🎵Bermain di taman (duda dada) bertemu teman baru (duda dada)
Naik pinkar dan terbang tinggi ayo bergembira (wow) 🎵
"Lo ngapain di situ?"
Ursa menegur gadis itu. Beberapa jam setelah pesta ulang tahun, Ursa keluar kamar dan berniat ke dapur untuk menyeduh kopi, Ursa justru menemukan seonggok manusia di antara tumpukan konfeti di lantai. Rindang bergelung seperti kucing.
Berusaha tidak mendaratkan telapak kaki di konfeti yang berserakkan, Ursa memindahkan kakinya, nyaris menginjak Rindang. "Gue kira buntelan apa. Hampir aja gue buang."
Rindang tidak berpindah. Ia hanya berguling sedikit, sehingga bisa menatap Ursa. Tatapannya nampak minta dikasihani.
"Di sini adem, Cha," sahut Rindang. Gadis itu merasakan tekstur karpet tipis yang sejajar dengan pipi, lalu kembali memandang Ursa. "Dan gue galau."
"Lo kan belum nikah." Ursa berkomentar seraya mengedikkan bahu. Ia melangkah melewati Rindang. Sebagian tubuh Ursa menghilang di balik meja konter, hingga menyisakan tampak punggungnya ketika ia sedang menyeduh kopi.
Kopi. Rindang suka aromanya, namun bukan penikmat cita rasanya. Jika menurut Ursa kopi Java Mocha yang direbus dalam suhu 90 derajat dan diberi sedikit susu lebih enak daripada Janji Jiwa, Rindang tidak paham. Baginya sama saja.
Rindang meniup konfeti yang menempel di ujung hidungnya dan menatap langit-langit. Benar juga, sih, ucapan Ursa. Hidup sendiri saja sulit; Bagaimana orang-orang bisa bertahan menanggung hidup orang lain? Suami dan anak-anaknya? Mengurusi mereka 24/7 tanpa jeda. Sementara, mengurusi pribadinya sendiri saja dia suka keteteran. Makan kalau ingat. Mandi kalau gerah.
Rindang heran, kenapa setiap mamak-mamak di muka bumi ini ingin sekali melihatnya menikah. Bukan hanya mamanya saja, tapi juga Mama Randi, Mama Nia, Mama Ryan, dan berbagai jenis mama di lingkungan tetangganya. Selalu menanyakan kapan menikah. Seolah jika ia tidak menikah, dunia akan hancur. Dia, kan, bukan Avatar.
Rindang ingat Inang Ursula, induknya Ursa. Kalau Inang adu bacot dengan Melani Ricardo, Melanie Ricardo saja bakal tampak kalem. Jenis mama agresif yang akan menyeret anak muda mana saja agar mau dengan anak gadisnya. Jenis mama yang kalau ditolak, auto neraka bagi orang itu. Ibu Rindang berbeda. Beliau adalah wanita gemulai dan mendiktenya dengan cara sehalus siluman. Namun, seperti Arabika dan Robusta yang berbeda, mereka semua tetap kopi. Sama saja, sama pahitnya.
Dengan kalem, beliau memberikan komentar sama tiap bertemu Rindang."Kamu itu sebentar lagi dua lima, loh. Umur segitu, Kakakmu Rinai sudah punya anak tiga. Ridam punya anak dua, kembar. Nah kamu, pacar aja nggak keliatan. Makanya, jadi wanita jangan di rumah aja. Jalan-jalan, dong, cari laki-laki!"
Lalu satu waktu ibunya menyerahkan seplastik bunga agak layu. Kelopak-kelopak mawar merah menyatu, hingga membentuk jalinan erat berbentuk hati di atas pelepah daun pisang. Dilengkapi juntaian-juntaian melati.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDANG [END]
ChickLit[Sebagian chapter diprivate] Rindang bersyukur mendapat tawaran pekerjaan. Tapi, kebahagiaannya hanya sementara, setelah Rindang tahu kalau bos di tempat kerja barunya adalah Samudera, si cowok usil sekaligus musuhnya semasa SMA. *** Rindang Dawen K...