BAB 36

5.2K 172 0
                                    

Arum tersenyum menatap wajah tampan laki-laki dihadapannya. Laki-laki itu masih sama apa yang ia lihat kemarin. Laki-laki itu merentangkan tangannya. Arum melangkah mendekat dan lalu memeluk tubuhnya. Dipeluknya dengan segenap hati dan perasaanya.

Arum melonggarkan pelukkanya, ia tidak percaya Emir kini berada di hadapannya. Arum menatap Emir, Emir mengecup puncak kepala Arum. Wanita inilah yang ia rindukan.

"Saya tidak menyangka kamu pulang secepat ini" ucap Arum.

Emir membalas tatapan Arum, Emir melangkah masuk kedalam, dan ditutupnya lagi pintu itu. "Saya sudah mengatakan kepada kamu, saya akan pulang secepatnya".

"Ya" Arum mendekati Emir.

"Apakah semua baik-baik saja. Ayah dimana?".

Emir lalu duduk di meja makan, ia tidak menemukan apa-apa disana, "semua baik-baik saja. Ayah pulang ke Istanbul, beliau begitu sibuk ada pertemuan yang begitu penting tidak bisa ditinggal".

"Bagaimana ceritanya kamu bisa pulang begitu cepat seperti ini".

Emir menarik nafas, "ya, karena saya tidak ada masalah. Apa yang Asalan tuduhkan kepada saya itu tidak benar. Saya memiliki izin atas pembuatan senjata api rakitan saya. Kecuali adegan perkelahian saya dengan Aslan kemarin. Tapi Ayah saya membantu saya, entah bagaimana caranya, dan saya diperbolehkan keluar begitu saja".

"Bagaimana dengan Aslan?" Arum semakin penasaran.

Emir mengerutkan dahi, "kenapa kamu menanyakan Aslan, sementara saya disini".

Arum ingin sekali membenturkan kepalanya, ia tahu Emir tidak suka dengan Aslan, "kamu jangan marah, saya hanya penasaran. Apakah dia masih ditahan?".

"Iya, masih. Dia mencelakakan kita kemarin. Dia harus mendapat balasan yang setimpal".

Arum kembali menatap Emir, "kamu mau makan sesuatu?".

"Tentu saja".

"Kamu mau makan apa?".

"Apa saja" ucap Emir.

Arum lalu menegakkan tubuhnya, "sebaiknya kamu mandi terlebih dahulu, saya akan membuatkan untuk kamu".

Emir melirik jam yang menggantung didinding, menunjukkan pukul 09.12 menit.

"Iya" Emir lalu menegakkan tubuhnya meninggalkan Arum.

***

Beberapa menit kemudian Arum menatap Emir, wajah tampan itu terlihat segar dan melangkah mendekatinya. Emir lalu memeluknya dari belakang. Sementara Arum masih sibuk dengan soket dan teflon yang dipegangnya.

Emir mencurukan wajahnya leher jenjang Arum. Harum vanila yang menenangkan.

"Kamu masak apa?".

"Masak gulai kambing".

"Gulai kambing?".

Arum kembali berpikir, "sejenis kari, tapi sedikit lebih encer. Begitulah menurut saya".

Emir mengecup leher jenjang itu, Arum memberi akses lebih agar Emir menciumnya lebih dalam.

"Bisakah kamu lebih bersabar, saya masih masak".

"Saya merindukan kamu" ucap Emir disela sela kecupannya.

Arum memutar tubuhnya menghadap Emir. Arum mengelus wajah Emir. "Saya juga merindukanmu" Emir kembali mengecup kening itu.

"Duduklah saya akan menyiapkan makanan untuk kamu" ucap Arum.

Emir lalu mengikuti perintah, Emir duduk di meja makam, padahal tadi ia ingin berlama-lama memeluk Arum. Emir menatap Arum, Arum membawa mangkuk berisi gulai kambing yang menggumpal asap. Emir menatap masakan yang di bawa Arum.

"Kelihatannya enak" ucap Emir.

"Ya, bukankah saya masak selalu enak" ucap Arum.

Emir mengelus puncak kepala Arum, "kamu memang pantas menjadi istri saya. Kamu tidak hanya cantik tapi juga pintar memasak".

Arum tersenyum, "terima kasih, bukankah itu sudah seharusnya".

"Ya, saya bangga bisa memilik kamu".

"Kamu terlalu memuji saya" ucap Arum.

Emir tertawa, ia lalu mengambil sendok dan mencicipi gulai kambing yang dibuat Arum. Rasanya gurih dan enak. Emir kembali menatap Arum, ia hanya diam menatapnya.

"Kamu tidak ikut makan juga?".

"Saya tidak bisa memakannya, karena tadi saya muntah setelah mencicipinya".

"Kamu sudah meminum pereda rasa mual dari dokter?" Tanya Emir.

"Sudah".

"Bagaimana kandungan kamu?".

"Selalu baik-baik saja, hanya di pagi hari saja saya mual-mual".

"Syukurlah kalau begitu" Emir lalu menyudahi makannya, dan meminum air mineral yang tersedia di hadapannya.

Emir menegakkan tubuhnya memdekati Arum. Emir lalu mengecup puncak kepala Arum. Arum menatap wajah tampan Emir. Wajah itu terlihat serius.

"Kita secepatnya menikah".

"Kapan?".

"Minggu depan mungkin, saya sudah tidak sabar untuk menikahi kamu".

"Terserah kamu saja. Saya ingin yang biasa-biasa saja".

Emir menarik nafas, ia lalu menarik Arum hingga ke sofa. "Saya merindukanmu". Emir memeluk tubuh ramping itu.

"Saya juga merindukanmu Emir. Bolehkah saya bertanya sesuatu?" Arum mencurukan wajahnya didada bidang Emir.

"Apa yang ingin kamu tanyakan".

"Apakah ibu kamu, merestui hubungan kita?".

Emir menarik nafas, Emir mengelus punggung Arum, "pasti merestui kita, karena saya anak laki-laki satu-satunya. Kamu tahu, ibu saya pasti merindukan kehadiran seorang malaikat kecil yang lucu. Orang tua saya sudah lama menantinya".

"Bukankah ibu kamu tidak menyukai saya" ucap Arum.

"Itu hanya sesaat, ibu saya memang seperti itu orangnya. Ibu saya belum mengenal kamu sepenuhnya. Saya yakin ibu saya pasti akan menyukai kamu".

"Begitu ternyata. Emir saya ingin sesuatu".

"Apa itu?".

"Saya ingin makan kebab turki".

"Kebab?".

"Ya tentu, saja".

"Ayo kita pergi ke restoran turki" ucap Emir, ia lalu menegakkan tubuhnya.

Arum tersenyum dan mengangguk. Arum segera mengambil blezer hitam miliknya di kamarnya. Beberapa menit kemudian, Arum dan Emir sudah berada disalah satu restoran turki yang terkenal. Emir memilih duduk disudut ruangan. Emir manatap Arum, wajah itu cantik. Bahkan sangat cantik, dress putih dipadukan dengan plezer hitam miliknya. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Menunggu kebab pesanan Arum datang.

Sementara beberapa pasang mata disudut ruangan menatapnya, menyadari itu adalah Arum Ileana. Dengan cepat blitz kamera membidiknya dari kejauhan.

***

TERPIKAT CINTA MAFIA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang