Seno melepaskan kemeja batik yang ia kenakan, lalu menaruhnya di box. Langkahnya gontai menuju ranjang, merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar. Ingatannya berjalan ke masa lalu, menatap bantal di sebelah kirinya. Biasanya, ada wanita cantik tersenyum menyambut kedatangannya. Menyentuh dada bidangnya, lalu menyusup ke pelukannya.
Indri, wanita yang mungkin malam ini tengah menikmati kisah yang indah bersama suami barunya. Pria yang dulu diam-diam selalu memberikan perhatian padanya, memberi uang hingga barang yang tak mampu dibelikan oleh Seno.
Sementara sang mantan suami, malam-malamnya selalu sepi pasca perceraian. Setiap malam dilalui dengan mengecek buku siswa dan mempersiapkan data untuk verifikasi sebagai ASN. Guna mendapatkan upah yang lebih layak.
Saat itu, gaji Seno hanya tujuh ratus ribu rupiah di sebuah sekolah negeri. Lebih beruntung dibanding rekan-rekannya, karena ada beberapa yang hanya mendapat upah bulanan di bawah lima ratus ribu.
Hanya saja, untuk seorang kepala keluarga, gaji Seno tidaklah mencukupi. Jangankan untuk menyenangkan Indri, untuk membiayai makan sehari-hari saja sudah sangat minim. Sementara dua adiknya juga bersekolah memerlukan biaya lebih.
Indri, dulu karena cinta tak peduli meski sang kekasih tak punya uang. Cinta adalah cinta, tak bisa disetarakan dengan materi. Itu saat pacaran. Sayangnya, saat memasuki bahtera rumah tangga, uang menjadi bagian terpenting. Indri sempat bekerja untuk menambal penghasilan suami, justru lama kelamaan geram karena gajinya yang lebih besar dari Seno banyak terpakai untuk membiayai ibu dan adik suaminya tersebut.
Indri berang, mulai perhitungan. Bahkan pernah suatu ketika tak ada beras, dia pun enggan mengeluarkan uang. Memilih makan di tempat kerja dan membiarkan suaminya dengan mertuanya tidak makan seharian.
Sepintas, Seno memaklumi perilaku istrinya yang mungkin tidak siap dengan keadaan ekonomi rumah tangga mereka. Namun, semakin hari Indri semakin tak peduli. Bahkan sering pulang malam, membeli barang mewah, hingga sering menerima telepon diam-diam.
"Bang," panggil adik Seno dari luar kamar.
Pria yang tengah melamun itu bangkit menuju pintu. membuka kunci dan memandang adik perempuannya yang tersenyum ramah.
"Aku dah dapat kerjaan, Bang," ujar adiknya bahagia.
"Alhamdulillah," balas Seno sambil keluar kamar, "nanti ... kalau sudah kerja, ada penghasilan baru kamu kuliah ya, De. Harus sabar."
"Iya, Ria juga nggak mau beratin Bang Seno terus." Gadis yang baru lulus sekolah kejuruan itu terlihat bahagia.
Seno duduk di kursi makan, menatap hidangan yang tentu berbeda sekali saat dia menikah dengan Indri dulu. Kini, ada banyak macam lauk pauk yang tersedia, sedangkan dulu ... kadang telur dadar dibagi berapa potong.
"Kok, melamun terus, No," tegur ibunya meski tak terlalu heran, mengingat Seno baru saja menghadiri undangan pernikahan mantan istrinya.
"Nggak apa, Bu." Pria itu menyendok nasi, lalu makan dengan lahap.
"Lho, emang di nikahan si Indri nggak makan, Bang?" tanya Aditya adik laki-laki Seno.
"Enggak sempat, ngobrol aja ama temen-temen."
"Syukur nggak pingsan," ejek Ria sambil terkekeh geli.
"Mantap sih abang sukses move-on," balas Aditya lagi.
"Kalau iya move-on harusnya dia dah bawa mantu lagi buat ibu," sindir sang Ibu yang membuat Seno menghentikan suapan ke bibirnya.
"Seno nggak mau ada Indri Indri yang lain, Bu."
"Dulu kan karena kalian terlalu terburu-buru nikah. Belum mapan udah main nikah aja, Indri juga nggak sabar dengan proses dan ujian pernikahan," ujar Ibu Seno dengan menatap putra pertamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Need A Wife (Terbit)
RomanceSeno, seorang duda tampan yang terjebak di antara tiga wanita. Mantan istrinya. Rekan gurunya. dan Muridnya. Lalu, siapakah yang akan berhasil masuk ke dalam hati Seno?