Don't forget to press vote and give your comments, thank you.
Harry's POV
"Harry. Kau bercanda 'kan." Tanyanya kepadaku. Aku bahkan tak mengerti apa yang ia maksud. Aku hanya diam sedari tadi, tak ada tingkahku yang mencerminkan jika aku tengah bercanda. Apa-apaan manusia tolol ini.
"Harry!" Pekiknya lagi. Dengan itu aku mendorong tubuhnya hingga berbaring. Aku merangkak untuk berada diatasnya.
"Apa. Aku tak mengerti dengan ucapanmu tolol." Tanyaku. Memang dasar wanita perkasa. Ia menghantamkan keningnya dengan keningku dan otomatis aku bangkit menjauh darinya sambil meringis. Dasar kepala batu!
"Itu. Ucapanmu di Rolling Stone!"
"Ya yang mana. Aku membahas banyak hal disitu. Hanya saja aku menahan diriku untuk tidak membahas tentang kau diatas ranjang." Jawabku sambil terus mengusap keningku yang baru saja beradu dengan batu kali.
"Tentang One Direction. Sialan." Ah aku sudah menduga ini. Orang pertama yang akan menerorku tentang opiniku didalam Rolling Stone itu pasti Barbara.
"Kenapa. Aku hanya bicara jujur. Aku memang menikmati semua prosesku dalam bersolo. Dan 'ya, kalaupun One Direction benar-benar selesai, bubar, setidaknya kami mempunyai alasan yang baik untuk mengakhirinya."
"Apa alasannya. Kurasa kalian tidak mempunyai alasan yang baik dan tepat untuk bubar begitu saja." Tanyanya lagi. Memang dasar darah Directioners nya itu sudah mendaging.
"Lagi pula jika tidak bubar pun aku tak akan mau lagi kembali bersama One Direction." Ucapku sambil meraih kakinya dan menempatkannya diatas pahaku.
"Kenapa begitu."
"Barbs, permasalahan kemarin dengan Liam menjadi alasan kuatku untuk bertahan dengan solo ini. Aku bahkan masih ingin meninju wajahnya hingga hari ini."
"I'm going solo lo lo lo lo lo.." Ledeknya. Memang dasar sialan. Tidakkah ia lelah mencari masalah terus menerus denganku.
"Jangan meledekku. Jika nanti aku makan malam dengan Jennie saja kau akan marah."
"Yee.. silahkan saja. Kau pikir aku mempermasalahkan itu. Tentu iya. Aku akan menghajarnya didepanmu." Jawabnya dan aku terkekeh akan itu. Aku menarik tangannya memaksa ia untuk duduk. Lalu aku memeluknya sambil menciumi kepalanya. Untung saja ia tak sedang menjadi Singa saat ini.
"Hajar saja. Aku tak perduli. Kau pikir aku suka dengannya. Tentu iya. Hehe aku bercanda. Setelah aku bersamamu. Aku tak lagi suka dengan tubuh yang lurus seperti kertas hvs." Jawabku. Ia tadi sempat menatapku sengit seolah siap untuk menghajarku.
"Harry! Kau baikan saja 'ya dengan Liam. Aku tidak mau One Direction bubar. Enak saja. Aku 'kan sudah lama tidak menistakan mereka."
"Apa. Tidak. Aku tidak mau. Kecuali jika aku amnesia dan lupa dengan kejadian kemarin. Mungkin aku baru mau berteman lagi dengannya."
"Kalau kau amnesia, berarti kau juga lupa denganku. Dasar tolol." Ah ya benar juga. Nanti aku juga lupa siapa ibuku dan siapa namaku.
"Kau 'kan bisa bertemu Niall, Louis atau Zain sekalipun hanya untuk menistakan mereka. Ajak saja mereka makan siang atau berkumpul diclub. Lalu kau nistakan mereka. Simple kan." Usulku. Ia memutarkan kedua matanya jengah lalu melepaskan tanganku yang sedari tadi memeluk pinggangnya.
"Kau pikir itu mudah. Oh ya, kau tampan juga difoto-foto ini." Ucapnya sambil menunjukan layar ponselnya yang mana disitu terdapat fotoku untuk majalah Rolling Stone. Kemana saja dia. Kenapa baru sekarang dia menyadari ketampananku.
"Makanya. Kalau punya kekasih tampan itu sering-sering dilihat dan disayang. Jangan dinistakan."
"Lebih tampan Niall." Jawabnya santai. Ya memang. Niall juga tampan. One Direction itu isinya lelaki tampan semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO ONE KNOWS | Harry Styles
Fiksi PenggemarHarry Styles, lelaki berumur 25 tahun yang berprofesi sebagai Penyanyi, Songwriter, Aktor, dan juga Model. Memulai solo karier dari awal, tidak membuat dirinya sulit untuk mendapatkan ketenaran. Semua orang mengenalnya, siapa yang tak kenal Harry St...