BAB 12

5.8K 219 0
                                    

Emir melirik Arum, ia sedang hanyut dalam film yang ditontonnya saat ini. Air matanya jatuh dipipinnya. Adegan romeo dan juliet yang begitu menyayat hati, Juliet sedang meminum racun, tidak rela ditinggal sang kekasih.

Oh Tuhan, ia sudah menonton film ini puluhan kali dengan versi dan pemain yang berbeda dari generasi ke generasi. Cerita yang sama, dengan adegan ending yang sama. Emir tidak habis pikir, Arum begitu hanyut dengan perasaanya. Arum sudah menghabiskan setengah kotak tisu untuk menghapus air matanya. Emir hanya memperhatikan Arum menangis. Akhirnya film itu selesai dan Arum meletakkan kotak tisu itu diatas meja.

"Emir, filmnya romeo dan julietnya bagus sekali. Saya sampai tidak bisa menghentikan air mata saya" ucap Arum.

"Iya memang bagus, tapi saya paling suka adegan yang diranjang tadi, dari pada adegan juliet meminum racun itu".

Wajah Arum bersemu merah, masalahnya ia juga menonton adegan itu bersama Emir di sini. "Semua laki-laki, sama saja suka adegan seperti itu" sungut Arum.

"Bukankah itu normal".

Arum gelagapan, masalahnya Emir sekarang sudah berada begitu dekat dengannya. Cepat sekali Emir berpindah tempat seperti ini, "Ya, itu normal".

"Dan saya menginginkannya" ucap Emir serius. Emir menatap wajah Arum.

"Menginginkan? Maksud kamu?" Tubuh Arum menjauh, ia membalas tatapan Emir.

Emir memegang pundak Arum yang terbuka. Jujur Emir dari tadi menahan diri untuk tidak tergoda oleh tubuh Arum. Tapi kali ini ia tidak bisa menahan diri lagi, ia benar-benar menginginkan Arum. Arum hanya mengenakan dress biru dengan bahu terbuka. Sebagian pahanya tersingkap ke atas. Mungkin Arum tidak menyadari itu, karena wanita itu tengah menangis. Emir memutar tubuh Arum, agar menghadap dirinya. Ia menatap Arum dengan tatapan menginginkan.

"Saya ingin kamu"

Emir mengelus punggung Arum, Emir menarik pinggang Arum, merapat ke tubuhnya. Arum hanya diam ketika ia melakukan seperti itu. Emir semakin gila, tangannya bergeliya ditubuh Arum.

Jantung Arum maraton, ia tidak menolak Emir melakukan itu kepadanya. Tangan Emir menyentuh tubuhnya dengan perlahan-lahan.

"Saya menginginkan kamu" bisik Emir lagi.

Emir lalu mengecup bahu Arum yang terbuka. Ia mengecup itu secara perlahan-lahan, hingga dibagian lehernya. Emir memberi jeda, agar Arum menolaknya. Tapi setelah ditunggu-tunggu, Arum bahkan memberi akses lebih untuknya, agar mengecup lehernya lebih dalam.

Emir menatap Arum, mata itu tertutup, ia menggigit bibirnya, agar tidak mendesah. Emir lalu melakukan aksinya lagi, Arum juga menginginkan dirinya. Emir lalu mengecup bibir Arum, ia melumat bibir itu. Bibir itu pernah ia rasakan sebelumnya. Dan kali ini, ia merasakan sebenarnya. Rasanya begitu nikmat, dan sangat manis. Emir mengeksplor deretan gigi Arum. Arum mengalungkan tanganya di leher Emir.

Emir mengangkat tubuh Arum, agar duduk di pangkuannya. Dengan posisi seperti ini, ia bisa mengakses lebih tubuh Arum. Amir melumat bibir itu dengan segenap hati dan jiwanya. Tangan kiri Emir, mengelus punggung Arum yang terbuka. Emir sudah menduga bahwa Arum tidak menggunakan bra, masalah tidak ada satupun pengait disana.

Sementara tangan kanan Emir mendekap tubuh Arum, agar merapat ditubuhnya. Bibir Emir masih aktif melumat bibir Arum, ia tidak memberi jeda sedikitpun untuk Arum berpikir. Jika saja ia memeberi jeda itu, ia pastikan Arum menampar wajahnya.

Emir semakin gila, ia kini ia melepaskan pangutannya, dan ia beralih keleher jenjang itu, harum vanila dari tubuh Arum membuatnya semakin bernafsu untuk menginginkan Arum seutuhnya. Emir menatap Arum, ia mengatur nafasnya, begitu juga dengan Arum. Emir mantap Arum, wajah itu sama-sama saling menginginkan.

"Di kamar saya"

Arum hanya diam, ia masih tidak fokus apa yang dilakukannya saat ini. Arum mengatur nafasnya, dan ia membalas tatapan Emir.

"Saya, tidak memaksa kamu. Saya hanya ingin melakukan apa yang ingin saya lakukan, karena saya tahu kita sama-sama saling menginginkan"

Emir menunggu jawaban Arum, sedetik kemudian, Arum mengangguk. Emir tersenyum melihat jawaban Arum untuknya. Emir tidak menyangka Arum menginginkannya juga. Rasa bahagianya tidak dipungkiri lagi, inilah yang ia inginkan.

******

Arum menggeliat, ia membuka matanya secara perlahan. Ia menatap kamar yang didominasi warna abu-abu gelap. Jujur semenjak Arum menginjakkan kakinya dirumah ini, ia tidak pernah sekalipun menginjakan kakinya kekamar Emir. Karena dari Awal Emir melarangnya untuk membersihkan kamar pribadinya. Kamar yang didominasi warna abu-abu gelap yang sangat maskulin. Arum menatap Emir, Emir tertidur pulas. Atas aktivitas yang ia lakukan beberapa jam yang lalu. Arum lalu menyibak badcover dari tubuhnya, memunguti satu persatu pakaiannya di lantai. Arum memakai pakaiannya kembali, dan ia melangkah dengan diam. Ia tidak ingin Emir terbangun. Arum lalu membuka pintu secara perlahan dan meninggalkan Emir yang tengah tertidur pulas.

****

Sejam kemudian, Emir terbangun, Arum sudah tidak ada disisinya. Emir mengambil boxer miliknya yang tergeletak di lantai dan lalu keluar mencari Arum. Saat ini ia hanya ingin melihat Arum, tiba-tiba menghilang begitulah saja. Sungguh itu membuatnya panik. Semenit kemudian, ia mendapati wanita yang ia cari. Wanita itu sedang di dapur, ia sedang sibuk dengan sodet dan telfon.

Emir tersenyum dan ia merasa lega. Emir melangkah mendekat, ia lalu memeluk tubuh Arum dari belakang. Emir mengecup puncak kepala Arum.

"Kamu kenapa meninggalkan saya" gumam Emir.

Emir memutar tubuh Arum, dan tangan kirinya mematikan kompor elektrik itu. Emir menatap wajah cantik Arum. Rambut Arum masih terasa lembab di tangannya. Ia pastikan Arum baru saja selesai mandi.

"Kamu tadi tertidur pulas, saya jadi tidak enak membangunkan kamu" ucap Arum.

Emir mengelus rambut Arum dan dikecupnya lagi puncak kepala itu, "tadi saya panik, tidak mendapati kamu disisi saya".

"Untuk apa kamu takut, sementara saya masih punya tanggung jawab mengurusi kamu, bukankah begitu?".

Emir tersenyum, ia mengelus dagu Arum. Emir menatap iris mata coklat Arum. "Sebaiknya kita makan diluar saja hari ini".

Arum tersenyum dan ia mengangguk, "iya".

***

TERPIKAT CINTA MAFIA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang