Ambrose mengumpat, rasa sakit itu membuatnya sekarat. Di tepi sungai blue river, lelaki itu berusaha menahan rasa sakit yang tak terhingga ditemani oleh Julio, sang adik yang senantiasa berada di sisinya. Ambrose tahu malam ini adalah malam terakhirnya, malam purnama di mana semua werewolf mencapai puncak dari kekuatan mistis mereka tapi Ambrose justru akan kehilangan kekuatannya.
Air terjun blue river menjadi saksi bisu Ambrosio Dormer yang rela mati demi gadis yang ia cintai. Julio sepenuhnya mengerti mengapa saudaranya mengambil keputusan ini, sebab tidak ada satu pun pria sejati yang rela melihat sang kekasih mengorbankan diri. Tapi di sisi lain Ambrose adalah kakaknya, Julio tidak bisa membiarkan dia mati begitu saja.
"Kau beruntung sudah bertemu dengan mate-mu sementara aku belum" ucap Julio yang masih berusaha membujuk Ambrose yang keras kepala.
LlLelaki itu meringkuk sambil meremas rerumputan yang hancur di dalam genggamannya, nafasnya tersengal, dan tubuhnya gemetar tak peduli sekuat apa pun Ambrose mencoba untuk menyembunyikan rasa sakitnya, "Pergi..." ujarnya lirih, "Aku tak ingin siapa pun melihatku dalam kondisi yang seperti ini"
Ambrose bukanlah pria lemah. Bahkan, di detik terakhir dia masih berusaha terlihat kuat meski sekujur tubuhnya telah digerogoti oleh rasa sakit yang tak terhingga. Dia melarikan diri jauh dari orang-orang sebab tak ingin siapa pun melihatnya sekarat, termasuk Annaliesse. Namun, takdir selalu punya cara untuk mempertemukan mereka sebab entah bagaimana Annaliesse yang baru tiba Odeon dapat menemukannya. Ambrose dapat mencium aromanya dari kejauhan, dan aroma itu membuat tubuhnya dihujani oleh rasa sakit yang tumbuh berkali-kali lipat.
Di dalam kegelapan mata Ambrose menyala, sementara Julio yang juga dapat mencium kedatangan seorang wanita menemukan Annaliesse berdiri tak jauh dari mereka sambil menatap sendu kekasihnya yang tergeletak di atas tanah.
"Dia datang" ucap Julio, ada sedikit harapan di dalam benak lelaki itu kalau Annaliesse sudi membujuk Ambrose mengubah keputusannya, "Sebaiknya aku pergi"
Julio dengan sangat cepat meninggalkannya. Aroma Annaliesse tercium semakin kuat. Ambrose mengambil nafas dalam, kemudian beranjak duduk agar dia terlihat baik-baik saja, tapi tidak mudah menipu belahan jiwa sebab saat Annaliese tiba di hadapannya gadis itu langsung memeluknya dan terisak di dadanya yang terasa sesak.
Sepasang lengan Ambrose mengembang hendak membalas dekapan itu tapi kemudian dia teringat kalau Anne tidak seharusnya berada di sini, Ambrose bisa kalah di detik-detik terakhirnya jika Anne ada di sekitarnya.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Ambrose, berusaha bersikap dingin dan acuh.
"Aku sudah tahu segalanya Ambrose, ayahku telah menjelaskannya, mulai dari apa yang terjadi kepadamu dan alasan mengapa kita tidak dapat bersatu"
Ambrose mendengus, "Aku terkejut Charles masih mengizinkan putrinya datang menemuiku"
Anne mengangkat wajahnya dari dada Ambrose dan kecewa melihat lelaki itu dengan sengaja membuang muka menolak untuk membalas tatapannya. Tapi Anne mengerti, Ambrose bertingkah seperti ini agar dia menjauh.
"Aku meyakinkannya kalau pasti ada cara lain untuk mematahkan mantra yang ada padaku"
"Tidak ada cara apa pun Annaliesse, berhenti berhalusinasi—"
"Aku bukan manusia seutuhnya Ambrosio, aku darah campuran" sela Anne.
"Tidak ada yang berubah hanya karena kamu adalah darah campuran! Kamu tetaplah manusia Annaliese, bukan werewolf" Ambrose menatapnya tegas dan Annaliesse terdiam. Mereka saling beradu tatapan yang sulit untuk diartikan dalam waktu yang cukup lama hingga serangan rasa sakit itu datang dan Ambrose tidak dapat menahan perih yang mencekiknya, "Agh!" lelaki itu meringis sambil memegang ulu hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Werewolf (Completed)
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Di setiap malamnya Lady Annaliese Edenburg dihantui oleh mimpi tentang seorang pemuda dengan warna mata yang berbeda. Mimpi penuh misteri itu membuat Anne berambisi untuk menemukannya, namun apakah ambis...