Part 13. Mas En?

11.1K 795 127
                                    


Hari sebelumnya ....

"Es krim?"

Lavanya mengangkat wajah. Sementara di hadapannya Danesh berdiri setengah merunduk, memegang dua cone es krim vanila dalam genggaman. Senyuman pemuda itu mengembang sempurna padanya.

Ah! Kenaapa Danesh selalu begitu manis?

Melengkungkan senyuman manis, tangan Lavanya terulur menyambut es krim dari tangan Danesh. Menghirup aroma vanila yang menggugah selera.

"Aku nggak tau kamu sukanya apa.  Biasanya cewek kan sukanya coklat, tapi karena kamu spesial buat aku, makanya aku pilihin vanila."

Lavanya memalingkan wajah, menatap Danesh yang sedang menikmati es krim di tangan. Sejenak, gadis itu mengulum senyuman.

Spesial?

Ah! Seistimewa itukah aku di hati kamu Danesh? Kenapa kamu nggak capek buat nunggu?

Lavanya kembali memalingkan wajah, menatap es krim dalam genggaman, juga mencari kemantapan hati atas pria di sisinya. Ia tahu, bahkan sangat tahu apa yang diinginkan Danesh. Namun, ia juga masih ragu dengan rasanya sendiri.

Mas En! Kamu ke mana? Kenapa tiap aku ngarepin kamu, Danesh selalu muncul? Kenapa waktu aku kangen kamu, Danesh yang selalu ada?

Bahkan saat bersama Danesh pun, ingatan Lavanya masih tertuju pada Syailendra. Pria yang diharap datang memuntaskan rindu. Rasa yang terus menggebu.

"Aku suka vanila, kok! Ada yang pernah bilang ke aku, kalo aku nggak boleh jadi cewek kebanyakan." Lavanya berucap pelan.

"Kamu emang beda dari mereka, kok!"

"Cuman kamu yang bilang gitu, Nesh."

"Beneran?"

"Iya."

Keduanya lantas asyik dengan makanan milik mereka masing-masing.

"Va, boleh nanya?"

"Apa?"

"Kenapa kamu pisah?"

"Oh?"

"Kalo aku nggak mau jawab, nggak apa-apa?"

"Ngg ... nggak apa-apa. Aku percaya kok!" Danesh tersenyum lagi.

Sampai kapan lo akan bertahan, Vanya?! Sampe kapan?! batin Lavanya.

Gadis itu menghela napas panjang. Mengembuskannya berkali-kali. Mencoba melepaskan beban dalam hatinya. Lebih tepatnya, kerinduan.

***

"Hai!" sapa Ami, saat melihat Syailendra muncul dari pintu kaca. "Long time no see. Ke mana aja?"

Pemilik butik ternama itu berdiri, lalu menyambut Syailendra dengan ciuman di pipi. Mata wanita itu tertuju pada paper bag besar yang dipegang oleh lelaki itu.

"Apa?" tanya Ami lagi saat Syailendra menyerahkan apa yang dia bawa.

Pria itu lantas mengempaskan diri ke sofa merah, di sisi kiri ruangan. Sementara Ami mengerutkan kening, ketika membuka kotak dalam paper bag itu.

"Maksud kamu?" tanyanya lagi pada Syailendra.

"Aku mau kasih kesempatan buat kamu berkreasi lagi." Mata pria itu meyorot tajam pada sang pemilik butik.

"Ceh! Nggak punya duit, lo?!"

"Bukan gitu .... "

"Jadi, lo masih ngarep kalo Lavanya itu Aksita?"

KEKASIH BAYARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang