BAB 23

5.1K 186 0
                                    

Emir kembali melemparkan berkas-berkas dihadapannya. Emir menendang kursi, meja serta memecahkan botol dan vas bunga dihadapannya. Emir tidak bisa mengontrol emosinya. Seluruh anak buahnya keluar, melihat prilaku sang atasan. Semuanya tidak bisa mencegah apa yang dilakukannya. Tidak ada satupun yang berani mendekat. Suara pecahan itu kembali terdengar. Inilah yang terjadi, jika ia sudah tidak tahu meluapkan kemarahan itu dengan siapa.

Setelah puas dengan apa yang ia lakukan, Emir berteriak, ia menggeram. Emir mengatur nafasnya, beberapa menit yang lalu. Emir mengetahui obat yang ditemuinya di flat Arum. Obat itu ternyata obat vitamin penguat kandungan.

Emir yakin Arum hamil, anak yang dikandungnya pasti anak dirinya. Emir mengetahui itu dari dokter terdekat dari flat Arum. Dokter itu yang memberitahunya langsung. Usia kandungan itu berjalan 3 minggu, ya tepat sekali. Emir pernah melakukan hubungan itu bersama Arum, tiga minggu yang lalu bersama dirinya.

Dan kini, wanita itu menghilang darinya. Hingga kini ia belum menemukan Arum. Sial !!!. Arum wanita itu telah mengandung anaknya. Ia yakin Arum mengandung anaknya. Emir kembali diam, seketika ponsel miiknya berbunyi.

Emir menatap layar ponsel yang berbunyi itu. "Jhons calling". Emir menekan tombol hijau itu.

"Iya" ucap Emir.

"Saya sudah menemukan Arum. Dia ada di rumah Aslan".

"Dirumah Aslan? Kenapa ia berada disana?".

"Sepertinya dia tinggal disana".

"Kamu ada dimana?" Tanya Emir.

"Saya ada di depan rumah Aslan".

"Bagus kalau begitu, awasi Arum. Jika kamu bertemu dia, kamu segera bawa dia, bagaimanapun caranya".

"Baik, akan saya lakukan".

Emir lalu menekan tombol merah. Hatinya mulai tenang, mengetahui keberadaan Arum sekarang.

***

Arum menatap penampilannya sekali lagi. Dress putih menjadi pilihannya kali ini, dipadu dengan kardigan hitam miliknya. Arum sengaja mengurai rambut lurusnya. Ibunya Aslan mengajaknya berbelanja. Tentu saja, Arum menyetujui ajakannya. Ia sudah terlalu bosan dirumah terus, tanpa melakukan aktifitas kecuali membantu ibu Aslan memasak.

Kini ia tiba di sepermarket, Arum membawa troli sedang ibu Aslan memilih beberapa daging segar, yang sudah dikemas disterofoam. Ibu Aslan menatapnya.

"Kapan kalian akan menikah?" Tanya Ibu Aslan. Ia melirik Arum, Arum memasukan tomat didalamnya.

"Menikah?".

"Iya, menikah. Saya sudah tidak sabar menggendong cucu Arum. Segeralah menikah, kamu sangat pantas mendampingi Aslan".

Arum menarik nafas, tidak pernah terlintas dipikirkannya untuk menikah. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang. Arum tersenyum kembali menatap ibu Aslan.

"Aslan belum melamar saya ibu, bagaimana saya bisa memutuskannya".

Ibu Aslan mengerutkan dahi, "Laki-laki itu mau menunggu apa lagi. Dia sudah terlalu tua untuk bermain-main dengan seorang wanita. Saya juga tidak tahu jalan pikirannya".

"Ya, Aslan memang seperti itu ibu".

Ibu Aslan mengerutkan dahi, "Tapi, dia terlihat serius dengan kamu. Dia terlihat sangat menyayangi kamu. Saya akan menyuruhnya melamar kamu segera".

Arum tertawa, "Jangan lakukan itu ibu, biar dia saja yang melakukannya. Saya yakin dia mempunyai cara tersendiri untuk melamar saya".

Arum lalu memasukkan beberapa buah apel. Arum mencoba untuk menenangkan hati ibu Aslan. Ibu Aslan begitu menyukainya, beliau terlihat hangat. Arum belum pernah merasakan, kasih sayang seorang ibu. Arum akan berterima kasih kepada Aslan, memperkenalkan ibu yang begitu baik kepadanya.

"Ibu akan membuat apa hari ini?" Tanya Arum.

"Entahlah, ibu juga bingung ingin membuat apa".

Arum tersenyum, "Hari ini ibu tidak perlu memasak, saya akan memaksakan untuk ibu. Ibu hanya perlu duduk dan menunggu di meja, bagaimana?".

Ibu Aslan terpana, "Ya Tuhan, kamu pintar sekali mencuri hati saya".

Arum tersenyum, "Ibu, saya akan berterima kasih kepada Aslan. Karena telah memperkenalkan ibu yang begitu cantik, baik dan pengertian seperti ibu" Arum meraih tangan ibu Aslan. Lalu mengecup punggung tangan itu.

"Ibu tahu, seumur hidup saya, saya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Jadi saya akan membuat ibu bahagia, walau hanya sehari saja".

Ibu Aslan berkaca-kaca, ia lalu memeluk tubuh ramping Arum. "Saya sungguh terharu mendengar kata-kata kamu. Hati saya sepertinya berdesir mendengar kata-kata kamu".

"Sudahlah ibu, tidak apa-apa. Malu dilihat orang, jika ibu memeluk saya seperti ini" ucap Arum. Arum mengelus punggung tubuh ibu Aslan.

"Biarkan saja, mereka tidak tahu apa yang kita bicarakan. Saya bahagia jika kamu segera menikah dengan Aslan".

Ibu Aslan melonggarkan pelukkanya, menatap wajah cantik itu. "Menikahlah dengan Aslan. Saya sudah menunggu terlalu lama".

Arum hanya tersenyum, ia lalu memasukan beberapa buah anggur.

"Menurut kamu, Aslan seperti apa?".

Arum mengerutkan dahi, "tentu saja, Aslan tampan, baik, dan yang pasti dia menyayangi ibunya. Saya yakin jika seorang pria, sangat menyayangi ibunya, dia pasti memperlakukan istrinya seperti ibunya".

"Ya kamu benar, saya bahagia jika kamu mendampingi Aslan".

"Iya ibu".

***

Arum duduk sambil membujurkan kakinya, menatap kearah jendela. Arum menatap awan yang sudah menghitam. Arum mendengar derap langkah. Arum lalu memutar wajahnya, ia tersenyum menatap Aslan. Wajahnya tampan seperti biasa. Aslan lalu duduk disampingnya, dan memeluknya dari belakang.

Arum dapat merasakan tubuh hangat itu menempel ditubuhnya.

"Ibu, menyuruh saya menikahi kamu secepatnya" bisik Aslan.

Arum menarik nafasi ia memutar tubuhnya menghadap Aslan. Ia tidak menanggapi ucapan Aslan, "Kamu sudah pulang? Bagaimana kerjaan hari ini".

"Begitu melelahkan, seperti biasa. Kamu sengaja mengalihkan pernyataan saya?".

Arum tertawa, ia tersenyum menatap Aslan. "Nanti, kita akan membahasnya nanti" ucap Arum.

"Kata ibu, kamu menunggu lamaran saya. Apakah saya perlu menyelipkan sebuah cincin dijari kamu. Jujur saya bukan laki-laki romantis. Saya juga tidak sempat membeli cincin" ucap Aslan.

Arum lalu mendekatkan wajahnya, ia mengecup pipi Aslan. "Saya tidak perlu hal seperti itu. Kita bicarakan nanti, mandilah, kamu terlihat berantakkan".

Aslan tertawa, ia lalu mengecup bibir tipis Arum. "Ya, sebaiknya saya mandi dulu".

***

TERPIKAT CINTA MAFIA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang