Bagian 8 : Meet Again

0 0 0
                                    

Cerah hari tak sehaluan dengan suasana hati untuk kali ini. Kendati mentari bersinar sangat terang di atas sana, tetap saja tak mampu untuk mengusir mendung di dalam relung hati Yeom Sera. Dia sedih—walaupun tak begitu kentara pada air wajah. Ia merasakan seperti perasaan tidak jelas bercampur menjadi satu pasca pertikaian kecil antara dirinya dan Park Minjun beberapa saat lalu. Sera juga memikirkan tentang tanggapan ayahnya mengenai hubungan bersama Minjun yang sepertinya tidak begitu mulus.

Napas berembus kasar membelah ranum merah muda dara Yeom, sejurus dengan langkah kaki nan tampak berat sekali dibawa melangkah. Sera baru saja masuk ke Taman Gangnam—tempat terdekat dari titik dia turun dari mobil Minjun, tadi. Pikirnya, di tempat itu, Sera bisa mencari angin segar sekaligus membuang beban pikiran. Paling tidak puan tersebut bisa pulang dengan pikiran tak terlalu kalut.

Sera memilih salah satu tempat kosong, kemudian duduk dengan tenang di sana. Yeom Sera terdiam; bungkam untuk mencoba menjernihkan pikiran.

***

Angin musim panas bertiup menemani langkah kaki Byun Taeson. Untuk sejenak, ia merasa senang dapat berjumpa dengan Yeom Sera namun di sisi lain hatinya terasa sakit melihat sang pujaan hati terlihat sedih—meski tak diperlihatkan secara jelas oleh Sera, Taeson dapat merasakan ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menganggu pikirkan si gadis Yeom. Kedua tangan menelusuk masuk ke dalam saku celana sementara sepasang iris cokelat memandang sekeliling.

Di kejauhan Byun Taeson melihat sosok Yeom Sera tengah duduk dengan sedih. Ia terdiam beberapa saat seraya memperhatikan puan tersebut dalam diam. Hatinya ikut terasa sakit melihat gadis yang disukai bersedih, terlebih akibat perbuatan seorang pria. Taeson lantas memutuskan untuk berjalan mendekati Sera, siapa tahu ia dapat sedikit menghibur lara di hatinya. Sang taruna duduk di samping gadis Yeom kemudian menghela napas agar kehadirannya dapat disadari oleh Yeom Sera.

Byun Taeson terdiam sementara pandangan menatap lurus dan kedua telapak saling mengait. Sejenak keheningan membuat desiran angin menjadi satu-satunya sumber suara yang menemani kedua sejoli. Sang wira lantas menoleh pada sang gadis sembari berkata lembut kepada Sera. "Perempuan kuat sepertimu boleh untuk terlihat rapuh," ujar Taeson, ia menatap paras gadis di sampingnya dengan sorot penuh perhatian. "Kalau kau merasa sedih, bersedihlah. Tidak ada yang salah dengan hal itu." Byun Taeson masih memandang ke arah Sera. Senyum tipis muncul menghias rupa untuk menghilangkan atmosfer canggung di sekeliling mereka.

***

Kapita diberi perintah sang empunya, menoleh ke arah figur yang belum lama hadir meminta atensi. Dia, lagi. Anggap sebagai sebuah kebetulan, namun tetap terasa aneh bertemu dengan pemuda itu dalam beberapa kesempatan. Dia, Byun Taeson. Sera memberi tatapan penuh curiga terkait kehadiran si jejaka.

“Oh, Kau. Kenapa bisa ada di sini?”

Bisa-bisanya Taeson hadir saat Yeom Sera tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan siapapun. Apa jangan-jangan dia seorang penguntit? Sungguh menyeramkan. Dari wajahnya ... ya ... bukan tipikal laki-laki yang biasa dipercaya, memang. Jadi, kemungkinan seperti itu mungkin saja ada. Tapi, tapi, kalau pun iya, apa alasannya? Kenapa harus mengikuti Sera? Ah, sungguh membingungkan. Sera tidak dapat mengerti.

Diputuskan bahwa Sera ingin mengabaikan saja keberadaan Taeson di sana. Oleh sebab itu, kepala dan wajah ia arahkan ke sudut yang lain; jauh dari eksistensi seorang Byun Taeson.

***

Desir angin yang kembali melewati kedua sejoli membuat helai rambut berterbangan. Byun Taeson lagi-lagi dibuat terpesona oleh kecantikan rupa Yeom Sera. Ia masih saja menatap paras sang puan dengan sorot penuh kasih sayang. Hatinya pun ikut berdetak begitu cepat. Taeson merasa bahagia walaupun hanya memandangi wajah Sera seperti saat ini.

Senyum tanpa sadar dilukis oleh pemuda Byun ketika kedua manik cokelat tengah memperhatikan Sera yang duduk di sampingnya. "Aku sedang ada urusan di sini dan kebetulan saja bertemu denganmu." Taeson kemudian mengalihkan pandangan, takut jika Sera dapat mendengar degup jantungnya yang terus berdetak tak karuan. "Toh, tidak ada salahnya 'kan jika aku menyapamu?" tanya sang wira seraya menoleh dan mengangkat kedua alis ketika melontarkan pertanyaan kepada Yeom Sera.

***

“Hhhhh.” Desah napas berat membelah bibir, sebuah lenguhan panjang melepas derita batin. Rasanya tidak enak karena harus terlihat berantakan di depan orang lain. Ya, maksudnya ... masalah dalam hidup Sera biarlah ia ratapi seorang diri. Tidak perlu ada seseorang menghampiri dan berpolah-tingkah seolah peduli—seperti yang Taeson lakukan saat ini.

Tahu kenapa? Karena Yeom Sera merasa dirinya akan lebih terlihat menyedihkan ketimbang hanya seorang diri.

“Sebenarnya aku tidak ingin terlihat menyediakan seperti ini,” Yeom Sera kembali angkat bicara, ‘tuk mengoyak keheningan berkat bungkamnya bibir sebelum ini. “Jadi, jangan hiraukan aku.”

Mata tak tertuju pada sang lawan berbicara—menandakan bahwa sang dara benar-benar menginginkan agar Taeson mengabaikan keberadaannya. Pun, dia sendiri terhadap sosok putra Byun di sana. Buat saja seolah mereka tidak saling mengenal. Itu terasa lebih baik.

***

Taeson kembali mengembangkan senyum manis menanggapi ucapan Sera. Hatinya selalu merasa senang ketika berjumpa dengan sang puan, bahkan saat hanya dapat memandangi punggung gadis Yeom dari kejauhan. Cinta memang dapat membutakan seseorang dan Byun Taeson benar-benar berhasil dibutakan olehnya. "Tak masalah jika sesekali terlihat seperti ini, Yeom Sera. Kau jadi lebih mirip dengan manusia sekarang," tutur sang wira diselingi sedikit lelucon guna mencairkan suasana.

Pemuda penyandang marga Byun tersebut tersenyum sekilas sebelum menunduk. Sejujurnya Taeson sendiri tidak mengerti dengan perasaan yang tengah ia rasakan. Apakah perasaan cintanya terhadap sang gadis belum memudar meski sudah lewat dua tahun semenjak mereka terakhir bertemu? Ataukah ini hanya sekadar perasaan rindu karena sudah lama tak berjumpa dengan si gadis Yeom?

Taeson memandang sebuah gelang yang tengah ia pakai di pergelangan tangan. Ekor mata melirik Sera sebelum kembali menatap gelang tersebut. Sang wira lantai melepas gelang di pergelangan kemudian tanpa meminta izin meraih tangan gadis di sampingnya secara lembut. Ia menaruh gelang miliknya di atas telapak tangan Yeom Sera. "Hadiah," ucap Taeson seraya memandang rupa sang gadis. "Ini adalah jimat milikku yang akan membuatmu merasa lebih baik. Terimalah." Ia lantas menggenggam telapak Sera untuk beberapa saat sembari tersenyum manis.

Tak lama berselang, atensi Taeson berpindah. Ia menatap lurus dan menghela napas untuk mengendalikan perasaan. Sang taruna pun bangkit dan berpamitan sebelum benar-benar pergi meninggalkan Sera sendiri di tama. "Yeom Sera, aku pergi ya." Taeson tersenyum untuk yang terakhir kali lantas perlahan berjalan menjauh dari sosok gadis Yeom tanpa menoleh sedikitpun. Kedua tangan kembali menelusuk masuk ke dalam saku sementara kedua tungkai terus berjalan meninggalkan Sera sendiri.

***

Tak ada penolakan atau bahkan kalimat menyanggah dari gadis berasmakan lahir Yeom Sera saat si pemuda mengenakan gelang pada pergelangan tangannya. Dia diam; tak bergerak, pun mengatakan satu patah kata pun. Dibiarkan gelang milik Taeson melingkar pada sebelah pergelangan sembari ucapan Taeson soal ‘jimat’ didengarkan.

Oh, ayolah. Bukan kah sangat klise? Siapa di zaman serba modern seperti sekarang yang masih percaya soal jimat. Kendati begitu, Yeom Sera tetap tidak berkomentar.

Setelahnya, dwimanik menatap punggung sang taruna perlahan menjauh hingga tak lagi menjadi objek pandang. Setelah Taeson pergi, Sera baru sadar kalau ia merasa lebih baik. Diperhatikan gelang pemberian Taeson dengan seksama—berpikir apakah benar semua ini berkat sebuah gelang atau bukan. Jujur, gelisah dan sedih dalam relung hati bak meluap habis entah kemana. Kini setiap tarik napas terasa lebih tenang dirasa oleh gadis Yeom. Ia mengulas sebuah senyum tipis (tak begitu tampak), kemudian bangkit dari duduknya. Lantas, ikut pergi meninggalkan taman tersebut dan berniat kembali ke rumah.

Spirit On You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang