Raynelle sudah menggenggam busurnya dan menatap aura hitam yang menyelimutinya, lalu memakai jubah hitamnya dengan tudung kepala yang lebar, membuatnya terlihat cantik dengan nuansa yang mematikan.
Leonel menyodorkan seikat bunga mawar padanya dan tersenyum manis melihat penampilan istrinya yang bagaikan dewi malam. Tak lama ia mengecup lembut istrinya lalu berkata, "Jika suatu saat nanti kita akan berakhir, aku ingin kau selalu berada di sisiku."
"Kita harus berusaha agar semuanya baik-baik saja. Kalaupun harus berakhir, aku akan menemanimu."
Bibir mereka kembali bertemu, tak peduli pada sepasang taring yang terkadang saling melukai dengan lembut. Cinta mereka tetap semerbak meski sudah puluhan tahun bersama, layaknya mawar abadi yang akan mekar selama ratusan tahun dan akan tetap indah walau suatu saat nanti kelopaknya harus gugur satu persatu.
"Mari kita mulai pesta pembuka kita." Leonel membawa peti yang nantinya akan digunakan sebagai senjata ampuh untuk memancing amarah lawan.
Mereka melesat di tengah gelapnya malam dengan jiwa yang sudah siap mati untuk berperang, terutama untuk mendapatkan kembali putri mereka.
Malam itu, kediaman klan Barnave sudah dijaga dengan ketat dan James duduk di kursi kesayangnnya tepat di atas menara. James yang sudah merasakan pergerakan Raffertha dari kejauhan, membuatnya mampu melakukan persiapan luar biasa untuk menghalau mereka.
"Mendekatlah Raffertha, aku akan menyambutmu dengan senang hati." James mengangkat cangkirnya dan bersulang dengan istrinya.
"Aku penasaran dengan Raynelle, kali ini—bolehkah aku ikut bertarung?" tanyanya meminta persetujuan.
"Besenang-senanglah, jika nanti mereka lenyap, kau takan bisa menikmatinya lagi."
Raynelle melihat formasi yang sudah terbentuk di kediaman klan Barnave. Sesuai dugaan mereka, klan Barnave akan mengerahkan semua anggotanya untuk melindungi tempat tinggal mereka. Leonel memberi aba-aba agar mereka berpencar dan kini mereka terpisah.
Raynelle merubah wujudnya menjadi kelelawar untuk menyembunyikan auranya dan menyelinap ke barisan agar sampai ke kastil mereka. Usahanya hampir saja berhasil, namun ia terlempar saat lubang kecil yang ia tuju untuk masuk di selimuti pelindung yang membuatnya tak bisa melewatinya.
"Wah wah, kau benar-benar cerdik. Menjadikan tuan Leonel sebagai umpan di garis depan agar kau bisa menyusup masuk." Jeremy bertepuk tangan dan terlihat senang melihat tawanannya kembali. "Jujur, aku sangat terkejut kau bisa melarikan diri tanpa meminum setetespun darah Barnave."
"Sial!" umpat Raynelle dalam hati.
Raynelle mulai menjaga jarak dengan Jeremy dan menarik busurnya. Jeremy melesat untuk menutup jarak, namun panah itu sudah melesat dan mengenai lengannya. Ia mengerang sementara Raynelle hanya tersenyum menang.
Pertarungan kali ini, rencananya adalah hanya untuk membuat pihak Barnave marah. Dengan begitu, mereka akan menjadi kalap tanpa memikirkan etika ataupun peraturan yang mereka buat. Tapi mungkin—kendalanya adalah jumlah mereka terlalu banyak di tambah kekuatan mereka akan bertambah jika sudah begitu. Karena itu Leonel sudah menyiapkan senjata yang mematikan dengan menggunakan darah Barnave sendiri.
Jeremy mulai mengerahkan kekuatannya dan dalam sekejap udara seperti berhenti dan membuat Raynelle merasa sesak. Raynelle pun tak tinggal diam, selain menggunakan busurnya, ia juga mengerahkan kemampuannya untuk menggerakan benda-benda di sekitarnya.
"Jangan harap kau akan bertemu dengan putrimu, nyonya. Saat ini dia mulai sekarat dan terus memanggil namamu. Yah, aku sendiri kasihan melihatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Book 3 : I'm Raffertha
FantasyPerang telah usai 70 tahun yang lalu, namun perseteruan antar dua klan yang terjadi selama ratusan tahun masih berlangsung. Suasana semakin keruh ketika klan Fourie menyatakan kerjasama dengan klan Barnave untuk memusuhi klan Raffertha. Kedamaian Re...