Part 16. Semalam Bersama ....

17.4K 988 116
                                    

Mas, kangen!

Syailendra menunduk sembari mengulum senyuman saat membaca satu pesan yang masuk dari Lavanya. Gadis yang sungguh membuatnya tertawan, lalu membawa banyak rasa hingga membuat hati dan harinya semarak. Menciptakan entakan lebih indah, dibanding saat cinta pertama tumbuh.

Kekasih Lavanya itu masih mengetik pesan balasan dan tidak menyadari jika ada pria paruh baya yang mengawasi. Pak Rahardja, dia berdiri mengamati tamu yang datang dengan saksama.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya  ayah Lavanya sembari berdeham, meminta perhatian tamunya.

Sontak Syailendra bangkit dari duduk karena terkejut.

"S--saya mencintai Lavanya!" Kalimat itu bahkan terucap begitu saja, tanpa Syailendra sadari. Sejenak kemudian pria itu salah tingkah, dengan menoleh ke kiri dan kanan.

Mendengar kalimat mrngejutkan dari sang tamu, air muka Pak Rahardja berubah. Heran, dan sedikit tak suka. Seolah sadar akan kekeliruannya, Syailendra menyusut jarak.

"M--maksud saya ... saya Syailendra, Pak. Yang tadi itu ...." Syailendra menggantung kalimat seraya mengulurkan tangan.

"Kalau boleh tau, ada keperluan apa, ya?" Pak Rahardja membiarkan tangan Syailendra menggantung di udara, tanpa menjabat.

"Ah ... saya ...."

"Bapak, kok tamunya nggak di suruh duduk sih?" Bu Laras, wanita yang tadi menyambut Syailendra muncul dari dalam. Memegang nampan berisi minuman, wanita yang tak lain adalah ibu Lavanya itu menghampiri sang suami.

"Silakan duduk," Bu Laras mempersilakan Stailendra, lalu melirik sesaat pada suaminya. "Duduk dulu, Pak. Masa ada tamu malah Bapak berdiri di situ?"

"Nama saya Syailendra, Pak ... Buk. Saya datang dari Jakarta." Begitu kalimat awal yang disampaikan Syailendra, membuka percakapan di antara mereka.

***

Malam belum begitu larut, saat Syailendra berbaring dengan tatap lurus pada langit-langit kamar. Beberapa kali dia menghela napas dan berbalik ke kiri dan kanan. Menunggu kantuk yang enggan terbit. Dipan dengan kasur kapuk tempatnya berbaring sesekali berderit saat dia bergerak.

Sebenarnya menyetir sepanjang gari dari Jakarta ke Grobogan membuatnya lelah. Akan tetapi saat menjejakkan kaki di rumah orangtua Lavanya lalu mengakui perasaan pada sang ayah, membuat lelahnya hilang seketika. Lenyap entah ke mana.

Bosan menanti kantuk yang tak kunjung datang, Syailendra meraih ponsel dan duduk. Matanya menelisik satu persatu foto Lavanya yang tersimpan di layar pipih itu. Lalu, seberkas senyum terbit di bibirnya. Mewakili kerinduan yang membuncah dalam dada.

Sejenak kemudian dia mendesah, lalu teringat percakapan tadi dengan kedua orangtua Lavanya.

"Silakan ... hidangan kami di sini ya begini ini.  Seadanya." Bu Laras menyerahkan piring kepada Syailendra yang menyambutnya dengan sedikit kaku.

Sama sekali tidak pernah diduga oleh pria itu, jika kehadirannya di rumah ini akan disambut demikian hangat, meski setelah ada insiden kecil. Pernyataan cinta untuk sang gadis pujaan, yang lepas begitu saja. Membuat Syailendra seolah pencuri yang tertangkap basah.

Sekian menit duduk di meja makan, semua orang terdiam, hanya dentung sendok beradu piring yang terdengar. Pelan, Syailendra mengangkat wajah, dan memdapati semua orang makan dengan lahap dan tanpa berucap.

Namun, kemudian Syailendra berdeham. Meminta perhatian pada semua orang yang duduk di sana. Satu per satu mengangkat wajah, termasuk tiga orang adik Lavanya, kembar sepasang lelaki. Nakula dan Sadewa, juga si bungsu Kaminaya yang masih SLTP.

KEKASIH BAYARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang