Denting jam menyapu detik demi detik kelamaan menjadi melodi; retas sunyi nan melingkupi kediaman keluarga Yeom. Pukul sembilan lewat lima belas menit, masih terlalu sore untuk ukuran orang dewasa, bukan? Terkecuali diwajibkan bangun pagi-pagi sekali atau kalangan anak-anak, beberapa bagian ibu kota masih terjaga pada pukul segini. Anggap Sera sebagai salah satunya.
Melipat kaki sembari duduk bersandar pada tempat tidur miliknya; arah pandang memperhatikan bagaimana jarum jam bergerak perlahan-lahan. Tidak ada tujuan berarti, jujur. Memang raga terduduk manis di sana. Lengkap, dan tenang. Akan tetapi, entah ke mana pemikiran puan Yeom melalang buana. Menatap jam yang menempel di dinding menjadi bagian kegiatan alam bawah sadarnya. Fokus Sera tidak sedang berada di sana untuk saat ini.
Satu detik.
Dua detik.
Sampai detik ketiga angan masih terbang jauh menembus diri. Barulah, pada detik keempat, kembali ia genggam arah pemikiran dan isi kepala dalam kendali.
Menyambar ponsel di atas meja, jemari kepunyaan sara Yeom menari lincah di atas layar. Salah satu peramban aplikasi terbuka—dengan warna kuning dan coklat menjadi dominan. Objek utama adalah ruang obrolan berisi dirinya sendiri, Song Wooyeon, dan Jo Mirae.
Fitur yang diwakili gambar gagang telpon ditekan guna menghubungkan kedua sahabat dalam satu panggilan bersamaan. Panggilan grup seperti ini dirasa lebih efektif bagi Sera nan hendak menuang seluruh keluh-kesah. Dalam satu waktu dan sekali kesempatan berbicara, kedua rekannya—Mirae dan Wooyeon—sudah dapat mendengarkan. Pun, memberi saran jika memang diperlukan.
“Yeoboseyo?” Suara Sera mengudara paling awal; tepat setelah panggilan berhasil tersambung dengan kedua karib. Sejemang, putri Yeom menunggu hingga Mirae dan Wooyeon memberi tanggapan—setidaknya bersuara. Barulah lantas bibirnya kembali terbuka untuk mulai menjabarkan maksud panggilan tiba-tiba ini.
“Aku bertengkar dengan Minjun.” Sera membuka kalimat. “Setelah aku pikir, sepertinya kencan ini tidak akan berlanjut.”
Embus napas menyelinap; menjadi jeda sebelum Yeom Sera melanjutkan cerita.
“Minjun terlalu egois. Aku tidak bisa bersama dengan pria seperti itu.”
Sudah—dan lantas bibir kembali mengatup rapat. Sebelah kuasa bermain dengan kuku jemari, wujud bahwa Sera masih menyimpan perangai acuh tak acuh, kendati niat hati sudah ingin serius sekali pun. Dia punya masalah, dia ingin bercerita, tapi dia tidak ingin kepalang dibuat pening karenanya.
***
Petang yang telah berganti senja menjadi pertanda bahwa aktifitas hari ini akan segera berakhir. Tidak ada hal spesial yang dialami oleh Jo Mirae hari ini. Oh, tentu saja selain bersama dengan Legend Soul seharian. Mirae selalu merasa bersyukur karena mendapat pekerjaan seperti ini. Tak pernah sekalipun dirinya mengeluh karena pekerjaan. Bukankah jika menyukai pekerjaan itu maka kalian akan menjalankannya dengan senang hati?
Si puan yang baru saja selesai membersihkan diri, kini berjalan menuju dapur demi mencari camilan yang ia beli beberapa hari lalu. Kesibukan membuat dirinya jarang menyentuh dapur bahkan hanya untuk sekadar sarapan. Mirae lebih sering membeli sarapan di cafe dekat kantornya. Setelah menemukan makanan yang sekiranya dapat mengganjal rasa lapar, sang dara memutuskan untuk bersantai di ruang tengah sembari menonton televisi.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.15, namun rasa kantuk belum juga menghampiri. "Hm, hari ini ada berita apa ya?" Ujarnya bermonolog, sedangkan jemarinya sudah menekan remote mencari channel yang ia inginkan. Sesaat ketika dirinya sibuk dengan tayangan tv yang ia cari, ponsel si gadis pun berdering. "Oh, Sera?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit On You!
FanfictionYeom Sera (염세라), seorang mahasiswi yang baru saja pulang dari Jerman hendak kembali ke Korea Selatan untuk kembali belajar di negaranya sesuai perintah sang ayah. Suatu hari, Sera bertemu dengan Byun Taeson (변태선), orang yang menyukainya sejak dua ta...