part 6

2.5K 268 11
                                    

Dara memutar otak agar bisa jadian dengan Seno. Padahal dia sudah berjanji tidak akan pacaran selama masih berseragam putih abu kepada orangtuanya.

Bukan hanya demi lima juta, tapi ada goresan perih saat melihat Seno dan Bu Rara jalan berdua. Bahkan ketika mereka terlihat tersenyum malu-malu satu sama lain. Seperti dua orang yang jatuh cinta.

Cemburu.

Mungkinkah itu yang Dara rasakan?

Esoknya saat tiba di sekolah, berulang kali dia melewati ruang guru hanya untuk melihat Pak Guru kesayangannya. Namun sayang yang ditunggu belum juga datang.

Seno sendiri masih di jalan terjebak macet. Bangun kesiangan membuat dia terkena kutukan ibukota. Sarapan pun ia lewatkan meski sudah dihidangkan ibunya sejak pagi.

Beruntung, saat tiba di sekolah belum masuk jam pelajaran, hingga masih sempat memesan teh hangat ke kantin untuk sekedar menghangatkan perutnya.

"Pak Seno memang belum sarapan?" tanya Bu Rara ketika mendapati Seno meminum teh hangat dan meminta disiapkan mie instan dengan telur ceplok nanti di jam istirahat.

"Tidak sempat, kesiangan," kekeh Seno dengan senyuman yang manis. Membuat wanita single di hadapannya tersenyum menampilkan gigi rapihnya.

"Saya bawa nasi goreng, mau tidak? Kalau nunggu istirahat bisa-bisa asam lambungnya naik," ujar Bu Rara perhatian.

Dara yang kembali ke ruang guru melihat adengan Bu Rara dan Pak Seno serah terima kotak makan merah jambu tersebut. Seolah tengah menyerahkan hati dan diterima dengan sepenuh jiwa oleh si pria. Gadis itu geram dan berontak.

Dia segera masuk ke ruang guru dan tanpa aba-aba menabrak lengan Seno hingga kotak makan yang sudah terbuka itu terlempar dengan isinya berserakan di lantai.

"Dara?" pekik salah seorang guru yang terkejut.

"Maaf, Dara kesandung, maaf." Dara meringis lalu menatap ekspresi Seno dan Bu Rara yang kecewa. "Saya bersihkan ya," katanya dengan cepat keluar dari ruang guru, mengambil serokan sampah dan sapu. Lalu dengan semangat menggebu menumpahkan nasi goreng cinta itu ke tampat sampah.

"Please, stay here ... oke," katanya dengan seringaian jahil pada nasi yang telah bercampur debu.

Bu Rara segera menyusul Dara dan menatapnya dengan penuh kekesalan.

"Kok bisa sampe nabrak gitu sih, Ra? Lagian kamu mau ngapain nyelonong ke ruang guru?" tanyanya penuh curiga. Mengingat sejak tadi baik Dara maupun Seno saling lirik diam-diam dan itu tertangkap basah oleh guru muda tersebut.

"Mau, mau ... mau ke Bu Rasmi nanyain langsung masuk atau kami harus menyelesaikan tugas dulu," ujar Dara gugup.

Tak lama Seno keluar dari ruang guru berniat menuju kelas pertama, ketiganya saling pandang dalam diam. Menyimpan pertanyaan masing-masing, hingga Bu Rara lebih dulu masuk ke dalam ruang guru.

"Besok aku ganti nasi gorengnya," ujar Dara saat melihat Seno melangkahkan kaki berniat meninggalkannya.

Seno tak menjawab, hanya sempat melirik sebentar lalu melanjutkan langkah menuju kelas pertama. Meninggalkan Dara yang tersenyum puas dan mengecupkan bibirnya lalu dia tiupkan ke arah pria yang semakin jauh.

Tanpa disadari Dara, Bu Rara berdiri di belakangnya dengan tatapan penuh rasa cemburu.

****

Sebelum jam istirahat tiba, Seno dan Bu Rara sudah ada di ruang guru hanya berdua. Keduanay hanya saling senyum sebagai tanda menyapa.

Bu Rara masih kecewa dengan kejadian tadi, ketika nasi goreng khusus untuk pria yang diam-diam dipujanya, malah dibuat tumpah ruah di lantai oleh Dara. Murid yang terdeteksi sebagai saingannya dalam merebut hati Seno.

Iya, kenyataannya jelas bahwa guru matematikan tersebut menyimpan rasa pada pria yang berstatus duda tersebut. Kebersamaan, digoda dan dijodohkan, menjadikan rasa tak biasa muncul di hatinya.

Wajar, karena Seno juga sangat perhatian padanya. Bahkan berulang kali menawarkan pulang bersama. Rasanya tidak mungkin jika hanya seorang teman begitu rajin menawarkan kebersamaan apalagi pada lawan jenis.

"Hayo bengong," tembak Seno saat menaruh berkas di filing kabinet belakang dekat tempat duduk Bu Rara.

Wanita cantik itu tersipu dan menatap pria yang tengah sibuk menyusun berkas yang dia simpan.

"Pak Seno, boleh saya tanya sesuatu?" Dia terlihat ragu.

"Apa tuh? Tanya aja boleh, gratis buat Bu Rara mah," goda Seno sambil duduk di kursi rekannya yang tak jauh dengan kursi wanita yang kini sedikit gelisah.

"Hmm, Pak Seno sama Dara ada hubungan apa ya?" tanyanya langsung pada inti.

Seno menoleh dan tersenyum menautkan dua alisnya yang tebal, "Maksudnya?"

"Ya, gimana ya, tadi saya nggak sengaja mergokin Dara lagi tertawa puas pasca menumpahkan nasi goreng saya, lalu meniupkan ciuman jarak jauh ke punggung Pak Seno gitu deh. Ya kali, saya emang salah malah ngasih makanan ke pacar murid saya, kan jadi nggak enak," papar Bu Rara dengan hati-hati, takut juga jika guru yang ada di kursi lain mendengar obrolan mereka.

Seno tersenyum meski dengan satu alis dinaikkan, tanda merasa bingung dan juga senang mendengar kegelisahan wanita yang sesungguhnya dia juga mengharapkan terjadi sebuah rasa yang sama, yaitu cinta.

"Namanya juga anak remaja, labil. Lagian dia terlalu muda buat saya, saya nyari yang lebih muda sedikit dari saya, dan harus berpikiran dewasa. Duh duda banyak maunya nih," kekeh Seno sambil menarik nafas panjang.

Sementara Bu Rara tersipu mendengar jawaban yang mengisyaratkan Seno tak ada hati untuk muridnya tersebut.

"Murid boleh saja suka gurunya, ya. Tapi Pak Guru berhak memilih yang disukainya, gitu ya?" tanya Bu Rara dengan rona merah jambu.

"Iya, semoga wanita yang saya suka juga memiliki rasa yang sama dengan saya. Meskipun, kadang saya nggak percaya diri dengan status duda," ujar Seno pelan. Kemudian bangkit menuju mejanya di bagian depan. Menyisakan senyuman manis terukir di bibir wanita yang diam-diam selalu cemburu jika Seno diidolakan banyak murid perempuan.

Di sisi lain Dara tersenyum puas karena menghancurkan kemesraan dua orang guru yang teridentifikasi tengah jatuh cinta tersebut. Di sisi lain, ada cemburu yang menjalar. Pun kekhawatiran akan jadi bulan-bulanan Vivi jika dia kalah taruhan.

Gadis itu tak berkonsentrasi selama pelajaran berlangsung, pikirannya terus melanglangbuana memikirkan cara agar bisa mendapatkan perhatian bahkan cinta guru bahasa Indonesianya.

"Terkadang kesuksesan bisa diraih dengan instan menggunakan cara-cara ekstrim. Sayang, hasilnya juga biasanya tidak bertahan lama. Karena itu, kesabaran dan keuletan harus tetap menjadi poin penting dalam menjalankan usaha. Ingat, tidak hanya usaha dan niat, tapi juga doa." Guru di depan kelas Dara seolah memberikan inspirasi.

Sayang, Dara salah menangkapnya. Hingga dia mencari ide ekstrim untuk menaklukkan hati Pak Senonya.

"Ya, sepertinya aku harus coba hal-hal ekstrim," gumamnya sambil tersenyum puas.

****
Bersambung




Need A Wife (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang