5

928 79 12
                                    

Rasanya seperti deja vu, asap tebal, api, jeritan dan aroma anyir darah memenuhi udara. Tubuh - tubuh tanpa nyawa bergerlimpangan, terinjak dan terabaikan. Lemparan batu, panah dan dentingan pedang beradu dalam suasana malam riuh, bukan oleh kegembiraan tapi oleh jerit kesakitan dan keputusasaan. Api membakar di berbagai sudut. Puluhan prajurit berdiri menahan gerbang agar tidak terbuka. Sementara di luar, ribuan pasukan orc terus menerjang dengan senjata dan kekuatan mereka yang mengerikan. Ratusan prajurit yang berdiri di atas benteng menembakan anak panah terus menerus menghalau orc yang berusaha memanjat. Tali - tali dan tangga kembali bermunculan, mengelilingi benteng, menjadi jalan para monster naik melewati benteng. Pun begitu para prajurit masih bertempur dengan seluruh perasaan takut yang memenuhi jiwa mereka. Teriakan dari para jendral tidak cukup untuk membakar semangat mereka, namun apa yang bisa mereka lakukan kini, tidak ada. Selain terus berusaha bertahan dengan doa yang terselip disetiap sisa napas mereka. Berharap ada sedikit keajaiban yang bisa mereka temukan, meski itu hanya seperti kepingan salju di tengah kepungan musim panas.

Isildur sudah bersiap dengan penyerangan ini. Mereka mengumpulkan banyak senjata, merekrut penduduk yang bersedia berperang, memperkuat benteng dan membuat berbagai strategi bertahan juga menyerang. Para wanita dan juga anak - anak juga sudah disiapkan tempat bersembunyi guna melindungi kehidupan mereka. Hanya saja yang mereka hadapi bukanlah kekuatan yang bisa dikalahkan oleh manusia biasa. Sesuatu yang mustahil untuk ditaklukan oleh bangsa lemah seperti mereka yang hanya bisa bergantung dengan senjata dan tenaga yang tidak seberapa. Mereka mungkin bisa bertahan, tapi sampai kapan mereka sanggup bertahan. Sementara gerbang sudah berhasil di dobrak, tali - tali yang dilemparkan ke tembok benteng berhasil menjadi jalan masuk para monster. Teriakan bengis dan aroma busuk menyebar tanpa bisa di cegah.

Napas Neji sudah terputus - putus, berdiri dengan bertopang pada pedang yang menancap di tanah. Wajah dan tubuhnya ternoda, penuh darah dan kotoran. Luka memanjang sabetan pedang melintang di punggung. Sebagian rambut panjangnya menutupi mata, lengket oleh darah, sementara satu orc di depannya yang sepertinya salah satu pemimpin diantara ribuan orc ini meraung keras. Suaranya mengerikan sambil memegangi satu matanya yang hancur tertusuk pedang Neji. Gigi - gigi hitam dan runcingnya bergemeretak, menandakan kemarahan yang besar. Sekali lagi berlari menerjang Neji yang sudah kembali siap dengan pedang di tangannya. Beruntung luka di tubuh orc lebih parah dari yang dialami Neji hingga dengan beberapa kali sabetan pedang, tubuh besar itu tumbang dan tidak lagi bergerak.

Masih jauh. Sangat jauh dari yang namanya kemenangan. Apa yang dia lakukan hanya bertahan hidup. Hanya itu yang bisa mereka lakukan di situasi ini. Terus bertahan hidup selama mungkin, karena saat satu mati, akan ada lagi yang datang. Sama kuat bahkan lebih kuat.

Di sudut lain, Naruto juga sudah kepayahan dengan serangan yang terus menerus datang. Matanya bergerak liar saat di kejauhan, penyihir berwajah ular itu tampak santai di atas kudanya. Tidak ada Danzo, mungkin pria tua itu sudah memercayakan sepenuhnya penyerangan ini pada Orochimaru. Ayunan pedangnya masih bertenaga, meski kecepatannya jauh berkurang dari sebelumnya. Kemarahan dan kebencian begitu pekat terlihat di mata birunya. Wajahnya mengeras saat teriakan dibarengi ayunan pedang menebas leher orc di dekatnya.

"Apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita mempertahankan benteng apalagi menghalau monster - monster ini menjauh'' Shikamaru berteriak sambil menangkis serangan yang terus berdatangan tanpa henti. Para monster mengepungnya, tidak memberu sedikitpun celah untuk sekedar menarik napas.

Yang ditanya tidak menjawab. Naruto mengedarkan pandangan ke sekeliling yang nyaris hancur total. Tampak Hyuuga Hiashi berada di salah satu sudut benteng, bertempur melawan beberapa orc kuat. Terlihat jelas sangat tidak seimbang.

"Aku akan kesana'' Tanpa menunggu jawaban Shikamaru, Naruto melompat, kakinya menginjak kepala orc yang sudah mati dan menjadikannya tumpuan. Tubuhnya melesat cepat dengan pedang terayun menahan serangan orc yang hampir saja mengenai tubuh Hyuuga Hiashi.

GRAY LIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang