Chapter 8: Flashback

136 21 0
                                    

(Taehyung flashback)

Aku mengenalnya saat bergabung di klub fotografi yang lumayan terkenal di kotaku, Daegu. Dia salah satu senior di klub tersebut karena sudah bergabung kurang lebih selama 5 tahun. Hasil bidikan kameranya selalu menembus ke pameran fotografi nasional. Dia sangat pantas untuk dijadikan panutan.

"Noona, kau sangat hebat. Bagaimana bisa setiap karyamu tembus ke pameran nasional?" pujiku padanya.

Yang dipuji hanya tersenyum dan mengacak-acak rambutku gemas. "Aku sampai sekarang masih belajar. Jadi jawabannya adalah jangan berhenti belajar."

Aku mengangguk setuju. "Bolehkah aku belajar darimu, Noona?"

Dia tersenyum dan berkata, "Tentu saja, lalu apa gunanya klub ini kalau tidak untuk saling berbagi ilmu?"

Kami pun tertawa bersama dan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing.

            Kami pun tertawa bersama dan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Setelah 1 tahun bergabung dengan klub ini, aku dan dia menjadi lebih akrab. Bisa dikatakan, hubungan kami lebih dari sekadar 'senior-junior'. Namun aku, yang waktu itu masih kelas 3 SMP tentu saja tidak berani mengungkapkan perasaanku padanya yang sudah kuliah semester 2. Mana mau dia memiliki hubungan romantis dengan bocah sepertiku?

Menjelang ujian nasional, aku memutuskan untuk rehat sejenak dari klub fotografi. Aku ingin fokus belajar agar mendapat nilai yang baik dan masuk ke SMA yang kuinginkan.

Aku menceritakan terkait hal ini padanya. Awalnya ia tidak setuju. Ia bersikeras kegiatan di klub tidak akan mengganggu belajarku. Dia bahkan sempat menunjukkan kekesalannya dengan tidak merespon pesan dan telepon dariku.

Sampai suatu hari, ia mengirimiku pesan.

Baiklah, kalau kau mau fokus dengan ujianmu. Tapi kau harus segera kembali setelah semua itu berakhir, aku tidak mau tahu.

Pesan itu semakin membuat perasaanku padanya tak keruan. Apalagi disusul dengan pesan berikutnya.

Aku akan sangat merindukanmu.

***

"Hei, bagaimana hasil ujianmu? Kau lulus?" tanya seorang perempuan dari seberang sana, ia terdengar tidak sabar menanti jawabanku.

"Tentu saja, aku kan pintar," jawabku dengan nada bangga.

Selain karena nilai ujian nasionalku yang tinggi, aku pun diterima di SMA favorit yang kuinginkan di Daegu. Segala jerih payahku selama 6 bulan terakhir ini sungguh-sungguh terbayar. Ditambah ayah memberikanku hadiah sebuah rumah di perumahan elit di Seoul. Berlebihan memang, tapi beliau beralasan lebih baik beli rumah sekarang mumpung harganya masih dapat dijangkau, daripada nanti harganya akan semakin melangit. Selain itu, kata ayah, rumah itu bisa kupergunakan kelak ketika sudah berkeluarga.

SceneryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang