9. Namanya Sabina

445 37 5
                                    

Sorry for typo:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sorry for typo:)

Happy Reading<3

Cuaca hari ini terasa sangat dingin, padahal biasanya jika pukul tiga siang cuaca akan sangat terik hingga menyengat kulit. Hujan yang turun dari pukul dua siang tadi menyisakan udara dingin beserta dengan genangan air yang ada di mana-mana.

Sabina meneguk coklat panasnya yang tadi ia buat untuk menemani kegiatan melukisnya. Sabina melukis sosok laki-laki yang sedang duduk menyamping. Lukisannya ia buat hanya sebatas dada. Laki-laki di lukisan tersebut sedang bertelanjang dada dengan rambut berjambul dan hidung mancung yang bertengger di sana.

Sabina sengaja hanya menggunakan satu jenis warna di lukisan itu, yaitu warna hitam sehingga lukisan tersebut terlihat kelam.

Tapi tunggu, jambul rambut itu terlihat sangat familier di mata Sabina. Sabina memerhatikan kembali apa yang ia lukis. Ah, mengapa laki-laki di lukisannya terlihat mirip dengan Raga?

Tak menunggu waktu lama, Sabina sontak saja menyimpan kuas yang ada di tangannya. Sekali lagi, cewek itu kembali mengamati hasil lukisannya. Sabina mendesah frustrasi. Ini benar-benar mirip dengan Raga.

Meneguk habis coklat panasnya yang sudah tak lagi panas, lalu ia membereskan alat lukisnya. Terakhir, Sabina mendorong kanvas itu ke sudut kamar.

Sabina tak habis pikir, bagaimana bisa ia melukis wajah Raga? Apakah karena ia sedari tadi terus memikirkan cowok itu? Sabina bergidik, tak habis pikir dengan dirinya sendiri.

Memandang kosong lukisan yang mirip dengan wajah Raga itu, Sabina kembali memikirkan tindakannya kemarin yang memutuskan Raga. Tekanan dari Fery membuat Sabina bersikap demikian, terlebih Fery mengatakan tentang gadis bernama Selena itu.

Sabina mengambil ponselnya, melihat room chatnya dengan Raga. Baru satu hari tak bertukar kabar dengan cowok itu, membuat Sabina merindukannya.

Sabina menghela napas, mencoba tidak memikirkan Raga setidaknya untuk saat ini, sebab kini perutnya berteriak minta diisi.

Membuka pintu, Sabina terkejut karena langsung disuguhi wajah cerah Fery di sana.

"Sabi ..."

Sabina berdehem.

"Ayo, makan! Kata bi Nur lo belum makan dari tadi."

Sabina mengangguk, selanjutnya mengikuti langkah Fery, ah kita sebut saja Gerald.

"Gimana, lo udah ngomong sama Raga?"

NARAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang