Part 11

2.4K 302 30
                                    

"Selamat ya, duh nggak sabar kondangan kita," goda Para Guru saat Seno dan Rara tibai ruangan kerja mereka. Kabar lamaran kemarin menyebar seantero sekolah. Ada yang setuju karena menganggap pasangan serasi, ada yang patah hati bohongan, tentu ada yang patah hati betulan.

Dara, salah satu yang meraskan hatinya bagai teriris sembilu menatap nanar ke jendela. Perih, mendengar bahasan teman-temannya membahas kemesraan Bu Rara dan Pak Seno tadi saat masuk ruang guru, sudah seperti pengantin baru. Saling tatap dengan senyuman menggoda. Seperti pasangan selebritis yang baru saja menikah dan viral di jagat sosial media. Foto keduanya bersanding dengan orangtua masing-masing terpampang di berbagai grup kelas.

Vivi memandang temannya yang terluka, ada rasa bersalah karena terus mempermainkan perasaan Dara untuk kesenangannya. Kadang ia juga bertanya, kenapa cinta itu rumit? Serumit pernikahan ayahnya dengan istrinya yang sekarang, pasca ibu mereka meninggal ketika Vivi masih TK.

"Lho jatuh cinta beneran sama Pak Seno ya?" tanya Vivi duduk di sisi Dara yang sejak tadi hanya mencoret-coret halaman kertas yang kosong.

"Sorry, Vi. Ortu gue melarang gue main sama Lo lagi," katanya pelan.

"Gue tahu, gue juga nggak bakal ngerjain Lo lagi. Sorry, kalau selama ini gue emang manfaatin keluguan Lo buat seneng-seneng aja." Vivi menatap ke papan yang kosong.

"Maksudnya?" tanya Dara heran.

"Selama ini gue sering taruhan sama Lo cuma buat senang-senang. Seru aja saat Lo kalah, atau saat Lo menang. Buat gue itu hiburan banget, bisa ngalihin pikiran gue."

Dara menatap teman dekatnya tersebut, ada rasa iba di hatinya. Namun dia tidak punya pilihan lain selain menjauhi Vivi yang dianggap membawa dampak buruk bagi dirinya. Namun, melihat Vivi hari ini terlihat sangat beda. Keaslian dirinya seperti nyata bahwa sesungguhnya dia harus perhatian orangtua.

"Vi, apapun yang terjadi dengan hidup Lo. Berusahalah untuk berubah, sayangi masa depanmu. Masa depan kita masih panjang," ujar Dara pelan.

Vivi mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya. Membuka ponsel dan memutar adegan Seno dan Dara di parkiran kantor polisi.

"Kalian cocok," gumamnya sambil tersenyum sinis. Lalu membuka ponsel yang satunya, nomor yang tak dimiliki siapapun. Setelah itu memindahkan video tersebut ke nomor rahasianya. Kemudian dia kirimkan pada nomor yang tertera dengan nama Bu Rara.

***

Bu Rara yang tengah melamun membayangkan masa depannya dengan Seno terkejut saat sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal masuk. Isinya sebuah video. Awalnya dia ragu untuk membukanya, tapi melihat Seno di layar depan membuat dia penasaran.

Video pertama terputas, terlihat Seno menahan tangan Dara yang hendak pergi darinya. Seperti adegan sebuah film romantis, calon suaminya itu terlihat gelisah di dekat sang gadis muda.

Nafas Bu Rara terlihat sesak dan langsung membuka video ke dua. Isinya bagaimana Seno memaksa Dara duduk di jok motornya, menyerahkan helm yang biasa dia pakai.

Bu Rara inget, beberapa hari lalu ada kasus murid-muridnya yang ditangkap polisi karena mengunjungi tempat hiburan malam. Di WAG guru dikatakan, Seno yang menjemput mereka. Anehnya, kenapa Seno hanya mengantar Dara sementara yang lain dijemput orangtuanya.

Dengan perasaan cemburu, dia membuka nomor kontak calon suaminya dan menghubunginya dengan tidak sabar.

"Assalaamualaikum," sapa Seno dengan lembut dan manis.

"Waalaikum salam, bisa ketemu?" tanya Bu Rara sedikit judes.

"Kok judes amat, ntar ilang cantiknya lho," goda Seno dengan kekehan lembut.

Need A Wife (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang