Chapter 18

40 3 10
                                    

Diterima magang sama dengan waktu bersantai yang aku punya berkurang. Aku akan masuk lebih awal karena harus mengikuti pelatihan dan segala tetek-bengek yang ada. Saking semangatnya, satu jam sebelum waktu yang telah ditentukan aku telah tiba di kampus. Beruntungnya, aku bertemu Namjoon yang juga sudah duduk manis di sudut ruang, sehingga aku tidak perlu bersedih karena sendirian.

"Hei, kau datang awal sekali," sapaku sembari duduk di sampingnya, menyampirkan ranselku di samping meja.

Namjoon menutup buku yang sedang dibacanya dan tersenyum. "Kau tahu itu kebiasaannku."

Aku mengangguk paham. Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya, Namjoon ini memang panutan.

"Omong-omong," sela Namjoon, raut wajahnya terlihat penuh rasa penasaran. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang lain selain kami. Tubuhnya mendekat. "Kau dan Taehyung ... sebenarnya apa sih?"

Wow, suatu pertanyaan yang tidak pernah kuduga datang dari seorang ketua BEM-ku ini. Dulu dia pernah menanyakan hal yang serupa, tapi sekarang dia mempertanyakannya lagi. Aku rasa pasangan yang dimiliki kurang lebih akan memengaruhi seseorang, hal ini berlaku pada Namjoon. Jiwa penggosip Yeri mulai merasuk ke jiwa kekasihnya.

"Teman? Tetangga?" jawabku ragu.

Namjon melipat kedua tangannya di depan dada dan mendecak pelan. "Ck, tidak mungkin, Hyuna-ya."

Aku menatapnya tidak mengerti, meminta penjelasan lebih jauh.

"Kepastian. Semua orang butuh kepastian. Tidak peduli itu lelaki atau wanita. Kalian berdua perlu memastikan, sebenarnya kalian ini apa? Menghabiskan waktu bersama tanpa ada kejelasan, menurutku itu sedikit menyakitkan dan buang-buang waktu," ujar Namjoon serius.

Benar juga, Jang Hyuna dan Kim Taehyung ini apa?

"Dari sisiku sebagai laki-laki, aku bisa merasakan Taehyung sungguh-sungguh tulus dengan apapun yang dia lakukan untukmu." Namjoon menjeda sejenak memberiku kesempatan untuk mencerna. "Dan, ada satu hal yang menurutku, mengganjal bagi Taehyung."

Dahiku mengerut. "Apa itu?"

"Perasaanmu pada Taehyung. Apakah bertumbuh atau kau hanya menganggap dia sebagai pengganti Seokjin belaka? Kepastian itu yang dibutuhkan Taehyung. Sekali lagi kutekankan, lelaki juga butuh kepastian, tidak hanya wanita saja."

Apa yang diungkapkan Namjoon telak membuatku kepikiran.

Sialan.

***

Sepulang dari kampus, percakapan yang terjadi antara aku dengan Namjoon terus terputar di memoriku.

Apakah benar begitu yang Taehyung rasakan? Apakah aku sejahat itu sampai menganggapnya pelampiasan tanpa aku sadari?

Semakin kupikirkan, semakin membuatku pusing dan bertanya-tanya.

Aku dan Taehyung ini, apa?

Sejak Seokjin sudah kembali ke Amerika, aku sudah tidak pernah terpikirkan tentangnya lagi. Hebatnya aku sudah tidak pernah mengaitkan kegiatan apapun dengan Seokjin. Aku rasa, aku sudah bisa memaafkan masa lalu. Kini Seokjin bagiku hanyalah seorang kakak.

Duniaku sudah penuh oleh si senyum kotak itu. Dia, dia, dan dia lagi. Dia ada di setiap langkahku hingga hari ini. Selalu baik dan peduli, meskipun kadang aku tidak begitu menghiraukannya.

Mungkin memang ini sudah saatnya aku dan Taehyung untuk jujur satu sama lain. Menghindari perasaan tersakiti maupun menyakiti.

***

SceneryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang