10. Berbicara

417 40 0
                                    

Happy Reading<3

Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, tidak biasa bagi Raga yang jika pukul enam biasanya baru saja bangun dari tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, tidak biasa bagi Raga yang jika pukul enam biasanya baru saja bangun dari tidurnya. Raga sekarang sudah siap dengan seragam putih abu-abu lengkap dengan sabuk yang terpasang di pinggangnya. Sementara dasi berwarna abu-abu itu masih tersampir asal di lehernya.

Menyemprotkan parfum sebanyak tiga kali, lalu Raga mencium tubuhnya untuk memastikan. Merasa belum percaya diri, cowok jangkung itu kembali menyemprotkan parfum miliknya sebanyak tiga kali lagi.

Karena bau parfumnya yang menyengat sudah menyebar ke penjuru kamar, Raga sudah yakin jika tubuhnya saat ini sudah benar-benar wangi.

Mengamati pantulan wajahnya di cermin, selanjutnya Raga memberantakkan rambut coklat yang mulai memanjang itu. Ah, bahkan Raga lupa kapan terakhir kali ia memotong rambutnya.

Jika biasanya menyisir rambut dengan model seperti biasa, lalu setelah selesai. Namun, saat dilihat kembali Raga merasa tidak puas dengan model rambutnya. Cowok itu menyisir rambutnya ke depan, lalu menggeleng. Dia terlihat seperti si Budi, teman sekelasnya yang sangat culun.

Raga menyisirkan rambut coklat itu ke samping, lalu tersenyum puas. Wajah tampan seperti Raga mau dibagaimanakan juga akan tetap tampan.

Cowok itu terdiam, memikirkan alasan ia bertingkah demikian. Niatnya hari ini Raga akan menjemput Sabina dan berangkat bersama. Raga ingin memperjuangkan hubungannya dengan Sabina.

Tunggu, berarti Raga berdandan heboh seperti ini karena Sabina? Ah, jangan sampai cewek itu tahu, kalau saja Sabina tahu, pasti cewek itu bisa terbang karena sikap Raga. Lebih parah jika Sabina meledekinya atau bahkan menatap Raga dengan tatapan aneh.

Siapa pun tolong, jangan sampai Sabina tahu!

Raga berjalan menuruni tangga dengan tas yang tersampir di bahu kirinya. Sementara dasi berwarna abu-abu itu masih terpasang asal di lehernya.

Menapaki kakinya di ruang makan, Raga mendapati sang bunda yang tengah menyiapkan makanan untuk mereka sarapan.

"Selamat pagi, Bun." Cowok itu mengecup sekilas pipi sang bunda.

"Eh pagi, tumben anak gantengnya Bunda udah siap aja. Mana wangi banget," goda Ruri sembari masih sibuk menyiapkan sarapan.

"Ya pengen aja, Bun." Raga menuangkan air putih ke dalam gelas lalu meneguknya.

"Aduh rambutnya kelimis banget, Bunda baru sadar." Tangan Ruri tergerak untuk menyentuh rambut sang putra, namun cepat-cepat Raga menepis tangan bundanya itu.

NARAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang