Don't try to live so wise
Don't cry 'cause you're so right
Don't dry with fakes or fears
'Cause you will hate yourself in the endDua surat terakhir itu Rindang genggam di tangannya. Ia melipat kembali surat yang selesai ia baca, menaruhnya ke tempat semula. dan memutuskan untuk menyimpan yang terakhir. Rasanya seperti ... tidak rela semuanya berakhir begitu cepat. Sementara, rasa penasaran justru semakin besar membayanginya.
Rindang refleks menoleh ketika mendengar langkah tidak sabar dan bunyi pintu dibuka. Siapa lagi kalau bukan Umai pelakunya.
"Ayo, Rin! Penerbangannya empat jam lagi. Kalau nggak berangkat sekarang, nanti Umai terlambat!"
"Iya, iya. Bentar."
Empat jam lagi, tapi Umai sudah panik setengah mati. Sementara, jarak dari Kemuning ke Soekarno-Hatta bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Dua jam jika macet. Kadang, Rindang heran gen siapa yang ia warisi. Berbanding terbalik dengan dirinya dan Ridam, Umai tipe ibu-ibu yang untuk berangkat ke pengajian saja akan menyiapkan segala peralatannya dua hari di muka. Sementara, bagi Rindang, meski dengan macet yang hampir tidak pernah absen, waktu harus dimanfaatkan dengan sangat baik. Demi mendapat waktu tidur lebih lama.
Satu surat itu belum dibuka. Rindang terburu-buru memasukkan ke dalam saku jaket quilted cokelat terangnya. Ia menyeret koper milik Umai keluar. Di ruang tamu, Ridam sudah menunggu bersama Mina Tata dan suaminya. Istri Ridam tidak ikut karena sulit meninggalkan bayi kembar mereka.
Kabar baiknya, Tidak ada Wira hari ini. Kabar buruknya, Umari terus bertanya soal Wira.
"Rin, kemarin itu gimana sama Wira? Kok, katanya, telepon Ridam nggak diangkat-angkat?"
Saat ini, Umai tengah menarik tangannya agar berjalan cepat-cepat. Sementara tangan Rindang yang lain menarik koper yang beratnya menyamai dosa orang sekampung. Ridam telah melarikan diri dari tanggung jawab sejak tadi. Ia memakai alasan mengurus check-in.
"Nggak tahu. Dia gila kayaknya, Mai!"
"Hah? Gila gimana?"
Karena hanya orang gila yang akan mengintil seaneh itu, kan? Sampai begitu menyeramkan. Ia tidak menjelaskannya. Selain karena menghamburkan tenaga, rasanya terlalu mengerikan untuk diingat-ingat lagi. Ia terus tersaruk-saruk menyeret koper besar itu mengikuti Mina Tata dan ibunya menuju pintu keberangkatan domestik ketika, langkah Umai terhenti.
"Mama Della?!"
"Mama Inai?"
Lalu, seperti dalam banyak sinetron, mereka berpelukan. Seolah, baru dipertemukan setelah puluhan tahun lamanya. Kenyataannya tidak begitu. Rindang mengenali wanita di depannya dengan samar. Tetangga. Sosok yang tidak begitu ia suka. Satu teman ghibah ibunya ketika menunggu pedagang sayur lewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDANG [END]
ChickLit[Sebagian chapter diprivate] Rindang bersyukur mendapat tawaran pekerjaan. Tapi, kebahagiaannya hanya sementara, setelah Rindang tahu kalau bos di tempat kerja barunya adalah Samudera, si cowok usil sekaligus musuhnya semasa SMA. *** Rindang Dawen K...