Lavanya berlari cepat ke arah pintu, ketika mendengar bel berbunyi. Gadis itu yakin, itu adalah Adhisty. Sahabat yang pantas mendapat mahkota atas keterlambatannya.
Sebenarnya, tadi Lavanya berharap agar Adhisty benar-benar datang jam delapan sebelum ia sampai. Dengan begitu, maka pasti Syailendra tak akan memunculkan ide konyol itu.
Menginap?
Lavanya bahkan tidak mengerti, apa yang ada dipikiran lelaki itu ketkka mengucap kalimat tersebut. Sampai detik ini, ia bahkan mencari cara agar pacar palsunya itu mengurungkan niat tidur di sana.
Tergesa, Lavanya membuka pintu. Bukannya mengajal Adihty masuk, ia malah menyeret Adhisty keluar.
"Kenapa, lu? Ada tamu bukannya disuruh masuk, malah diajak keluar. Pake nutup pintu segala lagi," gerutu Adhisty.
"Eh, lu dari mana? Katanya jam lapan udah ke sini, tapi mana? Lu tau, ini jam berapa? Jam berapa?"
"Ya maap, elu kaya ibu kost gue aja. Pulang ngaret setengah jam doang pake ngomel! Baru setengah sebelas kali, masih soreee," kata Adhisty membela diri.
"Masalahnya--"
Belum sempat Lavanya menyelesaikan ucapannya, ketika Syailendra muncul dari balik pintu.
Lelaki yang hanya memakai celana pendek di atas lutut dan kaus oblong berwarna putih itu menatap Adhisty dan Lavanya bergantian . Dari tampilannya, ia seolah telah siap untuk tidur, dan tentu saja itu ampak seksi di mata Adhisty sekarang. Meski tentu saja keberadaannya di tempat itu memancing banyak dugaan, bagi siapa pun.
Tentang apa yang mereka berdua lakukan, tentang sejauh mana hubungan mereka, seperti yang ada dalam pikiran Adhisty sekarang. Gadis itu bahkan sempat terkesiap beberapa saat sebelum akhirnya membuka suara.
"Sya--i--len--dra?" Adhisty terkejut dan nyaris memekik.
Bergantian, gadis itu lalu menatap ke arah Lavanya dan lelaki yang kini berduru tegap. Mata Adhisty membulat, menelisik lelaki yang berdiri dihadapannya dari kepala hingga kaki. Sementara tangannya membekap mulutnya yang menganga, tak percaya.
"Ka--ka--kalian? Kalian tinggal bareng?!"
Dengan cepat, Lavanya membekap mulut sahabatnya itu. Takut jika sampai membuat keributan, di waktu yang tak lama lagi menuju tengah malam.
"Ada yang aneh?" Syailendra bertanya santai, sembari mengangkat bahu.
"Mas!" Lavanya mengajukan protes dari nada suara yang berusaha ia tekan.
"Temen kamu nggak di suruh masuk, Honey?"
"Ho-- ho-- ney?!" Lagi, Adhisty tergagap.
Tentu saja, lelaki itu sedang bermain peran di hadapannya. Namun, Syailendra tidak tahu jika Adhisty mengetahui semuanya. Dan yang mengejutkan, tatapan lelaki itu pada Lavanya sungguh nyata di mata gadis iyu sekarang. Menggambarkan cinta, bukan sebuah kepura-puraan semata seperti yang ia dengar dari Lavanya selama ini.
"Boleh, Mas?" tanya Lavanya ragu.
"Boleh, lah! Emang kapan aku pernah larang-larang kamu?" kata lelaki itu tetap tenang, santai.
Lavanye mendengkus. Saat ini Syailendra benar-benar tampak sedang memerankan sebuah sandiwara dan pencitraan yang sempurna di mata gadis itu. Bahkan untuk apa yang ia lakukan, lelaki itu pantas mendapatkan medali emas. Membuat Lavanya menggeleng pelan.
Adhisty melangkah masuk mengikuti langkah Lavanya. Entah mengapa, kini ia merasa canggung karena berada di tengah orang yang bahkan tidak menyadari perasaan mereka sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKASIH BAYARAN
Romance18+ Syailendra, pria berusia di awal tiga puluh yang sudah terbilang sukses meniti karir sebagai pemilik EO ternama. Banyak acara besar yang berhasil karena campur tangannya, juga pergaulannya dengan para selebritas membuat hidupnya tak jarang jadi...