. Seperti  tahu bahwa gadis itu lugu dan masih sangat terjaga.

Di sudut lain, Seno baru saja memeriksa tugas harian murid-murid. Mengambil ponsel dan membalas beberapa pesan masuk. Tiba biasanya dia iseng membuka status kontaknya. Menemukan beberapa status teman-teman Dara yang memposting gadis itu tengah menari berasma seorang pria.

"Apa dia dikerjai Vivi?" gumam Seno sedikit cemas, mengingat gadis itu kalah taruhan. Gagal mendapatkannya.

Meski ada rasa tidak tega mendera, dia berusaha memejamkan mata. Hingga sebuah telepon dari wakil kepala sekolah masuk.

"Pak Seno, minta tolong ya ada anak-anak yang terjaring razia di sebuah klub hiburan malam. Dari kartu identitasnya katanya dari sekolah kita. Aduh, bisa rusak citra sekolah jika sampai bocor ke publik. Mereka ada di kantor polisi untuk tes urine juga."

Deg!

Seno langsung bangkit dari ranjang, memakai jaket dan mengatakan siap untuk menjemput anak-anak didiknya di Polres. Dia masih ingat postingan teman-teman Dara dan memperlihatkan gadis itu menari seperti mabuk.

Cemas, merasa bersalah, semua menjadi satu selama dia mengendarai kuda besinya menuju kantor polisi. Ada rasa takut andai terjadi sesuatu pada gadis yang telah dia tolak menatah-mentah. Karena patah hati olehnya, dia nekat berbuat di luar batas norma.

Need A Wife (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang