Ribuan bintang menaburi malam itu, seorang laki-laki yang masih memakai seragamnya itu berdiri sendirian di atas roof top dorm sekolahnya. Sudah pukul 10 malam, angin yang berhembus menyelinam seragam sekolahnya yang tipis dan mulai menusuk kulitnya. Dingin, meskipun sudah mulai memasuki musim panas. Ham Wonjin menghela napas panjang. Memandangi bintang sembari melihat kebelakang kehidupannya sebelum ia masuk Produce X 101 High School. Ia ingat persis sosok Ibu dan adik laki-laki yang ia tinggalkan di Ulsan, Wonjin sangat rindu. Wonjin meraba saku celananya dan mengeluarkan phonselnya kemudian melihat fotonya bersama adik laki-laki dan ibunya dalam satu frame sebagai wallpaper phonselnya lalu tersenyum tipis.
Wonjin sangat menyayangi keluarganya itu, meskipun Ibu dan adiknya tidak memiliki hubungan darah dengannya. Iya, Wonjin adalah anak angkat. Wonjin sangat ingat kenangan pahit semasa ia di taman kanak-kanak. Ibu kandungnya yang saat ini entah dimana dan bagaimana sosoknya wonjin juga sudah lupa itu mengajaknya bertamasya ke sebuah taman hiburan. Saat itu Wonjin sangat senang, menaiki kuda-kudaan, memasuki rumah kaca, bermain dengan badut-badut lucu dan segalanya sampai akhirnya Ibunya meminta Wonjin untuk berdiam di depan salah satu wahana permainan. Ibunya bilang 'tunggu disini ya? Ibu akan pergi membeli permen kapas yang sangat besar' sambil membuka lebar kedua tangannya menggambarkan ukuran kue kapas yang ia janjikan itu. Mendengarnya Wonjin dengan polos menganggukan kepalanya dengan antusias dan tetap berdiri di depan wahana permainan itu.
Sudah sekitar 3 jam Wonjin menunggu, Ibunya tak kunjung kembali. Wonjin kecil mulai cemas namun ia ingat perkataan ibunya jadi ia tetap tinggal di sana. Kaki-kaki wonjin mulai lemas, ia mengugukan dirinya sambil memeluk kedua lututnya. Hari semakin malam sampai saatnya taman hiburan harus ditutup. Wonjin menangis ketakutan, sampai ada seorang perempuan yang bekerja sebagai cleaning service mendatanginya dan membawanya ke kantor. Pengumuman anak hilang telah dikumandangkan, namun tak ada seorangpun yang menjemput wonjin. Wanita itu sempat melaporkan kepada pihak yang berwajib sampai berminggu-minggu tak ada pula laporan kehilangan anak ataupun seseorang yang menjemput wonjin disitulah wanita itu mulai menjaga wonjin dan membawa wonjin pulang ke rumahnya. Saat ini wanita itulah yang wonjin sebut-sebut sebagai 'ibu'.
Wonjin sadar diri, ia hanyalah anak yang 'menumpang' jadi dia tak mau merepotkan ibunya yang harus membiayai pendidikan anak kandung yang sesungguhnya Dongyun yang saat ini duduk di bangku SMP. Disitu ia memutuskan untuk pergi ke Seoul dan sekolah sembari bekerja paruh waktu. Ia sangat berterimakasih kepada Minhee yang membawanya ke sekolah barunya, hidupnya sedikit lebih baik dari sebelumnya. Wonjin merasa ia dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Satu semester berlalu, tak terasa. Bagaimana ia pertama bertemu Minhee, bagaimana Eunsang dan Junho membantunya memindah barang-barang ke dorm barunya, bagaimana pertemuan dengan Jungmo yang sangat canggung namun saat ini malah menjadi sangat dekat. Wonjin meneteskan air mata merasa emosional dengan kenangan masa lalunya. Wonjin mendongakan kepalanya ke arah langit yang dipenuhi bintang itu untuk menahan air matanya dari terjatuh.
.
.
.
Pagi telah tiba, Wonjin membasuh wajahnya dan melihat pantulan dirinya di cermin. Matanya sembab akibat menangis semalam. Ia keluar dan segera bergegas bersiap-siap untuk melakukan olah raga pagi. Ya, hari ini adalah hari minggu. Minhee, Eunsang dan Junho mengajaknya jogging di lapangan sekolahnya. Wonjin memakai kaos olahraga berwarna pink dan celana training.
"Sudah siap?" tanya eunsang yang sedari tadi duduk di ranjangnya dan menunggu Wonjin bersiap-siap.
"Eung" Wonjin membalikan badannya dan mengangguk.
Sesampainya dilapangan Wonjin dan Eunsang menghampiri Minhee dan Junho yang sudah ada disana terlebih dahulu.
" Pemanasan dulu Sang, Jin supaya tidak cedera" Kata Junho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fool For Love
Fiksi PenggemarHam Wonjin, laki-laki berusia 17 tahun yang berasal dari Ulsan dan merantau ke Ibu Kota, Seoul untuk menempuh pendidikan SMA dengan harapan dapat menangkat derajat orang tuanya saat lulus nanti. Tak disangka hidup di Seoul sangat keras, dan melelahk...