16. Quote

21.2K 3.4K 571
                                    

We are Fighting Dreamers takami wo mezashite
Fighting Dreamers narifuri kamawazu
Fighting Dreamers shinjiru ga mama ni
Oli Oli Oli Oh-! Just go my way!

We are Fighting Dreamers takami wo mezashiteFighting Dreamers narifuri kamawazuFighting Dreamers shinjiru ga mama niOli Oli Oli Oh-! Just go my way!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Surat kelima tidak jauh lebih panjang dari surat keempat. Ada satu kalimat pertanyaan yang ditulis tangan, kemudian pada bagian bawahnya, terdapat secarik kertas yang ditempelkan dengan nyaris asal. Tidak begitu simetris. Satu robekan berisi sebuah kutipan pendek dari buku yang Rindang ingat pernah baca dulu. Dulu sekali.

Kenapa aku menulis surat ini dan tidak pernah, mungkin tidak akan pernah, memberikannya secara langsung?

"Karena apabila saya bertemu dengan engkau, maka matamu yang sebagai bintang timur itu senantiasa menghilangkan susun kataku."

Di pojok kanan bawah, tergores judul dan penulisnya. Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Buya Hamka. Tidak ada keterangan lainnya.

Singkat. Padat. Dan masih memberi pertanyaan-pertanyaan tak berjawaban di kepala Rindang. Siapa penerimanya? Siapa penulisnya? Bagaimana hubungan keduanya?

***

Rapat evaluasi bulanan siang itu berakhir tepat pukul setengah tiga sore. Rindang hanya punya waktu setengah jam untuk istirahat sebelum memulai kelas pertamanya. Waktu yang cukup lama untuk sekadar mengambil air putih dan minum. Namun, terlalu singkat untuk meredakan apapun yang rasanya seakan tersangkut di pangkal tenggorokan, membuatnya tidak nyaman.

Tari. Mentari. Nama gadis yang tadi pagi hampir ia siram wajahnya. Sosok yang mendefinisikan namanya dengan begitu baik. Tidak seperti Rindang yang memiliki rambut pendek tipis di bawah telinga, hingga dari segi apapun, tidak ada rindang-rindangnya, Mentari seperti berkilauan. Bahkan cukup dengan satu senyum simpul bibir delimanya. Mentari mencuri perhatian cukup dengan satu kibas rambut salonnya.

Para Yorkers lain dengan akrab memanggilnya Miss Tari dan Mbak Tari. Kemudian belakangan terungkap bahwa gadis itu adalah CEO York cabang Bandung, partner bisnis Samudera sejak awal mula. Setiap bulannya, rapat evaluasi diadakan bergantian di dua kota tersebut, Jakarta dan Bandung. Untuk bulan ini, Mbak Tari datang membawa pasukannya. Para Yorkers Bandung yang ternyata lebih berisik daripada Bang dan Oliv. Mereka seakan menambah sesak beban ibukota yang tidak tertampung.

Rindang kesal bukan main. Di antara lautan manusia yang saling bercanda akrab sesamanya, dirinya merasa tersisih. Asing. Salah tempat. Satu-satunya anak baru dan tidak mengenal siapapun.

Rapat baru dibubarkan. Di sisinya, Oliv masih sibuk memasukkan martabak manis yang dipesan sebagai camilan ke mulutnya. Oliv satu-satunya orang yang tidak sedang mengobrol dengan yang lain. Alasannya? Makan. Mungkin Rindang bisa punya teman ngobrol sekarang, akhirnya.

"Eh, Liv, hari ini kelas─"

"Liv!" Seseorang dengan suara menggelegar menarik gadis berhijab itu. Ia menggandengnya tanpa sungkan. Mia namanya, kalau tidak salah. Mia Ramadani. Tapi tidak mirip dan tidak ada hubungannya istri Ardi Bakrie. "Liv, temenin gue jajan, yuk! Sudah lama nggak ke Jakarta. Gue kangen donat yang di depan itu, deh."

RINDANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang