Barnave Dan Fourie

679 61 32
                                    

Diatas Pic. Leonel Raffertha (Lee) kawan.. ^^

Di atap dengan berselimut cahaya bulan, Raynelle duduk termenung menikmati kegundahannya. Percakapan Jules dan ayahnya benar-benar mengusik ketenangannya, dalam hati ia bertanya "Apa yang akan mereka lakukan?"

"Raynelle."

Sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya membuatnya langsung jatuh ke pelukan si pemilik tangan itu.

"Apa yang kau pikirkan sampai-sampai kau menyendiri di atap?"

"Kita harus waspada dengan apa yang akan terjadi Lee." Raynelle mendesah gundah. "Musuh kita sekarang bukan hanya dari klan Barnave, melainkan juga dari klan Fourie, sahabat baik ayahmu."

Leonel termangu melihat kegelisahan istrinya. "Kita akan berhati-hati dan tidak boleh gegabah. Aku juga merasakan bahaya yang mengelilingi kita. Firasatku mengatakan, kalau mulai sekarang kita harus berdiam diri di rumah, setidaknya untuk sementara."

"Ya, aku juga berpikir begitu. Aku merasa akan ada gelombang besar datang untuk menghempas kita. Tapi bagaimanapun juga, Louis dan Loury harus dalam keadaan aman. Aku tidak ingin mereka terlibat masalah ini, dan kita harus menghindarkan mereka dari bahaya yang sekarang mengintai."

Tanpa mereka sadari, seseorang mendengar percakapan mereka. Sosok itu melesat menjauhi sepasang suami istri yang saling berpelukan dalam kegelisahan. Sosok itu adalah Louis, ia melesat dengan rasa takut dan segera menghampiri saudarinya.

Loury melonjak kaget ketika Louis memeluknya erat dan membenamkan wajah di lehernya. Memanggilnya dengan sebutan 'Kakak Penindas' rasanya sangat tidak sesuai dengan sikap Louis saat ini yang seperti menahan sesuatu.

"Hei ada apa?" tanya Loury yang masih bingung.

Louis masih terdiam namun Loury merasakan kegelisahan yang dirasakan kembarannya. Loury menepuk-nepuk punggung saudaranya agar ia merasa tenang.

"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin memberitahuku sekarang, tapi-jangan sembunyikan apapun dariku."

"Loury." Akhirnya Louis mulai berbicara. "Aku tidak bisa membiarkan ayah dan ibu menahan bahaya itu berdua saja untuk melindungi kita. Aku juga ingin seperti mereka, tapi aku harus bagaimana?"

"Apa terjadi sesuatu dengan ayah dan ibu? Apa maksudmu dengan bahaya? Bahaya seperti apa yang sedang mengintai kita?" cecar Loury ingin tahu. "Tolong katakan padaku Louis."

"Aku sendiri juga tidak tahu tapi..." Louis melepas pelukannya seketika. "Mungkin kak Charoline mengetahui sesuatu."

"Kalau begitu kita harus meminta izin untuk berkunjung ke tempat kak Charoline."

Mereka berdua duduk sambil membaca buku untuk menunggu kedatangan orang tua mereka, sementara pasangan yang ditunggu itu masih berpelukan hangat di atap sambil bermandikan cahaya bulan.

"Ray."

"Iya?"

"Terimakasih."

Raynelle merasakan kegundahan suaminya yang juga bercampur dengan rasa lega. "Kau sudah sering mengatakannya."

"Rasanya belum cukup."

Raynelle memutar tubuhnya dan merengkuh pria yang kini di hadapannya. "Kita mengalami nasib yang sama jadi tidak perlu berterimakasih." Ray mengusap segelintir rambut Lee yang tampak berkilau di tengah cahaya perak. "Selama ini aku menggantungkan hidupku pada klan Raffertha, dan kau juga merasa bergantung padaku. Jadi kita sudah imbang bukan? Setelah kedua ayahku tiada, klan Raffertha adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Berkat dirimu, aku tak sendiri lagi begitupun sebaliknya bukan?" Ray menahan kepala suaminya ketika ia mendekatkan wajahnya dan berbisik, "Kau dan aku hidup bukan hanya sekedar saling mengasihi dan mengasihani untuk saling menguntungkan, tapi kita saling mencintai dan saling berbagi kebahagiaan dan penderitaan. Ketika mereka memanggilku 'Nyonya Raffertha' itu berarti kita sudah seperti satu tubuh, jadi berhentilah merasa bersalah."

Book 3 : I'm RafferthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang