Saat ini sekitar pukul tujuh pagi. Aku berjalan mengekori Gus si muka dinding itu di belakang. Kalau dipikir-pikir aku ini seperti pengawal pribadi si Gus kejam, lantaran aku mengekori Gus ini kemanapun dia pergi.“Gus,” panggilku. Namun dirinya bergeming. Ck, pengen dikuliti tuh muka datar kayak dinding.
Aku terus mengikuti Gus muka dinding bin kejam ini, hingga akhirnya kami sampai di tempat lokasi. Allahu ..., ini lapangan sekolah atau lapangan pesawat? Gedenya luar binasa, eh! Luar biasa. Ralat lagi.
Semoga bukan ini lapangan untukku menjalankan hukuman. Sekarang diri ini mulai membuka mulut untuk mulai bicara.
“Gus, ini ya, lapangannya?” tanyaku untuk meyakinkan.
“Iya.”
What?! Apa aku tidak salah dengar? Aku pun pura-pura salah dengar agar hukuman diperlambat. Sekalian, dibatalkan saja, Gus. Yaelah, kok malah nawar-nawar sih, Yumna.
“Ooh ... bukan, ya?”
“Iya, bukan lapangan. Ini adalah kolam buat mandi.” Aku mengernyitkan dahi mendengar jawaban dari Gus muka dinding ini.
“Ya iyalah, lapangan!”
Eh? Aku terperanjat kaget saat suaranya terdengar keras ke gendang telingaku. Untung nih gendang kagak pecah.
Aku mengusap-usap telinga yang kini pedas akibat suara Gus Fathur yang begitu keras. Sungguh kejam kau, Gus. Sekarang bicara menuju to the point's.
“Larinya sekarang, Gus?” Ck, salah ngasih pertanyaan aku. Pasti terlontar ucapan pedas kayak terasi lagi dari mulut Gus kejam ini.
“Tahun depan. Ya, sekarang lah!” gertaknya padaku. AllahuRabbi! Kaget untuk yang kedua kalinya.
Dengan cekatan, segera diri ini berlari mengelilingi lapangan sampai sebanyak lima putaran. Hiks, kenapa Engkau menciptakan manusia sekejam ini, Ya Allah? Gus, kau itu tampan. Tapi sayang, hatimu itu kayak iblis. Gak punya rasa iba.
Detak jantungku semakin kencang, seiring lariku yang semakin cepat.
“Hah, hah!” Nafas berusaha untuk diatur. Lelah rasanya, huft ....
Aku terus berlari. Hingga tak sadar diri ini kehilangan keseimbangan. Dan ...,
Bruk!
Tubuh ini tumbang seketika. Samar-samar aku melihat Gus Fathur berlari ke arahku. Hingga, pandangan berubah menjadi gelap.
* * *
Mataku mengerjap. Merasa ada sesuatu yang hangat sedang ku hirup. Perlahan diri ini bangkit dari benda yang empuk, namun ditahan oleh seseorang.
Mencari sosok yang telah menahan tubuhku. Ku lihat wanita paruh baya sedang berada di sisiku. Senyum merekah terlukis di wajahnya yang menua.
“Alhamdullilah ... Neng, udah sadar,” ucapnya girang seraya memijat pelipisku yang berat.
Aku terdiam sejenak. Menyisir seluruh ruangan asing ini. Hingga netraku terpacu pada pemuda sembilan belas tahun, tengah berdiri dan bersandar di ambang pintu.
Wajahnya begitu dingin, sembari melipat tangannya ke dada. Heran. Bagaimana bisa aku berada di sini? Sedangkan, waktu itu hanya ada Gus Fathur dan diriku. Apa mungkin ... Ya Allah!
Cepat-cepat diri ini bertanya pada wanita paruh baya sang istri pak kyai.
“Bu nyai, siapa yang bawa saya sampai ke sini?” tanyaku penasaran.
Bu nyai menunjuk ke arah Gus Fathur dengan kepalanya. “Tuh, Gus Fathur.”
Ya Allah! Seketika tubuh ini melemah. Keringat dingin mengucur dari leherku. Aku terdiam beberapa saat. Apa yang dilakukan Gus Fathur padaku?
![](https://img.wattpad.com/cover/199177465-288-k954672.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ganteng tapi Kejam✓
RomantikYumna madani al-faruq. Seorang gadis yang berusia enam belas tahun memutuskan untuk bersekolah di pesantren Mustofa, atas paksaan orang tuanya. Hingga, takdir mempertemukan dirinya dengan seorang Gus yang memiliki watak dingin, datar dan keras. Aka...