BAB 32

4.8K 201 7
                                    

Emir membuka pintu mobil untuk Arum. Arum menarik nafas, ia kembali lagi kerumah Emir. Arum menatap Emir yang kini membantunya masuk ke dalam, hingga masuk ke dalam pintu utama.

Emir membuka pintu utama itu. Emir menatap Arum, ia lalu mengecup puncak kepala itu. "Apa masih sakit?'.

"Tidak, saya sudah merasa lebih baik".

Emir lalu membuka pintu, dan memperlebar daun pintu untuk Arum. Arum melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Sementara Emir menutup pintu itu kembali. Emir menatap Arum, langkah itu terhenti, tidak begitu jauh darinya. Emir melangkah mendekat.

"Ada apa".

Arum tidak berkata apa-apa, wajah itu terlihat datar. Emir mencoba mengartikan iris mata itu. Emir lalu mengalihkan tatapanya kedepan.

Emir tidak percaya apa yang dilihatnya saat ini. Menatap Helena, Bibi Sarah dan kedua orang tuanya duduk menatapnya. Emir hampir tidak percaya apa yang dilihatnya saat ini. Emir mengalihkan tatapanya kapada Helena, wajah itu terlihat penuh kesedihan, dan ia pastikan wanita itu sehabis menangis.

Emir mengalihkan tatapnya kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tunya menatapnya penuh kebencian, tersirat dari iris mata itu. Hanya satu wajah yang menantinya, yaitu bibi Sarah. Bibi Sarah terlihat tenang, wajah itu seakan menantinya.

Emir kembali menatap Arum, Arum menggelengkan kepala. Emir tahu, maksud Arum, wanita itu memilih mundur, ya itu lah maksudnya. Emir meraih jemari Arum, menatap nya dengan intens, "kamu bersama saya".

"Tapi Emir".

"Saya sudah berjanji kepada kamu, saya tidak akan meninggalkan kamu" Emir menggenggam jemari Arum. Digenggamnya erat jemari itu.

"Emir".

Emir lalu menarik jemari Arum, melangkahkan kakinya menuju ruang utama. Semua mata menatapnya.

"Apa-apaan ini Emir !!!" Ucap ibu Emir, dengan penuh kebencian.

Emir menghentikan langkahnya, ia kini berdiri tepat dihadapan kedua orang tuanya dan Helena.

"Apa yang kamu lakukan terhadap wanita itu?" Ucapnya lagi.

Amir menarik tangan Arum mendekat, ia dengan berani menatap kedua orang tuanya. Emir menatap Arum, wajah itu memohon agar melepaskan tangannya.

"Saya ingin meminta maaf, kepada ibu dan ayah. Saya sungguh minta maaf, saya ingin jujur kepada kalian" ucap Emir. Emir semakin mengeratkan tangannya.

"Saya ingin menikahi Arum, Arum telah mengandung anak saya".

Plak

Emir hanya diam ketika tangan ibunya mendarat di pipinya.

"Kamu, kamu sungguh keterlaluan. Apa wanita sialan ini telah menggoda kamu?".

Emir menatap Helena, disana ia menangis. Sungguh ia telah menyakiti wanita itu, ia terlihat rapuh. Biasa dirinyalah menjadi sandaran untuknya. Tapi sekarang tidak, rasa itu sudah tergantikan oleh Arum. Arum telah mengalahkan semuanya, bahkan cinta pertamnya. Emir kembali menatap Arum, Arum menangis dalam diam. Emir menarik tangan Arum mendekat, ia menarik pinggang itu.

"Saya akan menikahinya, anak yang dikandungnya anak saya, darah daging saya, saya tidak akan menyia-nyiakannya".

Helena menegakkan tubuhnya, berjalan mendekati Emir, "Kamu pembohong Emir, kita sudah menjalani hubungan ini bertahun-tahun lamanya. Saya mempercayai kamu, kamu mencintai saya lebih dari apapun. Tapi lihat apa yang terjadi, kamu mengatakan ingin menikahi wanita itu. Wanita itu bahkan belum genap tiga bulan bersama kamu".

Emir membalas tatapan Helena, "Maaf, saya hanya bisa minta maaf kepada kamu".

"Untuk apa kamu melamar saya didepan kedua orang tua saya, untuk apa saya jauh jauh kesini hanya bisa diberi kejutan yang tidak terduga seperti ini. Pantas saja dua hari ini kamu menghilang dari hadapan kami. Kamu tahu, saya menunggu kamu disini selama dua hari" ucap Helena lirih.

"Sekarang kamu datang, mengatakan ingin menikahi wanita itu. Kamu berengsek Emir. Dimana hati kamu terhadap saya" ucap Helena lagi. Helena menangis, ya air mata itu jatuh di pipinya

"Maaf, Helena. Sungguh saya minta maaf. Saya memang mencintai kamu. Tapi lihatlah, saya sungguh tidak bisa meninggalkannya, rasa itu sudah besar didirinya. Saya sudah mencobanya, bahkan sedetikpun saya tidak berniat untuk menjauh darinya"

Emir melirik Arum yang masih menatapnya. Arum seakan tidak percaya apa yang dikatakan Emir.

"Bahkan sekarang kamu menghamilinya, bukankah kamu salah satu laki-laki yang pantang, melakukan hubungan sebelum menikah. Berengsek kamu Emir, saya tidak menyangka kamu seperti ini" Helena menyeka air matanya lagi.

Ibu Emir masih menatapnya penuh kebencian, "Ibu tidak akan merestui hubungan kamu".

Emir mencoba tegar, ya ia sudah menduga. Kedua orang tuanya tidak merestui hubungan itu. Emir mantap Ayahnya yang hanya diam dari tadi disana.

Emir mengalihkan tatapan ke ayahnya, "Ya, saya tidak apa-apa. Saya sudah menduga hal ini terjadi. Jika ibu tidak merestui hubungan ini. Saya hanya bisa meminta restu kepada Ayah" ucap Emir.

Ayah Emir menatap anak sulungnya, wajah itu memohon agar meminta restu kepadanya, dan wanita cantik disampingnya terlihat menahan air matanya jatuh. Bagaimana ia tidak merestui hubungan itu, itu anak laki-laki, darah dagingnya, penerus dirinya. Bagaimana bisa ia tidak merestui hubungan itu. Terlihat dari tatapan itu, Emir memohon kepadanya, agar merestui hubungan itu. Wanita pilihannya telah mengandung anaknya. Oh, Tuhan ia akan mempunyai cucu.

"Apa kamu mencintainya?" Tanya Ayah.

Emir kembali menatap Arum, "Jika saya sudah melakukan sejauh ini, mengorbankan cinta pertama saya. Demi wanita disamping saya. Apakah ini dinamakan cinta?" Ucap Emir.

Ayah menarik nafas, "ya, itu cinta, kamu sangat mencintainya" Ayah mendekat, ia menepuk bahu Emir.

"Menikahlah, Ayah merestui hubungan kamu" ucap Ayah pelan.

***

TERPIKAT CINTA MAFIA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang