Syailendra mengulum senyuman sembari memandang wajah gadis yang kini berbaring dalam dekapannya. Sesekali pria itu menaikkan selimut, menghalau udara daru pendingin ruangan yang menerpa tubuh sang kekasih.
Berbantal lengan Syailendra, Lavanya terlelap dalam nyaman setelah menumpahkan banyak kerinduan. Sepasang kekasih itu nyaris saja melewati batasan, jika saja tidak ingat ada cctv yang terpasang di kamar itu.
Untuk beberapa saat, angan Syailendra melayang pada malam saat dia berbincang dengan Pak Rahardja.
"Bapak bahagia, jika pada akhirnya ada laki-laki yang meminang Lavanya." Begitu kata Pak Rahardja diiringi embusan napas berat.
Mata pria paruh baya itu menerawang dalam gelap, seakan mengira banyaknya bintang yang berkelip di langit malam. Sementara Syailendra menyimak, dengan sesekali menepuk nyamuk yang hinggap di tubuhnya.
"Bapak sakit-sakitan setahun belakangan ini, dan itu membuat Lavanya bekerja lebih keras di kota. Sebenarnya bapak sudah meminta supaya Lavanya fokus untuk dirinya sendiri, tapi anak itu berkeras. Mengirimkan uang setiap bulan untuk biaya adik-adiknya, juga pernah sekali mengirimkan uang dalam jumlah yang sangat besar." Ada kesedihan dalam nada suara Pak Rahardja.
"Bapak pernah bertanya dari mana dia dapat yang sebanyak itu, tapi Lavanya selalu diam dan hanya berucap jika itu halal. Bapak sendiri tidak tahu bagaimana cara anak itu mengumpulkan uang, tapi yang bapak tau, dia bekerja keras sehingga tidak bisa menyisihkan waktu serta sisa uang untuk pulang." Pak Rahardja menjeda kalimatnya.
"Lavanya membuat dirinya menjadi tulang punggung, mengganti bapak sejak terserang jantung setahun yang lalu. Tentu itu sangat tidak mudah. Bagi dia, juga bagi bapak. Karena itu, ada yang terasa berat di sini." Pak Rahardja memegang dadanya.
"Jika Lavanya menikah nanti, tentu dia akan berbagi beban dengan suaminya, dan bapak rasa ... itu tidak adil bagi lelaki mana pun, termasuk Nak Syailendra. Bapak takut akan terus menjadi beban nantinya."
"Pak ... saat berniat meminang Lavanya, saya sudah memutuskan untuk menjadi tempat dia bersandar. Bukan hanya sementara, tapi selamanya."
"Bapak hanya merasa belum bisa membahagiakan dia ... dia bahkan harus mengubur cita-cita kuliah S2, meletakkan beasiswa yang susah oayah dia kejar demi bekerja dan menghasilkan uang untuk kami."
"Pak, mengenai hidup Lavanya nanti tidak perlu bapak pikirkan." Syailendra menghela napas.
Sekarang pria itu tahu, apa alasan Lavanya mau menjadi kekasih bayaran pada waktu itu. Awalnya Syailendra berpikir bahwa Lavanya tak ubahnya seperti gadis lain, yang menggunakan uang untuk berfoya-foya dengan membeli barang branded dan sebagainya. Akan tetapi, kenyataan yang diungkap Pak Rahardja membuat hati Syailendra terenyuh.
Bagaimana tidak, saat dia menghamburkan uang seratus juta lebih hanya demi memintal kenangan dengan kekasih yang telah pergi, tapi di sisi lain ada yang menggunakan uang itu untuk bernapas. Saat ini Syailendra bahkan menyesal, karena merasa datang terlambat. Seharusnya dia datang lebih cepat, untuk membebaskan Lavanya dari semua rasa sakit dan beban.
Syailendra bahkan masih ingat, saat kontrak berakhir, Lavanya sempat ingin mengembalikan sisa uang pelunasan. Hanya saja, pria itu menolak, dan menambahkan beberapa lagi.
"Sebenarnya, saya dan Lavanya ... kami sudah menjalin hubungan dekat beberapa bulan ini. Melihat betapa keras dia bekerja membuat saya kagum dan banyak belajar. Sampai saya tahu, bahwa rasa ingin memiliki ini lebih dari sekedar kagum."
"Apa setelah mendengar semuanya, Nak Syailendra masih mau meminang Lavanya? Keadaan kami, ya seperti ini. Kami bahkan--"
"Besok sore, orangtua saya kemari, Pak. Saya tidak akan mundur selangkah pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
KEKASIH BAYARAN
Romance18+ Syailendra, pria berusia di awal tiga puluh yang sudah terbilang sukses meniti karir sebagai pemilik EO ternama. Banyak acara besar yang berhasil karena campur tangannya, juga pergaulannya dengan para selebritas membuat hidupnya tak jarang jadi...