4

424 29 0
                                    

Kukenakan tas ranselku, lalu mengenakan sepatuku. Kuhela nafasku, aku baru ingat jika hari ini aku akan makan daging wanita semalam. Ya aku harap, aku tidak akan muntah seperti kemarin karena ini sudah dimasak.

Kukenakan sepatuku. Dan kemudian tiba-tiba pintu kamarku diketuk, oleh seseorang. Pintu terbuka, menunjukkan siapa orang yang mengetuk pintu kamarku. Itu adalah Mama.

“Sudah siap Autumn?” tanya Mama. Kuanggukkan kepalaku cepat. “Ya,” sahutku. Mama mengulurkan tangan kanannya. “Ayo, semua sudah menunggu,” ujar Mama sambil tersenyum, bersamaan denganku yang memegang jari tangan kanannya. Kuberdiri, lalu setelah itu segera turun menuju dapur bersama Mama.

“Pagi, Sayang,” sapa Papa sambil tersenyum. Aku tersenyum. “Pagi, Pa,” ucapku sambil duduk di kursi meja makan antara Papa dan Kakek. Mama memberikan semangkuk sup daging kepadaku. Kulihat sup itu. “Itu daging yang kita ambil semalam Autumn,” ujar Kak Elliot, yang kemudian langsung membuatku melihatnya. “Cobalah,” ujar Nenek sambil tersenyum.

Kuambil sendok, lalu setelah itu langsung menyendok sedikit sup itu. Kumakan sesuap sup itu. “Bagaimana rasanya?” tanya Nenek sambil tersenyum. Kurasakan daging pada sup itu. Enak, jadi seperti ini rasa daging manusia. Kuanggukkan kepalaku. “Enak,” sahutku. Kak Elliot seketika tersenyum. “Haha, kakak pikir kamu akan muntah seperti kemarin,” ujar Kak Elliot. “Ya sudah, habiskan sarapan kalian. Kalian harus segera berangkat,” ujar Mama.

***

“Sudah habis Autumn?” tanya Kak Elliot. Aku tersenyum. “Sudah,” sahutku. Kak Elliot tersenyum, lalu dia pun berjalan menghampiriku. “Ayo berangkat,” ujar Kak Elliot sambil mengulurkan tangan kanannya. Kupegang jari tangan kanan Kak Elliot, kemudian turun dari kursi meja makan.

“Ma, Pa, kami berangkat,” ujar Kak Elliot sambil tersenyum. Mama dan Papa sontak tersenyum melihat kami. “Iya, hati-hati Sayang,” ujar Mama. “Hati-hati,” sahut Papa. Kak Elliot tersenyum, kemudian melihatku. “Ayo Autumn,” ajak Kak Elliot. Kuanggukkan kepalaku cepat, lalu kami pun segera pergi menuju mobil Kak Elliot.

***

Kak Elliot menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang sekolahku. Kubuka pintu mobil, kemudian keluar perlahan dari mobil. “Hati-hati Autumn,” ujar Kak Elliot sambil melihatku keluar mobil. “Aku pergi dulu ya Kak,” ucapku sambil tersenyum. Kak Elliot tersenyum. “Ya, sampai nanti Autumn,” ujar Kak Elliot sambil memegang pintu mobil. Aku tersenyum. Lalu setelah itu aku pun berjalan masuk ke dalam sekolah.

Aku terus berjalan menuju kelas. Dan kemudian tiba-tiba saja aku teringat dengan James, dia tidak ada di depan kelas. Kuhela nafasku. Benar, aku lupa jika dia sudah meninggal kemarin.

Aku masuk ke dalam kelas. Dan ketika aku akan duduk di tempat dudukku, aku lihat sudah ada Salsa di samping tempat dudukku. “Kamu kapan sampai?” tanyaku sambil duduk dan meletakkan tasku. “Baru,” sahut Salsa. “Oh,” ucapku sambil menganggukkan kepalaku.

Salsa melihat keluar kelas, kemudian kembali melihatku. “Autumn, kamu melihat James tidak?” tanya Salsa. “Tidak. Memangnya kenapa?” tanyaku bingung. “Tidak, aku hanya merasa aneh saja. Biasanya pagi-pagi sekali sebelum kita datang dia sudah ada di depan kelas, tapi sekarang tidak ada,” ujar Salsa.

Kuhela nafasku. ‘Dia sudah tidak ada Salsa,’ batinku. Kugelengkan kepalaku. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Aku tidak melihatnya pagi ini,” ucapku, yang lalu membuat Salsa kembali melihat keluar kelas. “Aneh,” gumam Salsa pelan. “Tapi ya, baguslah,” ujar Salsa sambil kembali melihatku. Aku tersenyum. “Ya memang,” ucapku.

Sungguh, aku ingin sekali berkata kepada Salsa jika James sudah tiada. Tetapi, sayangnya Papa, Mama, Kak Elliot, Kakek, dan Nenek selalu berkata kepadaku, jika jangan pernah mengatakan kepada siapa pun jika mereka telah membuat seseorang meninggal.

Ya, sebenarnya bisa saja Salsa, dan bahkan semua orang juga bisa tahu kalau James telah meninggal, jika Papa, Kak Elliot atau Kakek meletakkan James tepat di depan pintu rumahnya. Tetapi, memang itu bisa dilakukan? Karena mungkin tubuh James sudah dimakan oleh Kakek, jadi tidak mungkin.

Beberapa saat kemudian bel berbunyi. Seorang guru perempuan masuk ke dalam kelasku, lalu setelah meletakkan semua bukunya di meja guru dia melihat kami semua. Dia adalah wali kelasku Bu Rose, dia mengajar pelajaran bahasa Indonesia di kelasku. “Selamat pagi,” sapa Bu Rose sambil tersenyum kepada kami. “Pagi, Bu,” ucap kami bersamaan.

Bu Rose tersenyum. “Anak-anak, sekolah kita akan mengadakan acara pentas seni. Dan saya sebagai wali kelas kalian kelas 1-B, diminta oleh kepala sekolah untuk ikut tampil bersama kalian pada pentas seni itu,” ujar Bu Rose, yang kemudian langsung membuat salah satu murid di kelasku mengangkat tangan kanannya. “Kita akan menampilkan apa, Bu?”

Bu Rose tersenyum. “Kita akan menampilkan drama berjudul ‘Go Green’,” ujar Bu Rose. “Drama ini bercerita tentang betapa pentingnya melestarikan dan menjaga alam,” ujar Bu Rose, yang lalu membuat kami semua saling menatap dan mulai berbicara, membuat kelas menjadi berisik.

“Drama.”

“Aku akan menjadi apa ya.”

“Tampil di depan orang banyak.”

Kami semua berbicara. Hingga kemudian Bu Rose menepuk tangannya, membuat kami berhenti bicara seketika. Bu Rose mengambil sebuah kotak. “Sekarang kalian ambil satu kertas di dalam kotak ini, dan setelah mengambilnya lihat apa yang tertulis di situ,” ujar Bu Rose.

Kami menganggukkan kepala kami bersamaan. Segera, Bu Rose pun menghampiri kami bergantian. Kami ambil masing-masing satu ketas, lalu setelah itu Bu Rose kembali berdiri di depan kelas. “Baiklah, apa kalian sudah melihatnya? Kalau sudah, Ibu akan menjelaskan. Kertas itu tertulis tokoh untuk drama nanti. Jadi, misalkan salah satu dari kalian mendapat pohon, maka orang itu akan menjadi pohon dalam drama nanti,” ujar Bu Rose, yang kemudian langsung membuat kami ber-oh ria bersamaan.

Salah satu murid di kelasku mengangkat tangan. “Jadi, misalkan saya mendapat tulisan air, berarti saya akan menjadi air di drama nanti ya, Bu?” tanya murid itu. Bu Rose seketika mengangguk. “Iya seperti itu,” ujar Bu Rose sambil tersenyum.

Salsa melihat kertas yang aku dapat. “Kamu menjadi apa Autumn?” tanya Salsa. “Aku menjadi burung,” sahutku sambil melihat Salsa. “Oh, kalau aku asap,” ujar Salsa.

“Oh iya. Nanti ketika pentas seni dimulai, kalian bisa mengajak keluarga kalian. Siapa pun itu, Ayah, Ibu, Kakak, semuanya boleh,” ujar Bu Rose. “Memang acaranya kapan, Bu?” tanya salah satu murid di kelasku sambil mengangkat tangan kanannya. “Hm, dua minggu lagi,” sahut Bu Rose, yang lalu langsung membuat kami semua menganggukkan kepala.

“Aku bisa tidak ya,” gumam Salsa pelan. Aku tersenyum. ‘Mereka pasti mau datang.’

TBC

My Psychopath Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang