23. Pisah

4.3K 227 40
                                    

Pagi yang seharusnya cerah pun seolah mendukung suasana hati Kinar hari ini. Matahari seperti enggan menampakkan diri untuk sekedar memberi sedikit kehangatan untuk pribumi yang sedang bersedih ini.

Sepertinya, hujan yang mulai turun pun menjadi bukti bahwa langit memang sepenuhnya mengerti perasaan Kinar.

Tetes demi tetes air langit membasahi tubuh mungil wanita yang sedang berlari kecil kearah gedung kampusnya.

"Kinar, lo nggak bawa payung?
Kok basah-basahan kayak gini? Lo tadi udah sarapan?" Gea dan Dinda merapihkan rambut Kinar yang lepek karna air hujan.

"Ge, din.. nanti anter gue urus berkas perceraian"

"Kinar, jangan siksa diri lo kayak gini. Itu cuma emosi sesaat! Please nar, pernikahan lo menyangkut banyak pihak. Pikirin baik-baik! Kalian masih bisa selesaikan ini nar. Bukannya gue bela Akas, tapi Akas dua hari ini selalu kerumah gue cuma buat mastiin lo baik-baik aja setelah pertengkaran kalian. Please, considered that little things! Akas cinta sama lo dan begitupun dengan lo, gue bisa lihat itu nar"

Sejak kejadian dirumah Gea tiga hari lalu, Kinar memutuskan untuk meminta Gea dan Dinda untuk membantunya mengurus pengajuan perceraian. Baginya, tidak ada alasan untuk bertahan lagi. Angkasanya kini terlalu jauh untuk digenggam.

"Bener kata Gea nar, itu semua cuma emosi sesaat. Jangan sampai lo menyesal seumur hidup lo karna ngelepasin Akas"

Kinar hanya diam, ia menatap kosong  kearah parkiran depan gedung fakultasnya. Seperti angin, omongan Gea dan Dinda pun tak mempengaruhi suasana hatinya yang benar-benar mati.

Kinar memang belum mengurus apapun karna ia masih memikirkan bagaimana cara menyampaikan kabar buruk ini kepada keluarganya. Hatinya pun sejujurnya menolak mentah-mentah keputusan sepihaknya itu.

Lamunan itu pun terusik kala mata indahnya menangkap sosok pria yang paling ia hindari saat ini.

Angkasa Mahawira.

Angkasa berlari menerobos hujan untuk menemui istrinya. Melihat Angkasa mulai menghampirinya, Kinar pun menarik Gea untuk menjauh dari tempat tersebut. Tetapi Angkasa menahan tangan Kinar lebih dulu.

"Kinar, aku mohon. Kasih aku kesempatan untuk jelasin semuanya  nar. Aku tahu, aku suami yang bodoh. Nggak seharusnya aku rahasiain apapun dari kamu. Aku mohon nar, bukan cuma kamu yang hancur, tapi aku juga nar. Aku hancur tanpa kamu!"

"Aku nggak seharusnya berharap kisah manis akan menjadi alur hidupku. Seharusnya aku nggak telan mentah-mentah janji kamu diawal untuk bahagiain aku kas. Aku paham, aku nggak akan pernah pantas untuk bersanding dengan laki-laki sehebat kamu." Lalu dengan cepat Kinar menghapus jejak air mata yang mulai membasahi pipinya.

Rasanya, ini adalah waktu paling baik untuk menyampaikan apapun yang ada dipikiran dan hatinya. Ia ingin mengungkapkan segalanya tanpa meninggalkan satu kata pun dibenaknya.

"Aku ga sanggup kita kayak gini. Aku kasih kamu banyak waktu untuk kamu bisa jujur sama aku. Tapi sampai detik ini kamu diam kas! DIAMNYA KAMU ITU LUKA TERBESARKU!"

Kinar sadar, ia telah membentak Angkasa terlalu keras. Ia mengatur nafasnya, memejamkan matanya sesaat lalu kembali menatap wajah teduh Angkasa.

Kinar perlahan mempersempit jarak antara keduanya. Ia menangkup wajah suaminya itu dan mengusapnya dengan lembut.

.
.
.
.

"Kalau memang berpisah adalah yang terbaik, aku ikhlas kas. Ceraikan aku kapanpun kamu mau. Aku nggak akan maksa kamu untuk bertahan. Aku nggak sanggup lihat kamu berubah kayak gini. Tolong bawa aku kembali ke orang tuaku kelak kamu memutuskan untuk mengakhiri semua..."

Tanpa harus menunggu Kinar melanjutkan omongannya. Angkasa memeluk kinar begitu erat.

Ia menyalurkan segala rasa rindu, rasa bersalah yang terus menghantuinya belakangan ini.

Bodoh, pikirnya.

Kenapa ia terus menerus menyakiti hati wanitanya?

Ia ucapkan beribu permintaan maaf pada sosok yang berada dipelukannya saat ini. Jika mereka sampai bercerai, maka itu adalah hukuman Tuhan paling kejam untuk pria bodoh seperti Angkasa.

"Aku sayang kamu nar, Demi Allah aku hanya mencintai kamu" ucapnya dengan suara bergetar.

"Jangan pernah berpikir untuk pergi dari aku nar, aku nggak akan sanggup melepas istri sesempurna kamu. Aku manusia paling bodoh yang udah nyakitin hati kamu berkali-kali tanpa aku sadari. Maafin aku nar"

Kinar hanya terus menangis dalam pelukan hangat suaminya tanpa ada niat untuk membalas pelukan itu. Pelukan yang ia rindukan sejak beberapa hari lalu.

Baik Kinar dan Angkasa, mereka tidak akan pernah tahu apa yang akan mereka putuskan setelah mereka mengakhir pelukan hangat itu.

Berpisah adalah satu hal yang mungkin bisa terjadi.

Cere ga ih? :(

DEAR READER,

THANKS FOR READING MY STORY! THANK YOU SO MUCHHHHHHH.

HEHEHE

I LOVE YOUUUU ALL

Menggenggam AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang