Malam itu, Wooyeon, Mirae dan Sera kembali berkumpul. Menutup hari yang melelahkan dengan menginap, berdesak-desakan di atas tempat tidur Sera; ranjang yang meski sudah tak seluas ketika mereka masih setinggi pinggang orang dewasa, tetapi tetap terasa begitu nyaman bagi mereka.
Ketiganya telentang menatap langit-langit kamar dengan kaki-kaki yang dibiarkan menggantung di sisi ranjang.
Wooyeon masih berusaha mengaduk isi bungkus makanan ringan di sela-sela antara tangannya dan Sera ketika ia teringat akan sesuatu; membuat gadis itu refleks menepuk pelan paha sang kawan dengan kuasanya yang bebas.
Tentang Park Minjun, teman kencan Yeom Sera, yang kebetulan baru saja ditemui oleh sahabatnya tersebut beberapa saat lalu.
“Oh iya, Sera? Omong-omong, bagaimana pertemuanmu tadi dengan Minjun? Kalian sudah bertemu ‘kan?” Ia menoleh, menyelipkan satu gelinding kacang almond di celah bilah bibirnya sembari membaca ekspresi Sera melalui satu sisi wajahnya saja.
Mencari sepercik binar dari sorot mata, bila Minjun beruntung atau sehela napas berat, bila ternyata justru sebaliknya; kesan tak terlalu baik lah yang ditinggalkan oleh pemuda itu pada karibnya.
“... um,”
Ada sebersit rasa ragu yang membayang-bayangi Wooyeon. Menahannya untuk melanjutkan dan menyebabkan kamar itu sejenak dihampiri keheningan canggung, hingga ia akhirnya memutuskan untuk bertanya—tentu dengan hati-hati sebab tak ingin terdengar menyudutkan yang diajak bicara, “Apa ... Minjun termasuk lelaki idaman? Apa pendapatmu soal dia?”
Sang penyandang marga Song lalu mendorong kacamata, berusaha terlihat santai pun tidak terlalu penasaran meskipun kenyataannya demikian.
***
Sera berhenti mengunyah camilan untuk sejenak. Pertanyaan dari Wooyeon seperti memaku dara muda itu untuk menjeda apapun aktivitas yang sedang dilakukan dan hanya terfokus pada si perumpun marga Korea Song. Pandangan memang menatap langit-langit kamar, namun pikiran entah mengapa kembali diseret pada sosok pemuda dalam obrolan mereka.
Sang puan menarik napas panjang, sebelum lantas berkata, “Park Minjun ini ... tidak idaman sama sekali. Dia tidak bisa memahamiku, juga selalu memaksa.”
Bahu terangkat; acuh tak acuh. Rasanya ia sudah tidak mau peduli lagi dengan perangai Park Minjun, pertengkaran mereka, atau apa saja hal yang menurutnya tidak mengenakan hati. Lagi pula untuk apa Sera terlalu memikirkan masalah tersebut sampai menyusahkan diri? Biarkan apa yang sudah berlalu.
“Apa kalian tahu? Hari ini aku bertengkar dengannya,” celoteh Sera seiring gerak tangan kembali meraih kacang di dalam bungkusan. Beberapa biji kacang almond dijejal ke dalam mulut dengan santai—sebagaimana gelagat Sera biasanya. Begitu kentara bahwa gadis itu tak terlalu ambil pusing untuk masalah laki-laki atau percintaan.
“Dia bilang pakaianku tidak seperti wanita. Dan, katanya lagi, aku ini keras kepala. Lalu apa bedanya dengan dia? Huh.”
***
Seperti Sera dan Wooyeon, Mirae pun tak luput dari makanan ringan dalam pelukannya. Sesekali ia mengangguk lalu kembali mengisi mulutnya dengan camilan tersebut. Cerita yang ia dengar dari Sera sontak membuat sang dara berhenti mengunyah.
"Yak, Yeom Sera, untuk kali ini aku setuju dengan Minjun! Siapa juga yang tidak ingin pasangannya terlihat cantik didepan semua orang?" protes Mirae. Oh, ini bukan berarti Sera tidak cantik, hanya masalah selera dan persepsi 'cantik' yang ditanamkan tiap orang.
"Lalu, kau tidak ingin mencoba untuk berubah seperti permintaan Minjun?" Tanya sang dara dengan segala rasa penasaran yang dimilikinya. Tangan yang berisi makanan ringan pun ia masukkan ke dalam mulut. "Mungkin Minjun kurang menyukai penampilanmu yang seperti itu?" Sambung sang dara sembari mengunyah. Obrolan santai seperti ini sangat jarang dapat dilakukan bersama kedua sahabatnya.
***
Kening Song Wooyeon berkerut-kerut mendengar tanggapan—penilaian Mirae mengenai Park Minjun. Daripada setuju dengan ucapan sang kawan, gadis itu lebih ingin mengelak meskipun tidak langsung ditujukan secara terang-terangan.
Karena menurut Wooyeon sendiri, ia tidak menemukan alasan bagi Sera untuk merubah apapun pada dirinya demi Minjun.
Benar ‘kan?
Pandangan si gadis ditujukan lurus-lurus pada Mirae yang tengah berbicara dengan menggebu—membuatnya seperti sedang berceramah di mata Wooyeon—seakan ia tak mau melewatkan waktu yang tepat untuk menyanggah, namun tanpa menyela.
“Aku kurang setuju ...” Tapi sebab belum terlalu yakin pula maka pendapatnya, “Menurutku Sera hanya perlu berdiskusi dengan yang lebih ahli dalam hal ini.” Ia berujar pelan. Sebelah alis sang puan lalu melambung samar, sebelum disusul yang lain perlahan seiring bahunya yang mengedik santai.
“Meskipun kita sepakat kau paling cerdas di antara kita bertiga, untuk masalah cinta ini ... um, kurasa kau tetap perlu seseorang yang bisa dijadikan sebagai konsultan percintaan?” kata dara itu menoleh ke sebelah kiri; pada Sera, dengan kedua lengan yang disilangkan di depan dada—tampak begitu serius. Sementara usai ia mengerling ke sahabatnya tersebut, kemudian pada Mirae di kanannya dan berakhir kembali bersitatap dengan langit-langit yang membisu, sebuah lenguh lesu diloloskan oleh sang gadis Song; seperti tengah kecewa akan sesuatu.
“Karena aku juga belum ahli ... Mirae juga,”gumam Wooyeon seraya memilin helai rambut legamnya yang sudah menjuntai panjang melampaui bahu.
***
Padahal kamar Sera hanya diisi oleh tiga orang wanita, tapi celotehan mereka terdengar cukup ramai seperti ada sekelompok orang. Ya, begitulah, namanya juga wanita. Tidak bisa menggosip sedikit, bahkan hal sederhana dapat berubah menjadi rumit. Mirae masih menatap langit-langit kamar Sera dan berusaha menghalau sinar lampu.
"Iya! Aku setuju dengan Wooyeon!" Ujar sang dara menggebu-gebu hingga tubuhnya bangkit dan terduduk di pinggir ranjang. Manik cokelat sang dara menatap kedua sahabat secara bergantian lengkap dengan senyum ceria miliknya.
Satu bungkus makanan ringan dalam pelukan pun ia letakkan di atas ranjang. "Aku kenal dengan seseorang yang tepat untuk memberikan saran atas masalahmu." Jelas Mirae. Kali ini kedua kaki si gadis bersila di atas ranjang dengan tubuh menghadap Sera dan Wooyeon.
Mirae tahu, sarannya itu merupakan hal yang cukup konyol. Hey, di jaman seperti ini memangnya masih ada konsultan cinta seperti itu? Sudah tahu konyol, tetapi sang puan tetap menyarankan hal tersebut pada Sera. Si gadis Jo akan melakukan apapun demi membantu sahabatnya menemukan kekasih.
"Tenang saja, akan ku pastikan dia dapat mengatasi masalahmu, dia adalah seorang konsultan cinta!" Mirae penuh semangat ketika menjelaskan hal tersebut. Senyum pada parasnya tak jua luntur.
***
Menatap Mirae dan Wooyeon bergantian membuat Sera menggeleng heran. Entah apa tujuan perdebatan mereka sedangkan Sera di tengah-tengah tak sedikit pun ambil pusing. Justru terlihat kalau kedua karibnya lebih bersemangat ketimbang ia sendiri. Sera bangkit seolah-olah menutup telinga rapat-rapat untuk tidak menggubris telatah kedua sahabat.
Kedua tungkai kurus nan jenjang digayuh guna mengukir langkah. Destinasi adalah dapur; gudang makanan lain disimpan. Ketimbang mendengarkan Song Wooyeon dan Jo Mirae terkait urusan cinta, konsultasi cinta, dan segala perkara tidak penting soal cinta, lebih baik Sera menghabiskan waktu dengan menambah kudapan ke dalam perut. Perut kenyang lebih menjadi sumber bahagia daripada cinta. Benar, tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit On You!
FanfictionYeom Sera (염세라), seorang mahasiswi yang baru saja pulang dari Jerman hendak kembali ke Korea Selatan untuk kembali belajar di negaranya sesuai perintah sang ayah. Suatu hari, Sera bertemu dengan Byun Taeson (변태선), orang yang menyukainya sejak dua ta...