Part 13

1.6K 65 2
                                    


Kubaca berulang kali pesan dari ustadz Zainal. Apa benar pernikahan Gus Fathur barusan dibatalkan? Ini tidak mungkin. Apa hanya sebuah kelakar kecil agar senyum terlukis di wajahku? Ah! Tak mungkin Ustadz Zainal melakukan kebohongan hanya demi menghiburku.

Ting!

Pesan dari siapa lagi? Lantas aku cek. Tunggu, nomor tak dikenal. Entah, nomor WhatsApp siapa ini aku tak tahu. Penasaran semakin menggebu. Aku pun membuka isi pesan dari nomor tak dikenal itu.

[Assalamu'alaikum, ini ana. Hana Aulia. Udah baca pesan dari ustadz Zainal? Heh? Ana sendiri yang mau batalin pernikahan itu. Haha!]

Netraku membulat sempurna ketika membaca pesan yang ternyata dari Ustadzah Hana. Ini mungkin cuman kelakar 'kan? Lantas, mengapa Ustadzah Hana semudah itu membatalkan pernikahannya? Aku masih belum percaya. Aku pun mulai menggerakkan jempol untuk membalas pesan dari Ustadzah Hana.

[Ini gak mungkin. Kamu pasti bohong 'kan? Masa' langsung dibatalin aja pernikahannya? Pasti cuman kelakar doang.]

Klik!

Kutekan tombol ‘kirim’. Baru dikirim pesan sudah langsung terbaca olehnya.

Ting!

[Ini gak bohong. Ana sendiri yang mau membatalkan pernikahan itu. Percayalah sama ana.] Terselip emoticon senyum di ujung kalimat.

Rasanya detak jantungku bertalu dengan begitu cepat. Mana mungkin? Aku penasaran, apa alasannya jadi Ustadzah Hana membatalkan pernikahannya?

[Apa alasannya, kamu ngebatalin
pernikahannya?]

[Karena, anti sama Gus Fathur berhak bersatu dalam ikatan pernikahan. Bukan ana.] Lagi dan lagi emoticon senyum diselipkannya di ujung kalimat pesan.

Seketika aku terharu membaca balasan darinya. Jadi, inikah alasannya? Sungguh, Ustadzah Hana adalah wanita yang peka.

[Kalian saling mencintai. Tak berhak ana memisahkan kalian berdua. Ana udah ceritain semuanya waktu tadi sama semuanya.]

Deg!

Apa?! Dia menceritakan semuanya pada tamu hadirin di hari pernikahannya ini? Termasuk Bu nyai dan pak kyai. Pasti mereka juga mendengarnya. Aku menggigit ujung kuku ini kuat. Agak khawatir sekaligus takut. Apa aku akan dipecat dari pekerjaan ini? Lantaran, gara-gara aku pernikahan Gus Fathur dan Ustadzah Hana jadi dibatalkan. Aku menelan saliva dengan susah payah.

[Terus, gimana reaksi mereka?]

Ting!

[Kaget. Sama saling berpandangan.]

[Terus, respon Bu nyai sama pak kyai gimana?]

[Awalnya gak terima. Hingga, terjadi debat adu argumen antara orang tua sama anak.]

[Maksud kamu, Gus Fathur sama Bu nyai, pak kyai debat?]

[Iya. Tapi, dijelaskan terus-terusan. Paham dengan situasi. Akhirnya, diputuskan pernikahan pun dibatalkan.]

Aku terhenyak membaca pesan dari Ustadzah Hana. Di satu sisi, aku sangat bahagia pernikahan Gus Fathur dibatalkan. Tapi ... di satu sisi, aku rada-rada gak enak sama Ustadzah Hana, haha.

[Maaf, Hana. Gara-gara aku, pernikahan kamu jadi dibatalkan.]

[Harusnya aku yang minta maaf, Yumna. Lagian, aku gak punya rasa sedikit pun sama Gus Fathur.]

Benarkah? Rasanya aku tak percaya kalau Ustadzah Hana tak mengharapkan Gus Fathur sedikitpun. Padahal, Gus Fathur itu 'kan ganteng? Idola para santriwati. Tentunya, aku.

Ganteng tapi Kejam✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang